Weekend in French Alps: Chamonix-Mont-Blanc

Pengen jalan-jalan ke pegunungan bersalju? Mungkin yang kepikiran di benak kalian adalah Interlaken, Jungfrau atau Mt Titlis di Swiss. Ternyata ada juga tempat lain yang lebih murah dan ga kalah kecenya sama tempat-tempat tersebut di atas. Namanya Chamonix-Mont-Blanc. Kota ini terletak di tenggara Prancis, dekat dengan Lyon, Grenoble dan Annecy dan juga dekat dengan negara Italia dan Swiss. Chamonix-Mont-Blanc ini dikelilingi oleh jajaran pegunungan Alpen, sama seperti Mt Titlis di Swiss. Cuma bedanya yang ini Alpennya di Prancis.

Pertengahan Februari lalu gue mendapat kesempatan untuk pergi ski ke sana sama temen2 Indonesia. Awalnya pergi ke sana ga direncanain, awal mula bisa diajakin ke sana pas gue dan Wulan lagi makan siang di KBRI, lalu kita ketemu si Dhafi yang juga lagi di sana dan ada temennya Wulan yang namanya Reza. Kita berempat duduk satu meja dan cerita-cerita banyak hal (gitu tuh org Indonesia, pertama kali ketemu aja rasanya kaya langsung akrab wkwk) sampe akhirnya si Reza ngajakin kita buat ke Chamonix sama temen-temennya. Akhirnya kita pun cus ke Chamonix tanggal 22 Februari (sayang, Dhafi akhirnya ga jadi ikut karena satu dan lain hal). Di sana gue ketemu dengan geng-nya si Reza yang ngerencanain acara ini. Beberapa gue udah kenal kaya Fathi, Isol dan Andri. Beberapa baru gue ketemu waktu itu kaya Alan, Kevlin, Carina dan Monica. Jadilah kita ber-10 menjelajah Chamonix bareng (ya ga bareng-bareng amat sih, kadang gue suka misah haha).

Perjalanan dimulai pada hari Kamis tanggal 22 Februari dengan menggunakan Flixbus dari Paris. Perjalanan ke Chamonix sekitar 9 jam dan kita bermalam di bus. Untuk tiket, kita menggunakan paket Interflix yang harganya 100 Euro untuk 5 kali perjalanan, jadi sekali perjalanan cuma 20 Euro, sangat ekonomis! Kalo ga pake paket itu, kita harus membayar sekitar 50 Euro sekali perjalanan bis Paris-Chamonix, dan makin mendekati hari H harga semakin mahal. Sejujurnya gue agak takut perjalanan jauh naik bis, karena gue lagi mengidap penyakit yang mbikin gue pipis-pipis terus, tapi untungnya WC-nya berfungsi dengan baik.

Sekitar jam 8 pagi kita tiba di Chamonix. Baru masuk kota-nya aja udah terkagum-kagum karena bener-bener dikelilingi pegunungan Alpen. Kita turun di terminal bis yang bernama Chamonix-Sud, gue dan Wulan naik bis ke hostel yang bernama Gite Chamoniard (22 Euro per malam) sementara yang lain naik bis ke hostel yang bernama Hi Chamonix. Tadinya kita juga mau nginep di sana tapi tempatnya udah penuh, jadi kita baru bisa check in di sana keesokan harinya. Transportasi umum yang beroperasi di kota Chamonix itu cuma bis, jadi kita kemana-mana naik bis, harganya gratis kalo kita bisa nunjukkin kalo kita menginap di sebuah penginapan di Chamonix.

Di Chamonix ini dikelilingi oleh beberapa pegunungan yang merupakan gugusan pegunungan Alpen, ada Le Brévent, Les Houches, Les Grands Montets, Argentière dan lain sebagainya. Nah buat naik ke pegunungan-pegunungan ini kita harus naik cable car dan buat naik cable car kita harus punya Chamonix ski pass. Untuk ski pass sendiri harga aslinya 63.5 Euro per hari, tapi karena kita beli di hostel Hi Chamonix, tempat kita bakal nginep malam setelahnya, kita cuma bayar 25 Euro. Ekonomis kan? Nginep di Hostel Hi Chamonix emang pilihan yang bagus buat budget traveler yang mau bertualang ke Chamonix. Harga hostelnya sendiri 23 Euro per malam, tapi kalo mau nginep ditambah beli ski pass seharian kita cukup bayar 44 Euro . Untuk menjelajahi Chamonix, ada sebuah website lengkap yang menunjukkan keadaan cuaca di setiap puncak gunung, lengkap dengan keterangan apakah tempat tersebut tutup atau tidak. Beberapa tempat kadang tutup hari itu, karena keadaan cuaca yang tidak memungkinkan.

Selesai naruh barang di kamar, Gue dan Wulan membeli ski pass di hostel Hi Chamonix seharga 25 Euro (ini sebenernya agak susah kalo kita ga nginep di hostel ini malam itu, kita dapet ski pass karena yang beliin temen kita yang udah di hostel ini duluan). Setelah itu, kita memulai petualangan pertama di Chamonix, yaitu Paragliding! Yeayy! Gue udah ngebayangin gimana indahnya paragliding di pegunungan bersalju, kaya yang gue pernah liat di poster waktu ke Puncak buat paragliding. Sayang, takdir berkata lain. Bukan Cuni’s Journey namanya kalo ga ketemu sial hahaha. Jadi paragliding kita terpaksa dicancel karena anginnya terlalu kencang dan kita baru tau pas udah di tempatnya. Si orangnya yang ngurusin paragliding telpon gw: “Iya, jadi kita terpaksa cancel karena angin kencang.” Gw: “Yah masa dicancel sih udah sampe sini.” Dia: “Ya, bahaya soalnya, kamu ga mau mati kan?” Gw: “Ga, gw ga mau mati.” Hahhaha. Ada2 aja emang kalo ngomong sama orang Prancis wkwk.

Ga jadi paragliding, kita memutuskan buat sightseeing di tempat yang harusnya buat paragliding, yaitu Le Brévent. Tempatnya kece bgt, jadi buat ke atas kita harus naik cable car dan sepanjang perjalanan yang keliatan gunung salju semua. Di sini juga ada sebuah restoran di tmp paling tinggi dan pemandangannya bagus banget, kita ga makan di situ tapi foto-foto aja.

Webp.net-resizeimage

Chamonix Mont-Blanc ❤

Webp.net-resizeimage-2

View from the restaurant

Webp.net-resizeimage-3

Ga usah jauh2 ke Swiss buat liat pemandangan se-luv ini ❤

Webp.net-resizeimage-6

Exploring Mont-Blanc with Wulan

Puas menjelajahi Le Brévent, kita ke puncak tertinggi selanjutnya yang bernama Les Grands Montets. Sayang, di sini kita ga bisa naik karena buat naik khusus yang punya alat ski. Yaudah kita menikmati pemandangan aja dari bawah.

Webp.net-resizeimage-4

Les Grands Montets

Webp.net-resizeimage-5

Ski station

Di hari kedua, gue dan Wulan pindah ke hostel yang sama kaya anak-anak, yaitu Hi Chamonix. Hostel ini jaraknya lebih jauh dari hostel yang pertama dari tengah kota. Di bis kita ketemu sama Reza dan Kevlin yang baru tiba dari Paris. Kita pun taruh barang-barang di hotel, beli ski forfait alias pass ski biar bisa naik turun ke gunung mana aja yang kita mau, nimbrung sarapan pagi, lalu pake peralatan ski karena bersiap ski. Peralatan ski ini bisa disewa di hostel, dengan membayar sekitar 20 euro. Peralatan ski ini berat banget, apalagi tempat tujuan kita buat main ski jauh dan musti naik bis. Gw sama Wulan udah ngeluh-ngeluh sepanjang jalan, apalagi gue, yang udah tau gimana ga enaknya main ski, pengen gw balikin aja rasanya ke hostel itu alat-alat. Tapi nasi sudah menjadi bubur, yaudahlah sebisa mungkin ikut aja ke tmp ski yang terletak di La Flégère. Setelah perjalanan yang terasa amat lama akhirnya sampai juga. Cowo-cowo itu udah pada jalan duluan, sementara gw dan Wulan di belakang, sama ada si Isol yang bersabar buat nungguin kita haha. Sampai di atas, gw mencoba main ski sedikit, tapi kok rasanya ga kuat. Harusnya gw percaya sama instinct gue, kalo gausah main ski dari awal. Dulu sekitar 2 taun yang lalu gue juga pernah main ski di Toulouse, dan gue ga suka, mana jatuh mulu. Sekarang gw pengen nyoba lagi karena masih penasaran, tapi kayanya udah cukup. Gw ga bakal lagi main ski, kecuali tiba2 ada duit dan ada yang ngajakin kursus dari awal di Ecole du Ski. Atau mungkin suatu hari ada seseorang yang cukup sabar ngajarin gue main ski dari awal haha. Selain itu, ajakan main ski akan gw tolak. Gw cukup bahagia ngeliatin gunung salju tanpa harus bermain ski.

Webp.net-resizeimage-11

Ski squad. From Paris to Chamonix 😀

Webp.net-resizeimage-7

La Flégère

Webp.net-resizeimage-8

Church by the mountain

Akhirnya gue memutuskan untuk makan siang sendiri selagi anak2 main ski, dan habis itu gue balik ke hostel buat balikin alat. Habis itu gw pergi ke puncak tertinggi di Chamonix yang bernama Aiguille du Midi. Sayang, tempatnya ditutup karena angin kencang. Huff. Lagi-lagi belum jodoh. Gw kemudian mencari puncak lain dan jatuhlah pilihan gw ke tempat yang bernama Les Houches. Waktu itu waktu sudah menunjukkan pukul 17.15, sementara tempatnya akan ditutup pukul 17.30. Jadilah gue naik cable car terakhir ke sana, terus foto-foto sebentar di atas gunung, kemudian naik cable car terakhir buat turun. Gw pun pulang ke hostel dan secara ga sengaja di bis ketemu anak-anak yang habis balik main ski. Kita santai sebentar di hostel, lalu pergi lagi jalan ke pusat kota Chamonix untuk makan malam sembari menikmati malam terakhir di kota yang indah ini.

Webp.net-resizeimage-9

Gagal naik ke Aiguille du Midi, foto ini-nya aja wkwk

Webp.net-resizeimage-10

Les Houches, I am the last people who came up

Keesokan harinya hari Minggu, gw dan Wulan melanjutkan perjalanan ke Jenewa, sementara anak-anak lain masih stay di Chamonix sampai malam, ada yang main ski lagi, ada juga yang cuma jalan-jalan santai di Chamonix. So, thank you Chamonix! ❤

 

Advertisement

Itinerary Liburan ke Italia 6 Hari 5 Malam

Hai semuanya! Sebenernya udah lama gue liburan ke Italia ini, tepatnya bulan April 2016, tapi baru sempet dipublish sekarang. Pas liburan ke Italia ini gue ikut 2 sahabat gue yang lagi Eurotrip ke Eropa. Mereka sendiri mempunyai itinerary Belanda-Belgia-Prancis-Italia, tapi karena gue kebentur kuliah, jadi gue cuma bisa ikut mereka jalan ke Italia aja. Itu juga udah sangat menyenangkan hihi.

Hari ke-1: Milan

Karena waktu itu gue tinggal di La Rochelle, gue naik pesawat dari Bordeaux ke Milan dengan menggunakan Easyjet seharga 60 Euro PP. Sesampainya di Milan, gue langsung menuju stasiun kereta pusat untuk bertemu Lina dan Tichu. Mereka kayanya nunggu gue cukup lama, tanpa kepastian juga karena HP gue dan mereka sama2 ga bisa digunain di Itali. Tapi akhirnya kita bertemu, aaaaah senangnya, ketemuan di Italia! Hahaha. Di Milan kita cuma ke Cathedral Duomo yang letaknya dekat dengan stasiun dan juga ke Galeria Vittorio Emmanuele serta jalan-jalan di sekitar situ.

Sooo happy to meet them in Italy! ❤

Cathedrale Duomo de Milano

Galeria Vittorio Emmanuele

Malamnya, kita bermalam di Megabus menuju ke Roma (15 Euro). Kita berangkat pukul 9.30 PM dan tiba di Roma pukul 6.30 AM (9 jam).

Hari ke-2: Roma

Sesampainya di Roma, tepatnya di Stasiun Tiburtina, kita langsung ke tempat di mana kita menyewa airbnb dekat stasiun Tiburtina. Kita menyewa Airbnb seharga 50 Euro per malam untuk tiga orang. Setelah mandi dan siap-siap, kita pun langsung meluncur menjelajahi Roma. Yeayyy!

Tujuan pertama kita tentu saja Colosseum. Kita mengitari kompleks Colosseum untuk mengagumi keindahannya dan tentu saja mencari spot foto yang pas! Haha. Setelah dari Colosseum, ada sebuah kejutan menanti, kita ga sengaja ketemu bapak-bapak orang Indonesia yang ternyata tinggal di Roma dan kita ditraktir makan es krim di sebuah kafe sama dia. Omg. Seru banget cerita-cerita sama Bapak ini plus dia baik banget haha. Habis itu kita menuju ke Forum Romanum, reruntuhan bangunan kuno Italia dan Piazza Venezia untuk mengarah ke Fontana di Trevi. Fontana di Trevi, salah satu ikon kota Roma ini ternyata tempatnya cukup sempit, dibandingkan dengan ribuan turis yang berada di sana. Sumpah, crowded banget dan bikin pengen cepet-cepet cus dari situ.

Me in Colloseum ❤

Ditraktir bapak-bapak Indo yang ketemu di jalan

Forum Romanum

Piazza Venezia

Fontana di Trevi

Setelah itu kita menjelajah ke Spanish Steps dan Piazza de Popolo, main square besar khas Italia. Di Roma ini banyak banget Piazza alias square yang bisa dinikmati. Kitapun mengakhiri hari dengan makan pizza seharga 2 Euro. Meskipun murah, tapi pizza ini enyakk! Hihi.

Hari ke-3: Vatican dan Roma

Hari ini saatnya kita menjelajah ke Vatican! Vatican ini letaknya di jantung kota Roma dan untuk ke sana kita cukup menaiki subway. Pengamanannya sangat ketat, sebelum masuk Vatikan kita dan barang-barang harus discan terlebih dahulu. Untuk masuk ke dalam Basilica San Pietro, kita harus mengantri tetapi antriannya tidak cukup lama, karena ada 3 pintu yang dibuka. Tempatnya keren dan mevvah banget! Sayang kita ga sempet ke Vatican Museum karena keterbatasan waktu dan dana.

Garda Swiss di Vatikan

The stunning Vatican!

Basilica San Pietro  

Habis dari Vatican kita nongkrong dulu untuk makan es krim bersama dengan temannya Tichu, orang Italia. Setelah itu kita lanjut ke Castel Sant’Angelo, kastil cantik yang dulu sempat menjadi benteng dan kastil, namun sekarang sudah menjadi museum. Puas foto-foto di tempat ini dan jembatannya yang ciamik, kita berjalan kaki ke Piazza Navona yang letaknya sangat dekat dengan Pantheon.

Jembatan Sant’Angelo

Pantheon di kota Roma

Hari ke-4: Napoli-Pompeii

Pagi-pagi buta kita sudah menuju ke stasiun bus Tiburtina untuk melanjutkan perjalanan ke Napoli. Kita menggunakan Megabus Roma-Napoli seharga 8 Euro selama 3 jam. Tujuan kita ke Napoli adalah untuk melihat Pompeii, kota kuno yang sudah menjadi situs arkeologi dengan reruntuhannya akibat erupsi Gunung Vesuvius di abad 79 sebelum masehi. Kereta dari Napoli ke Pompeii sendiri harganya 3.20 Euro. Untuk masuk ke Pompeii dikenakan tiket seharga 11 Euro. Sebenernya trip ke Pompeii ini atas inisiatif dari Lina, karena dia dari kecil udah pengeeen banget ke Pompeii hihi.

Kawasan Pompeii ini sangat besar, jelas, hal itu karena Pompeii tadinya adalah sebuah kota. Banyak reruntuhan rumah dan patung dimana-mana dan membuat Pompeii menjadi sangat cantik. Kita menggunakan peta untuk bisa menjelajahi ke sudut-sudut Pompeii.

Patung yang sudah separuh hancur bersama runtuhnya kota Pompeii

Dengan background Gunung Vesuvius di kejauhan

Pilar-pilar yang tinggal separuh

Salah satu sudut kota Pompeii

Kami bertiga di Pompeii ❤   

Setelah dari Pompeii, kita melanjutkan perjalanan ke Venice. Kita menggunakan kereta Italo jurusan Napoli-Bologna (34.9 Euro) yang disambung dengan Bologna-Venice (15 Euro). Kita sampai di Venice saat sudah tengah malam dan kita pun langsung menuju tempat AirBnb kita, yang ternyata adalah hotel kecil alias Bed and Breakfast. Kita menginap di B&B The Caponi Bros, yang letaknya di Venice Mestre (52 Euro per malam untuk 3 orang). Kalo mau mencari penginapan di Venice, untuk menekan biaya, biasa mencarinya di Venice Mestre, karena harganya lebih murah daripada di Venice Central. Untuk menuju ke Central pun cukup mudah, hanya tinggal naik kereta seharga 1.5 Euro.

Hari ke-5 : Venice

Hari ini saatnya muterin Venice! Siapa sih yang ga tau Venice, kota yang disebut2 sebagai kota paling romantis di dunia. Kita pergi dari stasiun Mestre ke Central yang hanya membutuhkan waktu setengah jam. Di Venice ini kita tidak memiliki itinerari pasti, kita hanya berjalan saja mengikuti langkah kaki, dan mengecek Piazza San Marco, main square-nya yang sangat terkenal. Tadinya kita mau Island Hopping ke Burano, tetapi karena keterbatasan waktu, jadilah kita mengurungkan niat itu. Venice sendiri kotanya sangat cantiiiik! Ga heran dibilang kota paling romantis. Dimana-mana kanal dan bangunan warna-warni. Kotanya sendiri cukup kecil dan bisa dieksplor dengan jalan kaki. Di sini, kita memilih untuk tidak menaiki gondola karena harganya yang lumayan, tapi gue ga nyesel sih, kotanya aja udah bagus hihi. Beruntung gue ke sini bersama sahabat2 tercinta, karena destinasi ini kurang cocok kalo buat solo traveller hahaha.

Welcome to Venezia!

Gondola dan Venezia

Kanal dan bangunan warna-warni khas Venezia

Piazza San Marco

Duduk-duduk di pinggir kanal ❤

The happy memory ❤

Ciao, Bella! ❤      

Hari ke-6: Pulang

Liburan ke Italia pun berakhir. Tichu dan Lina akan menaiki pesawat pulang menuju Indonesia, sementara gue akan menaiki pesawat menuju Bordeaux dari Milan. Untuk ke Milan-nya, gue menaiki kereta Trenitalia dari Venice seharga 19 Euro.

Overall, gue sangat suka perjalanan gue ke Italia. Kota-kotanya cantik cantikkk dan Italia menjadi salah satu negara favorit gue di Eropa. Apalagi jalan-jalannya bareng sama sahabat, bikin trip ini makin berkesan. Ciao, Bella!

P.S:  Buat yang pengen jalan-jalan ke Italia dan takut/bingung jalan sendiri, bisa kontak gue ya. Gw menyediakan jasa tour guide lokal Italia berbahasa Indonesia. Terima kasih! 😀

Athena, Kotanya Dewa-Dewi

Wiih udah lama juga ya gue ga nge-blog. Terakhir Agustus yang lalu, mohon maap ya semuanya, gw kemarin habis sakit dan balik ke Indonesia jadi agak ga mood nge-blog gitu hehe.

Setelah cerita terakhir tentang Santorini, sekarang gue akan bercerita tentang ibukotanya Yunani yaitu Athena. Setelah mengalami turbulensi sepanjang perjalanan ke Athena, akhirnya sampai juga kita di Athena. Waktu itu waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi dan hujan deras, jadi kita memutuskan naik taksi bandara walau agak mahal (50 Euro untuk malam hari jam 00.00-05.00). Sebenernya bisa juga naik bis malam dari bandara menuju pusat kota Athena, tapi si Anin pengen naik taksi, yaudahlah gue ngikut aja.

Di Athena kita menyewa airbnb dengan harga yang sangat murah, 12 Euro semalam. Dan itu kamarnya bisa buat berdua, jadi satu orang cuma membayar 6 Euro. Kita sampe sana jam 3 pagi dan untungnya si pemiliknya masih bangun buat bukain kita pintu. Kamarnya cukup oke dan nyaman.

Keesokan harinya, kita bangun agak siang untuk mengeksplor Athena. Waktu kita untuk mengeksplor jadi berkurang karena kita extend 1 hari di Santorini. Si Anin cuma punya seharian penuh di Athena sementara gue punya 2 hari, karena kita beda flight pulang. Si Anin harus pulang lebih awal karena ada kuliah.

Destinasi pertama, apalagi kalau bukan Acropolis. Destinasi wajib kalau ke Athena, dengan simbol ikoniknya Parthenon, kuil kuno yang berada di tengah2 kota kuno berbenteng. Masuk ke dalam Acropolis ini gratis untuk pelajar Eropa. Untung kita udah tau dari sebelumnya kalo masuk semua tempat di Yunani itu gratis untuk pelajar Eropa, jadi ga perlu beli tiket dan langsung bilang aja kalau pelajar. Saat mulai mendaki ke atas Acropolis, kita akan bertemu dengan Odeon of Herodes Atticus, teater kuno setengah lingkaran yang terbuat dari batu-batu. Setelah itu, kita pun mendaki ke atas dan menjelajahi kompleks Acropolis yang sangat luas, termasuk di dalamnya Parthenon dan bangunan serta kuil-kuil kuno, yang semuanya ciamik. Rasanya bener-bener bisa ngebayangin waktu jaman dulu banget, waktu kuil ini masih berdiri kokoh dan katanya dihuni dewa-dewi.

Webp.net-resizeimage-21

Berpose di depan reruntuhan kuil Parthenon

Webp.net-resizeimage-22

Pemandangan dari atas Akropolis

Webp.net-resizeimage-23

Bersama Anin, my Greece travel mate!

Webp.net-resizeimage-24

Reruntuhan Kota Akropolis

Kita di situ menghabiskan waktu yang sangat lama, sampai beberapa jam karena tempatnya yang sangat besar. Kita juga sempet nyasar naik turun bukit saat mencari Tower of The Winds, yang akhirnya juga tidak ditemukan. Entahlah ada di mana itu obyek wisata. Puas mengelilingi Akropolis, kami menuju ke Plaka, pasar kece tempat dijual banyak barang-barang lucu khas Yunani. Kalo mau berbelanja di sini agak mahal, ada lagi tempat yang lebih murah yaitu di Monastiraki. Kita juga makan malam di salah satu resto di Plaka (Eh yang makan Anin doang deng, harganya ga pas sama budget gue jadi gue cari Gyros di pinggir jalan haha). Setelah itu kita mencari pasar di Monastiraki tapi karena sudah malam jadi sudah tutup, kitapun berjalan-jalan saja di area itu sambil gue mencari makan Gyros.

Webp.net-resizeimage-25

Plaka, tempat jualan suvenir dan banyak resto kece

Keesokan harinya, Anin pulang ke Paris sementara gue masih punya seharian untuk mengeksplor Athena. Penjelajahan hari ini dimulai dari Monastiraki, pasar besar di Athena yang harganya cukup miring, di sini gue membeli badge gambar bendera Yunani. Belakangan gue emang suka ngumpulin badge dari berbagai negara, emang udah telat sih, banyak yang udah gue kunjungin tapi ga kekumpul badge-nya. Rencananya badge tersebut mau dijahit di tas ransel atau di bantal kecil. Di sini juga gue makan Gyros, seperti biasa, kebab ala-ala seharga 3 Euro, makanan kenyang yang pas di kantong gue hahaha.

Webp.net-resizeimage-27

Monastiraki, pasar yang harganya cukup miring dibandingkan dengan Plaka

Webp.net-resizeimage-33

Gyros, my love

Setelah itu, gue menuju ke Hadrian’s Library, Roman Agora (Ternyata saudara-saudara, Tower of the Winds yang gue cari dari kemarin itu adanya di dalem sini, cape deh!) dan Ancient Agora of Athens, dimana terdapat reruntuhan kuil dan juga Agora Museum. Gw sempet masuk ke dalam museum itu, isinya sih kurang lebih patung-patung kuno yang terselamatkan dari kehancuran kota dan dijadikan koleksi museum. Di kawasan ini juga terdapat Temple of Hephaestus yang mirip Parthenon tapi lebih kecil. Puas menjelajah yang kuno-kuno, gue beralih ke Athens Cathedral yang cukup modern. Dari situ gue berjalan kaki menuju Syntagma, tempat berdirinya parlemen Yunani, yang dijaga oleh 2 serdadu dengan atraksi jalan-nya yang cukup menghibur. Setelah itu, gue duduk di National Gardens untuk beristirahat dan menikmati pemandangan. Di ujung taman, terdapat bangunan Zeppeion yang merupakan Exhibition Hall. Gue pun melangkah ke Temple of Olympian Zeus yang berada persis di seberangnya. Gue masuk ke temple ini yang tentu saja dengan cuma-cuma.

Webp.net-resizeimage-26

Salah satu sudut Hadrian’s Library

Webp.net-resizeimage-28

Beberapa koleksi di Agora Museum

Webp.net-resizeimage-29

Temple Hephaesteus, versi mini dari Parthenon

Webp.net-resizeimage-30

The Cathedral of Athens

Webp.net-resizeimage-31

2 Serdadu dengan atraksinya di depan Gedung Parlemen

Webp.net-resizeimage-32

Temple of Olympian Zeus

Waktu menunjukkan pukul 4 sore, gue ragu mau menikmati Acropolis Museum atau menuju ke Piraeus Port untuk melihat dermaga dan pelabuhan di ujung kota Athena. Akhirnya gue memutuskan untuk masuk ke museum dahulu, dan melihat bahwa waktunya masih ada, gue meluncur ke Piraeus Port yang letaknya cukup jauh di pinggir kota dengan menggunakan subway. Gue menemukan dua hal tidak menyenangkan saat perjalanan ke dan di Piraeus Port. Pertama, gue diliatin sama orang item di subway dan dia ngeliatin gue non-stop selama sekitar 15 menit tanpa memandang ke hal lain. Gue yang takut akhirnya memutuskan untuk pergi menjauh dari dia, pas turun subway dia juga masih liatin gue sambil menengok2 ke belakang, karena gue sengaja jalan jauh di belakang dia. Untungnya akhirnya dia menghilang. Hufff, ada-ada aja. Perjalanan ke Piraeus Port dari stasiun subway ternyata cukup jauh. Butuh sekitar 30 menit jalan kaki (atau lebih?) untuk sampai ke pelabuhan dan pantai. Pelabuhan dan pantainya ternyata biasa aja, kurang worth it untuk dijelajahi. Tapi ya namanya juga gue penasaran kan, kalo belum liat wujud aslinya ga akan berhenti haha. Di pelabuhan inilah gue bertemu dengan orang aneh kedua, orang (sepertinya) Yunani yang melihat gue dengan seksama dari kejauhan lalu mengikuti kemana gue pergi. Yaallah, serem bgt, akhirnya gue berhasil lolos dari tuh orang. Ada-ada aja. Malam pun tiba, dan gue pulang ke tengah kota sembari nyemil Greek Yoghurt di tengah jalan. Ternyata Greek Yoghurt ini asem, tapi dikasi madu untuk memberikan rasa manis.

Webp.net-resizeimage-34

Pelabuhan Piraeus

O iya, untuk transport di Athena ini sebenernya mudah, terdapat subway dan juga bus. Tapi untuk bus, agak tricky, karena semuanya menggunakan alfabet Yunani tanpa ada terjemahan latinnya. Jadilah gue cuma mengandalkan aplikasi transportasi dan mengingat-ingat tempat pemberhentian dengan menggunakan alfabet Yunani.

So, thank you Greece! You are unforgettable! :*

 

Keliling Santorini dengan Budget Backpacker

Hi semuanya! Bulan Mei yang lalu gue habis balik dari Yunani! Gue masih ga percaya sih bisa menginjakkan kaki di negara yang bisa gue bilang wishlist ini. Tujuan gue ke Yunani adalah tentu saja ke Santorini dan Athena! Tadinya pengen eksplor yang lain kaya Mykonos, tapi karena keterbatasan biaya, dua ini aja udah cukup menyenangkan hati gue.

Gue dapet tiket Paris-Athena-Santorini-Athena-Paris dengan total harga 210 Euro. Paris-Athena dan Athena-Santorini naik Aegean Air (maskapai Yunani tapi oke punya), Santorini-Athena, Athena-Roma dan Roma-Paris dengan Ryan Air. Kenapa gue transit dulu di Roma? Karena tiket Athena-Roma dan Roma-Paris jauh lebih murah daripada tiket Athena-Paris langsung. Sebenernya kalo lagi low season banget, semua tiket di atas bisa dijangkau dengan harga 150 Euro.

Hari ke-1: Berangkat dari Paris

Gue berangkat dari airport Paris Charles-de-Gaulle tanggal 17 Mei 2017 sekitar jam 10 malam bareng sama temen gue Anin. Jadi travelling ke Yunani kali ini gue bakal berdua sama Anin, non-stop, kecuali hari terakhir dia musti balik duluan karena ada kuliah. Si Anin ini sebenernya satu kampus sama gue di UI, tapi baru suka ngobrol pas sama-sama di Prancis. Itu juga ga pernah ngobrol yang tatap muka, biasanya cuma lewat whatsapp. Pernah sekali nginep di rumah dia, eh dianya ga ada hahaha. Jadi trip kali ini bener baru pertama kali kita ngobrol langsung hahaha.

Kitapun naik Aegean Air menuju Athena, pertamanya agak takut juga karena belum pernah denger Aegean Air. Ternyata itu maskapainya Yunani dan ternyata servisnya mayan oke, dikasih makan minum segala, ga kaya low cost carrier pada umumnya. Mungkin emang ini maskapai bukan low cost kali ya. Kita sampai di Athena sekitar tengah malam, kemudian transit sekitar 4 jam untuk melanjutkan perjalanan ke Santorini. Dari Athena ke Santorini gue kira bakal naik Olympic Air, versi kecilnya si Aegean, dan dia pake baling-baling. Ternyata engga tuh, kita tetep dinaekin Aegean, mungkin banyak yang mau ke sana kali. Di airport cuma berhasil tidur sejam, di pesawat ga bisa tidur sama sekali, karena ketakutan haha. Norak ya gue, ngaku2 traveler, tapi naik pesawat nervous berat hahaha.

Hari ke-2: Athena-Santorini (Fira, Oia)

Kita pun sampai di Santorini pukul 6 pagi. Kita langsung naik bus dari airport menuju Fira, hostel tempat kita menginap. Bisnya cuma 1.7 Euro, memakan waktu hanya 10 menit. Bis ini persis kaya di Indonesia, ada keneknya yang mintain duit ke penumpang satu-satu. Kesan pertama sampe di Yunani, rasanya beda sama Prancis dan negara Eropa lain. Keliatan, negara ini belum semaju itu, ya maklum, Yunani itu paling rendah GDP-nya di Uni Eropa, mana kemarin habis bangkrut ini negara. Kadang gue suka bilang “Eropa miskin” hehehe. Tapi kalo negara miskin justru malah menguntungkan buat traveler kere kaya gue, apa-apa murah haha.

Habis dari terminal bus Fira, kita langsung jalan kaki ke hostel, namanya Fira Backpacker. Hostel ini letaknya strategis banget, cuma 5 menit jalan kaki dari halte bus Fira. Dan ternyata terminal bus Fira ini adalah pusatnya bus2 berkumpul, jadi mau naik bus ke mana aja di Santorini, musti lewat Fira. O iya, FYI, Santorini itu nama pulau, bukan nama kota. Kota paling gedenya adalah Fira. Nah kalo kota yang suka di foto2 itu namanya Oia.

Sampai di Hostel Fira Backpacker, kita nitipin tas ransel di sana. Terus kita sempet tidur gitu dua jam di ruang tengahnya, karena belum bisa check ini, masih kepagian. Tapi mayanlah bisa tidur sebentar. Hostel ini paling murah di Santorini, harganya 15 Euro. Well, sebenernya ada sih hostel yang lebih murah, sekitar 7 Euro, tapi letaknya di Perissa dan itu jauh gitu kemana2 aksesnya. Itu gue dapet 15 Euro buat malam pertama, buat malam kedua jadi 19 Euro, kayanya gara2 weekend. Ada juga kan hostel murah di Santorini? Ga perlu deh nginep di resort2 mahal hahha.

Sekitar jam 10 pagi kita berangkat ke Oia, rasanya udah ga sabar liat kota yang di gambar2 itu. Kita naik bus selama 30 menit dari Fira ke Oia (1.7 Euro). Pemandangan sepanjang jalannya cantik luar biasa, sebelah kanan langsung laut Aegean yang biruuuuu banget! Sampai di Oia, kita langsung jalan mengikuti kemana kaki melangkah. Oia itu kotanya beneran cantiiiiiik banget. Lebih cantik daripada di foto. Gue amaze sendiri gitu bisa menjejakkan kaki di situ. Jalanannya itu dari marbel warna putih, dinding2 bangunan kebanyakan warna putih bersih. O la la. Cantikkkkk banget! Tujuan kita ke Oia adalah mencari 3 dome biru yang ada di foto2. Agak susah loh nyarinya, belum ditambah penyakit gue saat jalan2 kambuh, sakit perut! Huh, ampun dah, ini sakit perut ga bisa tunggu ntar pas gue pulang ke rumah aja apa ya.

Webp.net-resizeimage-17

This place is just too good to be true ❤ ❤

Webp.net-resizeimage-4

Now I have one more favorite destination.

Webp.net-resizeimage-2

Those 3 picturesque blue domes ❤

Webp.net-resizeimage-5

The sea is just sooooo blue!

Webp.net-resizeimage-3

Setiap sudut kota ini bener-bener cantik ❤

Sekitar jam 5 sore, kita balik dari Oia menuju Fira. Karena kita belum tidur cukup semalem, jadi pengen cepet2 balik dan tidur aja di hostel. Bis menuju Fira kali itu bener2 ramai. Kita sampai berdiri di tangga bagian bawah, deket sama pintu tengah. Asli itu ga enak banget, jadi kan emang kontur jalanannya berkelok-kelok, rasanya pusing banget ditambah kita ga bisa liat apa-apa, karena di bawah. Jendelanya ga keliatan.

Sesampainya di hostel, kita langsung check in dan tidur! Itu baru jam 6 sore tapi gue sudah terlelap kecapekan, jam 11 malam pun gue bangun sebentar sekitar sejam, lalu tidur lagi sampai keesokan harinya. Oh, malam yang indah.

Hari ke-3: Red Beach dan Sunset di Oia

Hari ini kita bangun jam 9! Hahaha. Setelah puas tidur semalaman, gue pun mandi, lalu makan siang pizza bekas kemarin hahaha. Setelah itu kita berangkat ke Red Beach! Tentunya naik bus dari Fira. Enak deh tinggal di Fira, akses kemana2 mudah. Seandainya kita tinggal di Oia, kita musti ke Fira dulu baru bisa ke tempat2 lain. Hahhaa. *gaya lu cun, kaga mampu juga tinggal di Oia hahaha* Bis dari Fira ke Red Beach memakan waktu sekitar 30 menit dengan harga 2.2 Euro (ga tau gue kenapa yang ini lebih mahal).

Di Red Beach, kita diturunin di dekat situs purbakala Akrotiri, dari situ kita musti jalan kaki ke Red Beach. Perjalanan dari situ sampai ke Red Beach kira2 30 menit jalan kaki. Di ujung, medannya agak curam, karena isinya batu-batu semua. Musti ati2 pas di sini. Red Beach ini bentuknya lebih ke tebing daripada pantai, tebingnya itu yang warnanya merah. Ada pantai, tapi pasirnya sedikit dan kurang nyaman buat leyeh-leyeh. Tapi lautnya bener2 bagus, warna biru tua dan di tengah2nya ada gradasi biru muda. Cakep deh!

Webp.net-resizeimage-6

Red beach. Di samping kanan keliatan batu-batunya yang berwarna merah.

Webp.net-resizeimage-8

Tampak dekat.

Habis itu kita melanjutkan perjalanan ke Akrotiri, situs purbakala yang letaknya di deket tempat bis. Karena kita adalah pelajar Uni Eropa, maka masuk ke dalam sini gratis. Nah, curangnya adalah, di loket itu ga ditulis kalo buat pelajar Uni Eropa gratis, jadi kalo lo ga tau, lo pasti bakal ngira lo bayar. Untungnya gue udah sempet dikasi tau temen, jadi tau kalo itu gratis. Hoho.

Di Akrotiri ini ada peninggalan bangunan Yunani jaman dulu yang udah tinggal sisa-sisanya. Sisa-sisa bangunan ini ada di dalam satu ruangan, jadi dia ga outdoor. Gue udah bayangin aja dia bakal outdoor kaya di Pompeii (Italia) taunya ga. Indoor dan menurut gue ga gede-gede amat.

Webp.net-resizeimage-7

Tiket gratis masuk Akrotiri.

Habis itu kita duduk-duduk di luar sambil menunggu bis datang. Lanjut dari sini, kita bakal balik ke Oia lagi untuk melihat sunset. Kita musti naik bis dulu ke Fira, untuk kemudian ke Oia. Sampai di Oia jam 6 malam, kita makan dulu di restoran murah no 1 di Trip Advisor bernama Pito Gyros. Pito Gyros ini letaknya deket sama tempat turun bis di Oia dan di belakang sekolahan (met nyari deh, di sana kaga ada nama jalannya haha). Di sini gue makan Pork Gyros (Gyros itu kaya sejenis pita tapi kecil) seharga 3 Euro sudah termasuk French Fries. Di Yunani, kalo mau ngirit, bisa beli gyros atau souvlaki seharga 2-3 Euro. Bahkan di restoran gede pun kadang suka jual gyros seharga 3 Euro loh. Porsinya emang ga gede2 amat, tapi cukup buat gue. Dan ada macem2, ga cuma babi, tapi ada yang ayam juga. Pito Gyros ini bener2 enak. Recommended banget dah! :DD

Habis itu kita turun ke bawah tebing, ceritanya mau liat teluk bernama Amoudi Bay. Tapi baru 30 menit jalan kita menyudahi perjalanan itu, karena kecapekan, keliatannya pantainya biasa aja dan kita musti ngejar sunset di Oia Castle. Oke lah, langsung kita meluncur ke Oia Castle tempat orang-orang pada nunggu sunset. Kita sampai di Oia Castle jam 19.30, padahal sunsetnya baru jam 20.30. Omg, di situ udah penuh sesak orang yang nunggu sunset, dan di situ dingin bangeeet, angin lagi kenceng2nya. Akhirnya terpaksa kedinginan sejam sambil nunggu sunset, untung akhirnya dapet duduk.

Webp.net-resizeimage-10

Kumpulan orang-orang yang menunggu sunset. Ini masih sebagian kecil.

Webp.net-resizeimage-9

Sunset in Oia Castle ❤

Habis itu kita pun pulang ke Fira. Menikmati malam terakhir di Santorini *rrrr supposed-to-be*.

Hari ke-4: Perissa Beach

Di Santorini, selain ada Red Beach, ada juga yang namanya Black Beach. Black Beach itu ada 2, satu namanya Perissa, satu namanya Kamari. Gue memutuskan ke Perissa, karena tempatnya lebih populer di kalangan travel blogger. Tadinya pengen ke dua-duanya, tapi setelah diliat-liat sama aja. Jadi dah pilih salah satu. Perjalanan dari Fira ke Perissa memakan waktu setengah jam dengan bis (2.2 Euro)

Perissa ini bener2 pantai guede banget, buat leyeh2 dan berenang. Beda sama Oia yang emang tempat turistik banget dan juga beda sama Red Beach yang bertebing-tebing. Ini pantainya landai, ya kaya pantai2 di Bali gitu, cuma warnanya item. Ga item2 banget lah, abu-abu tua. Gue sama Anin pun memutuskan untuk menikmati waktu hari ini, leyeh-leyeh di pantai seharian. Kita pun duduk di payung, lalu mesen makan (kali-kali makan yang agak mahalan dikit -padahal mah ga mahal juga, dibagi dua sama Anin hahaha). Gile leyeh2 ini rasanya kaya lagi di Gili Trawangan, well, lautnya bagusan Gili sih, tapi suasananya mirip2. Dan ga rame juga kaya di Bali.

Webp.net-resizeimage-11

Leyeh-leyeh di Gili Trawangan eh.. Black Beach.

Waktu menunjukkan pukul 4 sore dan kamipun cabut dari nikmatnya udara pantai. Kami berencana menjelajah kota Fira sebelum berangkat ke bandara jam 10 buat naik pesawat ke Athena. Fira ini ternyata cantik juga, dia punya tempat di mana kita bisa liat bangunan putih berjejer mirip kaya di Oia. Kece deh! Untung kita sempet2in ke sini. Selain itu di Fira juga ada cable car buat turun ke tebing dan melihat teluk di bawah. Tapi karena budget gue terbatas, jadilah gue ga naik cable car. Gue pikir juga teluknya bakal sama aja kaya yang di Oia.

Webp.net-resizeimage-15

Cakepnya si Fira.

Puas menjelajah Fira, kita pulang ke hostel untuk nge-charge, ngambil tas lalu ke airport naik bis. Malem itu rasanya dingiiiiiiin banget. Dan gila-nya, airport Santorini itu kecil banget (kaya airport di Papua!) dan turis yang dateng banyak banget. Jadilah kita ngantri check in sampe luar2, astajimmm! Mana gue kebelet pipis, mati lah gue. Setelah nunggu di luar sejam, gue ga tahan lagi, akhirnya gue minta ijin ke wc sama petugasnya, eh ternyata dibolehin, yaaa tau gitu dari tadi aja. Gubrak. Dan ternyata juga, sebenernya karena kita udah online check-in dan ga punya bagasi, kita bisa langsung masuk tanpa ngantri di luar kaya gitu. Huff. Akhirnya kita udah masuk, duduk ngemper di bawah, karena tempat duduk udah penuh dan bandaranya sesak!

Waktu menunjukkan pukul 00.30, seharusnya kita sudah boarding di pesawat Ryan Air menuju ke Athena. Muka orang-orang udah mulai gelisah. Jam 01.00, belum ada tanda apa-apa. Jam 01.30 terdengar pengumuman yang kira-kira isinya begini “Pesawat Ryan Air menuju Athena dicancel dan dimundurkan jadi besok malam jam 02.30 karena cuaca buruk”. WHAT THE F*CK? Omg jinx apa lagi ini, Tuhan. Gue kira perjalanan kali ini bakal lancar2 aja tapi ternyata ada kesialan. Gue kira jinx gue saat traveling udah berenti (buat kalian yang suka baca blog ini pasti tau travel gue penuh dengan jinx hahaha), ini malah muncul lagi saat di Yunani. Gue udah pasrah, mau nangis ga bisa, udah pasrah lah. Terus tiba2 ada penumpang yang nanya gini ke pihak Ryan Air “Ini bakal dikasih akomodasi ga kita?”. Baru deh, pihak Ryan Air-nya bilang iya, terus disuruh ngantri buat dikasih hotel. Omg, kalo tadi ga ada yang nanya si Ryan Air ga bakal bilang kalo kita dapet akomodasi. Dia bakal ngebiarin kita luntang lantung. Maskapai macam apa ini grrrrh. Tapi yaudahlah, untung akhirnya dapet akomodasi. Sebenernya diantara kesialan ini, kita masih cukup beruntung, karena kita ga punya flight sambungan di Athena. Banyak orang yang punya flight sambungan dari Athena dan kalo flightnya itu bukan Ryan Air, tiket mereka bakal hangus, belum lagi orang-orang yang musti kerja karena keesokan harinya itu Senin.

Kita pun dapet akomodasi di hotel bernama Kalma, kita disediain shuttle bus buat ke hotel itu. Hotelnya sih, liat di google, bintang tiga. Alhamdullilah. Ngerasain juga akhirnya nginep di hotel yang nyaman hahah. Backpacker naik pangkat. Yah walopun kalo boleh milih gue tetep milih flight ke Athena saat itu sih, biar jatah jalan2 gue di Athena ga berkurang.

Hari ke-5: TIDUR SEHARIAN

Berhubung kita baru sampe hotel jam 3 malam, jadilah kita baru bangun jam 10 pagi. Gue pun langsung sarapan, muter liat2 hotel, terus tidur lagi hahaha. Sampe sekitar jam 4 gue bangun. Terus kita mandi dan cari makan malam di luar. Ketemu lah dengan restoran yang menjual gyros persis di depan hotel hahah langsung cus. Makanan murah favoritku. Habis itu kita ke supermarket bentar, terus leyeh2 lagi di depan kolam renang hotel.

Webp.net-resizeimage-12

Penampakan Hotel Kalma. Bagus ya! Sayang, letaknya ga di pinggir pantai.

Webp.net-resizeimage-14

Gyros, makanan favorit backpacker. Dia kaya kebab tapi dalemnya ada french friesnya. Harga around 2-3 Euro.

Jam 10 malam kita dijemput dengan Shuttle Bus menuju ke bandara. Kali ini udah tau triknya, jadi gausah ngantri lagi di luar. Tapi tetep aja di dalem pake drama, yang musti ngeprint tiket lagi lah, pindah pindah konter lah, sampe akhirnya bisa masuk ke ruang tunggu beneran. Hati ini belum selesai deg-degan sampe naik pesawat. Masih takut bakal dicancel lagi. Gimana kalo dicancel lagi coba? Gw pengen meninggalkan Santorini! Hiks.

Alhamdullilah, malam itu kita berhasil terbang, penumpang pun jauh berkurang dari malam sebelumnya. Kayanya banyak yang udah berangkat duluan. Perjalanan dari Santorini ke Athena itu cuma setengah jam, tapi itu berasa jadi setengah jam terlama dalam hidup gue. You know what? Sepanjang jalan turbulence lumayan parah, dan cuacanya itu lagi ujan, di kejauhan keliatan kilat-kilat. Sumpah, itu ngeri banget. Gue sama Anin berdoa sepanjang jalan, kita udah takut ga nyampe Athena dengan selamat. Ngeri banget. Kayanya ini perjalanan pesawat paling ngeri sepanjang hidup gw. Tapi Puji Tuhan, kita bisa sampai Athena dengan selamat. Omg, nangis rasanya pas landing, bersyukur banget.. Akhirnya sampai juga di kota bernama Athena, setelah banyak cobaan menuju ke sini.

Webp.net-resizeimage-16

Finally.. Bye Santorini! Such an amazing place to see! ❤

Christmas 2016 in The Netherlands

Masih di libur natal yang sama, gue juga jalan-jalan ke Belanda, tapi jalannya ga nyambung dari Belgia. Jadi habis dari Belgia gue pulang dulu ke Orléans hari Sabtu untuk kerja, lalu hari minggunya gue pergi natalan di Belanda! Hahaha. Tadinya gue kira minggu gue juga bakal masuk kerja, tapi karena natal, semua buruh pabrik diliburkan, lol.

Hari ke-1: Paris-Den Haag-Leiden

Gue naik flixbus tanggal 25 Desember dari Paris ke Den Haag dan di sana dijemput oleh temen gue, Melita! Selama 6 hari ini gue bakal tinggal di rumahnya Melita di Leiden. Si Melita ini adalah temen organisasi gue di UI. Dia anak Psikologi 06 dan berangkat S2 ke Belanda di saat yang bersamaan dengan gue, September 2015. Selama di Belanda gue bakal muter-muter kereta pake kartu OV Chipkaart yang udah diisi sama Melita. Kartu ini bisa ditop up dari rekening bank dan digunakan untuk transportasi dalam kota dan antar kota di Belanda.

leiden

Dateng-dateng dibuatin rendang sama Melita ❤

Hari ke-2: Den Haag

Hari ini kita menghabiskan siang dengan ikutan acara makan-makan natalan KBRI di pinggiran kota Den Haag yaitu Rijswick. Gile, baru kali ini semenjak gue di Eropa gue liat orang Indonesia sebanyak itu. Semua orang Indo tumpah ruah di hall tempat acara berlangsung. Gw langsung mikir, Belanda ini emang Indonesia banget ya, wkwk. Makanannya pun buffet, segala macam makanan ada dari nasi kuning, sate, ati ampela sampai kerupuk keriting. Bahkan ada somay yang udah keabisan, macam di kondangan aja somaynya abis. Di sana juga sempet adegan nari poco-poco dll, seru deh pokoknya. Malemnya, gue, Melita, Aan (temen UI juga yang tinggal di Den Haag) dan temen-temennya nongkrong2 di Den Haag. Udah lama juga ga nongkrong macam gitu hahaha, ketawa2 sampe puas padahal baru kenal juga tapi kaya udah kenal lama wkwk. Sayangnya, penyakit gue kambuh, apalagi kalo bukan radang tenggorokan. Kena makanan Indonesia yang berminyak dan santan aja langsung kaya gitu. Hufff. Alhasil malam itu gue kesakitan, agak demam juga dan besokannya bangun siang buat istirahat. Sedih rasanya, bukan cuma karena sakit, tapi karena baru hari kedua di Belanda dan belum puas-puasin makanan Indonesia, tapi udah sakit. Kayanya sih selain faktor makanan, gue kecapekan juga, jalan-jalan dan kerja non stop mana musim dingin pula. O iya, FYI, gue emang di Indo anaknya udah sering kena radang tenggorokan, bukan gara2 tinggal di sini terus jadi ga bisa kena makanan Indo. Cuma kayanya emang karena di sini udah jarang banget makan berminyak, bersantan dan ber-MSG jadi lebih rentan. Kasian ya gue T___T

den haag

Sama Melita dan Aan di pusat kota Den Haag ❤

Hari ke-3: Leiden

Hari ini bangun siang terus dimasakin sama Melita. Terus ketemu sama Aan buat muter2 Leiden. Kita baru jalan sore, karena gue masih sakit dan butuh istirahat banget, jadi baru bisa eksplor sore. Huff rasanya ga enak banget, penyakit ini datang di saat yang tidak tepat, saat gue mau happy happy sama temen2 gue dan makan banyak makanan Indo (yang pastinya berminyak dan bersantan) Huff.

Leiden ini kotanya kecil, jadi kita bisa jalan kaki muterin kota. Meskipun kecil tapi kotanya cantiiik dan homey banget. Gue seneng di sini. Terus pas lagi ada Christmas Market juga jadi lebih rame. Di Leiden kita jalan-jalan keliling kota dengan highlight utamanya ke sebuah benteng bernama Burcht van Leiden, dari sini kita bisa melihat pemandangan kota Leiden dari atas, dengan view gereja Hooglandse Kerk. Di sini juga ada taman tempat kita bisa duduk-duduk dan bersantai.

Webp.net-resizeimage-3

Di salah satu sudut kota Leiden yang banyak kanalnya.

Webp.net-resizeimage-4

Me in a cute door with Christmas decoration.

Webp.net-resizeimage-5

Duduk-duduk di deken Burcht van Leiden

Webp.net-resizeimage-6

Leiden Christmas Market at night

Puas keliling Leiden, kita diajak ke tempat nongkrong favoritnya Melita di Grand Cafe Vlot. Cafe ini terletak di tengah-tengah kanal dengan viewnya yang ciamik. Di sini kita pesen hot chocomel, cokelat khas Belanda yang rasanya uenak. Rekomended deh nongkrong di sini.

Webp.net-resizeimage-7

Chocomel with Whipped Cream. Nyam. (Photo by Aan)

Habis dari sini kita makan malam lagi ke Den Haag, kita makan soto mie di Warung Mini, sama temen2nya Aan dan Melita. Warung Mini ini cukup ramai dan buat dapet duduk kita musti ngantri. Di sini kita makan soto mie yang porsinya beneran mini, sesuai nama warungnya, tapi tetep enak. Harganya 4.5 Euro untuk porsi kecil dan 6.5 Euro untuk porsi 1L.

Webp.net-resizeimage-8

Soto mie di Warung Mini

Hari ke-4: Den Haag

Hari ini geng kita bertambah, ada Niken Psiko UI 08 yang kuliah di Dublin, Irlandia dan Dimas Fasilkom UI 10 yang kuliah di Darmstadt, Jerman. Lengkaplah sudah geng nge-trip kali ini. Hahah. Geng kita ini semuanya anak KMK yang kebetulan kuliah di Eropa. Dulu kita deket karena satu organisasi KMK UI. Lucu ya, mana jurusannya beda semua gitu lagi. Melita Psiko 06, Aan FE 09 dan gue sendiri FIB 06 haha. Seru deh jalan sama mereka, berasa kaya pulang ke “rumah”. Secara temen gue di Prancis pada saat itu juga ga banyak dan ga sedeket itu, jadi berasanya seneng banget. Ditambah makan makanan Indonesia. Berasa ga mau pulang dari Belanda lol.

Setelah kita ber-5 berkumpul di Den Haag, kita langsung makan siang All You Can Eat restoran Indonesia yang bernama Si Des. Saat itu gue belum sembuh, tapi bodo amat, kapan lagi makan makanan Indo buffet dengan harga 9.5 Euro! Langsung gas! Menunya ga sebanyak pas acara KBRI kemarin sih, tapi cukup lah. Ada nasi kuning, ayam goreng, sate, sambel goreng ati, bakwan, lumpia, dll. Gile nulisnya aja sambil ngeces gue. Rasanya sih sebenernya biasa aja, tapi sebiasa-biasanya makan Indo mah tetep luar biasa buat gue hahaha. Selesai makan, di luar, ga sengaja kita ketemu sepupu sama tantenya Aan, terus sepupunya yang namanya Elisa ikut jalan-jalan sama kita.

Webp.net-resizeimage-9

Finally full team! Yeayyy! (Ki-ka: Cuni-Elisa-Niken-Dimas-Aan-Melita)

Di Den Haag kita muter-muter keliling kota dengan highlightnya ke Binnenhof, dia kompleks bangunan tua gitu yang digunakan untuk kantor pemerintahan dan juga ada gereja. Pusat kota Den Haag juga bisa dikelilingi dengan jalan kaki. Usai keliling kota, kita ke supermarket Asia yang banyak produk Indonesia-nya, gue beli teh kotak, krupuk, dll. Malamnya kita rencana makan di Pempek Elyssa (gue udah ngidam banget makan pempek!) tapi sayangnya hari itu tutup T_______T. Akhirnya kita makan malam di rumah Aan, makan makanan Indonesia yang dibuat oleh tantenya Aan. Terus malemnya, kita nongkrong lagi di luar..

Webp.net-resizeimage-10

Den Haag, campuran antara bangunan tradisional dan modern. Banyak gedung-gedung tinggi.

Webp.net-resizeimage-11

Binnenhof, pusat kota Den Haag

Webp.net-resizeimage-12

Di Belanda warna bangunannya coklat kaya gini semua ❤

Webp.net-resizeimage-13

Patungnya di-eek-in burung 😀

Hari ke-5: Zaanse Schans dan Amsterdam

Hari ini gue masih dalam keadaan sakit, yang tambah parah karena kebanyakan angin-anginan malam hari dan sebodo amat makan gorengan. Rute kita kali ini adalah ke kota bernama Zaanse Schans di mana banyak terdapat kincir angin yang dikelilingi danau. Tempatnya itu deket sama Amsterdam, jadi agak jauh dari Leiden. Oiya, kemarin malem, gue sama Niken di tempat Melita terus Dimas di tempat Aan nginepnya, karena ga mungkin 1 rumah ber-5.

Zaanse Schans ini bagus banget! Kota kecil yang dibuat sedemikian rupa kaya taman besar dengan kincir angin dan danau. Wajib ke sini kalo ke Belanda! Sayang, udaranya dingin luar biasa dan udah menunjukkan di bawah 0, jadi kita agak menggigil gitu di sana. Di sana ada hot chocolate dengan marshmallow yang enak banget, lumayan buat menghangatkan badan. Kita juga sempet naik ke atas salah satu kincir angin, yang udah dibuat museum, HTM-nya 4 Euro.

Webp.net-resizeimage-14

Welcome to Zaanse Schans, the temperature now is below zero degrees.

Webp.net-resizeimage-15

Berkabut gitu, tapi tetep lucuuuuu ❤

Webp.net-resizeimage-16

Rumah rumah ijo di Zaanse Schans

Webp.net-resizeimage-17

Hot chocolate with marshmallow. Must try!

Webp.net-resizeimage-18

Muka muka nahan dingin 😀

Puas di Zaanse Schans kita ke Amsterdam. Gue dulu sebenernya udah pernah ke Amsterdam, jadi di sini gue ga ambisius pengen liat apa-apa hahaha. Gue cuma foto-foto rumah lucu di depan kanal, nungguin anak-anak yang mau liat Sex Museum (gue sama Melita ga masuk, duduk di kafe sebelahnya), terus kita muter-muter Amsterdam sampe akhirnya beli KFC buat makan malam. Karena KFC di Eropa ga ada nasinya, jadi kita beli bungkus doang terus makan di rumah Aan pake nasi. Yippie! O ya, gue juga dapet surprise bonus pempek dibeliin tantenya Aan, ternyata si tante beliin pempek Elyssa buat gue hari itu. Ahhhhh baik banget si tante! Gue bahagia banget akhirnya ketemu pempek!! ❤

Webp.net-resizeimage-20

Bangunan-bangunan lucu di Amsterdam.

Webp.net-resizeimage-19

Pempek Elyssa! Setelah 1.5 tahun ga makan pempek tuh rasanya bahagia banget!

Hari ke-6: Pulang

Ga kerasa udah 6 hari gue di Belanda dan hari ini gue harus pulang ke Prancis. Niken, Dimas dan Aan masih melanjutkan perjalanan ke Jerman untuk taun baruan di sana, sedangkan gue harus pulang karena gue Sabtu harus kerja! Iya, saudara-saudara, itu hari Sabtu, tanggal 31 Desember dan gue kerja rodi di pabrik. Terus minggunya libur karena taun baru. Jadilah gue ga ikut mereka karena musti kerja.

Gue nyampe kota gue, Orléans itu udah malem, terus gue tepar begitu nyampe kasur dan saat itu sakit gue tambah parah. Guess what? Akhirnya gue terlalu tepar sampe ga kuat masuk kerja huhu. Tumbang juga gue.. Dan FYI, itu gue sakit sampe 3 minggu. Kenikmatan seminggu dibayar sakit 3 minggu. Haha. Yah namanya juga idup, udah bagus lo sembuh, tong! See you! 😀

Itinerary Liburan ke Belgia 5 Hari 4 Malam

Liburan natal lalu gue sempet menjelajah Belgia (dan sedikit Prancis Utara di perbatasan Belgia) selama 5 hari 4 Malam. Waktu itu karena gue kerja pas weekend jadi gue cuma bisa pergi dari Senin sampai Jumat! Ini dia itinerarynya:

Hari ke-1: Sampai di Brussels

Gue naik bus (Eurolines, 18 Euro) dari Paris sampai Brussels-nya udah malam, jadi gue langsung ke rumah host gue. Di Brussels ini gue pake Couchsurfing, jadi urusan menginap, gratis. Host gue ini orang Korea yang agak aneh, tapi ga membahayakan, dia agak geek gitu dan ngomongnya cepet banget. Yang uniknya adalah dia terbiasa ngehost beberapa orang dalam waktu semalam. Pas gue ke sana, gue ber-5 gitu sama tamu-tamunya yang lain.

Hari ke-2: Brussels

Hari ini dihabiskan dengan eksplor Brussels. Pertama gue jalan ke Grand Place, main square-nya Brussels. Lalu muter-muter di pusat kota Brussels. Habis itu ngeliat Manneken Pis yang ternyata kecilllll banget! Hahaha. Zonk dah pas ke sana, bener kata tour guide gue pas di Praha, Mannekin Pis adalah the most overrated attraction in Europe. Haha!  Habis itu gue naik metro ke Atomium, gue cuma liat Atomium dari luar aja, karena kalo masuk harus bayar. Jadi katanya di tiap buletan-buletannya itu ada hall tempat pameran dan juga di puncaknya ada restoran. Malam tiba, gue pun mencoba waffle cokelat khas Brussels dengan cokelat hangat di Mokafe, salah satu cafe kece yang termasuk legendaris dan tua di Brussels. Interiornya kaya berasa di kerajaan, antik deh! Cafe ini terletak di Galeries Royales Saint-Hubert, sebuah shopping centre yang arsitekturnya juga kece berat! Galeries ini letaknya deket sama Grand Place dan mudah ditemuin. Sepulangnya, gue menghabiskan waktu di christmas market, karena waktu itu udah musim natal jadi Christmas Market jangan sampai terlewatkan!

grand place brussels

Grand Place and its Christmas tree

Webp.net-resizeimage (1)

Sisi lain Grand Place

Webp.net-resizeimage (3)

Manneken Piss, the most overrated attraction in Europe

Webp.net-resizeimage (4)

Atomium

Webp.net-resizeimage

waffle cokelat di Mokafe

Ada cerita absurd di malam kedua gue di rumah host gue. Ceritanya tengah malam ada bapak2 ngetokin semua kamar di rumah itu dan mencari-cari si host gue. Diapun kaget melihat banyak tamu di rumahnya. Dia pun kesel dan bilang ke kita semua: “Harusnya ini anak udah ga boleh nge-host lagi. Masih aja terima tamu. Kalian semua besok pagi2 jam 8 udah harus meninggalkan rumah ini ya!” Doenggggg! Untung aja itu malam terakhir kita di situ, kalo besokannya kita masih di Brussels bisa kalang kabut nyari penginapan huff.

Hari ke-3: Brussels-Bruges-Ghent

Hari ini gue pengen liat kota yang namanya Bruges, yang kata orang-orang cantik banget! Buat ke Brugges kita musti naik kereta dari Brussels seharga 14.7 Euro. Sebenernya untuk pilihan yang lebih murah ada juga option lain yaitu Blablacar, kalo bis tidak ada yang rute ini.

Perjalanan ke Bruges memakan waktu sekitar 1 jam. Bruges ini kotanya cukup kecil dan cukup untuk dibuat jalan-jalan seharian. Highlight dari Bruges adalah Main Square-nya yang bernama Markt, di sinilah terdapat bangunan warna-warni yang kaya di instagram hihi. Di sini juga ada Christmas Market, jadi ga bisa terlalu banyak foto bangunan lucu karen kehalang sama stand-stand Christmas Market.

Webp.net-resizeimage (5)

Main Square-nya Bruges yang warna-warni

Webp.net-resizeimage (6)

Lucu ya kotanya, banyak kanal-kanal gitu.

Kalo udah mampir Belgia, jangan lupa juga makan Belgian French Fries dengan mayonaise-nya yang banyak. Gue cukup dengan makan siang itu, lalu duduk di resto kecil di sana sambil liat orang lalu lalang.

Malamnya, gue naik kereta ke Ghent, tempat host couchsurfing gue selanjutnya tinggal. Kereta dari Bruges ke Ghent lebih murah, karena jaraknya lebih dekat sekitar 30 menit. Harganya 7 Euro. Gue pun turun di stasiun Gent St Pieter untuk menunggu temen gue si Agnes, temen UI yang tinggal di kota kecil deket Ghent. Kita bakal dinner bareng di restoran Indonesia yang ada di Ghent. Namanya adalah Gado Gado. Tempatnya bagus dan harganya cukup mahal (menurut gue). Tapi malem itu si Agnes berbaik hati nraktir gue, mayanlah rejeki anak kos. Makasih Nes! Malam itu gue memesan nasi rendang yang rasanya enak banget! Hihi.

Webp.net-resizeimage (7)

Cuni, Agnes dan makanan Indonesia ❤

Habis makan malam sama Agnes gue pulang ke rumah host couchsurfing gue, cowok Belgia. Rumahnya cukup gede dan orangnya baik banget!

Hari ke-4: Ghent

Hari ini dihabiskan dengan eksplor Ghent. Jujur, sebelumnya gue ga tau keberadaan kota ini. Tapi karena temen gue yang rekomendasiin gue ke host couchsurfing ini bilang kalo dia ada temen di Ghent, gue baru kepikiran mau ke sini. Gue liat gambarnya di google ternyata lucu juga dan jaraknya dekat dengan Bruges, jadilah gue ke sini.

Ternyata, kota Ghent ini bagus! Ukurannya lebih besar dari Bruges tapi lebih kecil dari Brussels, sedang lah. Di sini gue jalan-jalan ke pusat kotanya di daerah Torens dimana berjejer gereja dari St Niklaaskerk sampai St Baafskathedraal. Lalu gue juga ke Vrijdaag Market, untuk makan french fries (lagi!), serta menelusuri daerah Graslei dan Gravensteen. Gue waktu itu berjalan mengikuti peta ini, jadi semua tempat bisa dijelajahi!

Webp.net-resizeimage (8)

Bangunan model begini dan kanal lagi ❤

Webp.net-resizeimage (9)

Pusat kota dan Christmas Market Ghent

Di malam harinya, gue berjalan-jalan sama host gue ngeliatin Christmas market dan melihat pemandangan malam kota Ghent. Host gue baik bener karena dia nemenin gue jalan kaki sambil nenteng sepedanya haha. Malam itu diakhiri dengan main board games di rumahnya yang bernama Carcassone. Seru juga ternyata main board games haha!

Hari ke-5: Ghent-Lille-Paris

Hari ini gue meninggalkan Belgia untuk kembali ke Prancis, sebelum pulang gue mampir dulu ke Lille, kota besar yang terletak di perbatasan Belgia dan Prancis. Di sana gue ada temen UI yang namanya Cinta. Gue naik blablacar dari Gent ke Lille seharga 7 Euro. Perjalanan memakan waktu sejam.

Di Lille gue makan siang opor ayam buatannya Cinta hihi, habis itu kita jalan-jalan di pusat kota Lille menelusuri Grand Place dan Christmas Market-nya serta muter-muter di daerah situ selama 2 jam. Sore-nya gue pun pulang ke Paris naik bis (Flixbus, 15 Euro)!

Webp.net-resizeimage (10)

Bangunannya mirip-mirip di Belgia ya.

Webp.net-resizeimage (12)

Sama Cinta (nama sebenarnya) di depan Pohon Natal

Webp.net-resizeimage (11)

Grand Place-nya Lille

Overall, perjalanan ke Belgia ini cukup menyenangkan. Kalo kalian cuma pengen jalan ke satu kota aja di Belgia, saran gue, jalanlah ke Bruges, jangan ke Brussels. Ga ada apa-apa di Brussels. Hehe.

Jelajah Maroko (2): Chefchaouen dan Tangier

Setelah puas menjelajahi Marrakesh dan Gurun Sahara, saatnya gue beralih ke tujuan lain yaitu Chefchaouen! Chefchaouen adalah yang paling gue tunggu-tunggu dari perjalanan ini. Gue sampe bela-belain nempuh perjalanan dengan total 12 jam naik bis demi ngeliat Chefchaouen.

Hari ke-6: Marrakesh-Casablanca-Chefchaouen

Untuk mencapai Chefchaouen dari Marrakesh, bisa menggunakan 3 moda transportasi, yang pertama kereta api, yang kedua bus, yang ketiga taxi. Naik taksi itu paling ideal kalo travellingnya rame-rame, jadi share budget. Kalo sendirian kaya gue, kalo ga kereta ya bis. Gw memilih bis karena harganya lebih murah, bisa dibeli online dan jarak tempuhnya ga beda jauh dari kereta. Selain itu website CTM, nama bus yang gue naiki juga mudah untuk diakses. Gue harus naik bis dari Marrakesh ke Casablanca, lalu melanjutkan dari Casablanca ke Chefchaouen, karena itu satu-satunya bis yang bisa mencapai Chefchaouen dari Marrakesh. Dari Casablanca ke Chefchaouen itu cuma ada sekali sehari jadi ga ada pilihan lain selain ngikutin jam keberangkatan. Gue berangkat dari Marrakesh jam 6.45 di stasiun bis. Gue naik taksi ke stasiun bis dari deket hostel seharga 7 Euro. Bis ini seharga 85 Dirham (8.5 Euro) dan estimasi sampai Casablanca sekitar pukul 10.00. Bis menuju Chefchaouen baru ada pukul 13.30 jadi gue harus menunggu di Casablanca sekitar 3 jam. Bis tersebut bakal sampai di Chefchaouen sekitar pukul 20.00. Jadi kira-kira perjalanan yang ditempuh dari Marrakesh-Chefchaouen selama 11 jam belum termasuk transit. Luar biasa! Hahaha. Oya, harga tiketnya 140 Dirham (14 Euro).

CTM ini bisnya cukup besar dan bagus, bahkan menurut gue lebih bagus dari bis antar kota di Indonesia, tempat buat selonjorin kakinya cukup luas, mungkin disesuaikan dengan postur tubuh orang Maroko yang besar. Di stasiun bisnya ada semacam kantin, jadi kita bisa beli makan di situ kalo laper. Jujur, perjalanan naik bis ini cukup membuat gue deg-degan awalnya, karena kali ini gue bener-bener sendiri, ga ada grup tur, ga ada temen gue jadi beneran sendiri. Terus gue mikirnya bisnya kaya bis antar kota Indo gitu banyak abang-abang. Secara abang-abang di Marrakesh kerjaannya godain mulu kan, jadi was-was. Well, ternyata ga seserem bayangan gue sih. Bisnya bagus dan orang orangnya keliatannya behave, mungkin karena bis ini jatuhnya bis eksekutip alias cukup mahal haha.

Gue sampai di Casablanca pukul 10.00 tapi karena kena macet di dalam kota Casablanca, gue baru nyampe stasiun sekitar 40 menit kemudian! Gile udah lama ga ngerasain macet, asli ini macetnya kaya di Jakarta yang bener-bener berhenti gitu. Sekilas liat Casablanca, kota ini bener-bener kota gede dan modern. Pantesan macet wkwk.

Gue pun sempet menjelajahi kota Casablanca karena penasaran bentuknya kaya apa. Gw naik tram sampe ke ujung halte tram yaitu di pantai. Gue penasaran bentuk pantainya kaya apa. Yah taunya gitu doang, biasa. Hahaha. Kaya pangandaran gitu sih bentuknya, tapi ini beneran masih di dalam kota. Di sana gue sempet ketemu pasangan kakek-nenek Indonesia, so sweet banget, kakeknya kaya udah susah jalan gitu terus pake tongkat. Tadinya sempet mau nyapa, eh merekanya keburu ngeloyor duluan haha. Di Casablanca ini gue jg beli street food sejenis kebab gitu harganya cuma 1 Euro, rasanya ga enak sih hahah ga masalah, yang penting makan.

 

img_8583

Pantai di Casablanca yang B aja!

 

Habis muterin Casablanca, gue naik bis lagi untuk melanjutkan perjalanan ke Chefchaouen, di bis ini banyak turis asing yang juga mau ke sana. Ada satu kejadian lucu-ngeselin di perjalanan gue ke Chaouen. Jadi kan gue turun ke restoran buat beli makan malam, terus diajak ngobrol pake bhs Prancis sama pelayannya, eh begitu dia tahu gue orang Indonesia, terus dia bilang ”Will you marry me?” What the f*ck? Gile orang pertama yang ngelamar gue adalah orang lewat di Maroko. Ya gue bilang aja ”Engga.” Trus dia jawab.. “Why? Indonesia and Morocco”. Heh? Udah gila apa mau nikah cuma gara2 gue orang Indonesia, dikira gue orang yang bisa langsung diajak taaruf gitu kali ya. Hahaha. Terus yaudah, gue tinggal pergi aja, bisnya udah mau jalan juga dan makanan gue udah jadi tinggal dibawa. Jadi gitu sodara-sodara, kalo di Maroko, kalo lo ngaku orang Indonesia, mereka seneng banget, kaya ketemu sodara jauh. Mungkin karena dianggap sama-sama negara Islam (Yah Indonesia emang bukan negara Islam sih, tapi orang-orang di luar sana menganggap kita negara Islam, FYI). Gue pernah sekali karena cape ngaku orang Indo, gue bilang aja orang Prancis hahhaa, ajarannya si Miss B itu (toh orang Prancis juga banyak yang asli Asia), langsung mereka diem. Hahaha. Takut kayanya sama negeri penjajahnya 😛

Akhirnya gue nyampe di Chaouen jam 8 malam dan langsung patungan taksi sama turis lain, jadi gue bayarnya cuma 1 Euro.

Hari ke-7: Chefchaouen

Gue menginap di hostel bernama Riad Baraka yang harganya 10 Euro per malem. Hostelnya bagus, lebih kecil dari Marrakech Rouge tapi lebih terawat dan teratur. Pas bangun pagi gue langsung naik ke atas rooftop hostel ini, pengen liat pemandangannya seperti apa. Ternyata seperti ini, sodara-sodara! Best hostel rooftop I’ve ever in only with 10 Euro!

 

img_8608

Pemandangan dari rooftop hostel seharga 10 Euro gue! Masih muka bantal bodo amat, yang penting pas ada yang motoin! #nasipsolotraveler

 

Seharian itu gue eksplor Chefchaouen, diawali dengan makan siang di Beldi Bab Ssour, salah satu restoran rekomendasi Trip Advisor. Dan bener aja, rasanya enak banget dan cukup bersahabat di kantong. 1 makanan harganya sekitar 3-5 Euro! Dalam 2 hari di Chaouen, gue 3 kali ke tempat ini sangking enaknya! Hahaha.

Chaouen itu kotanya kecil, jadi kalo udah di Medina (pusat kota)-nya biarkan saja diri kalian get lost. Kalian akan menemukan spot-spot terbaik untuk foto. Dimana-mana biru, jalanan biru, rumah biru, pintu biru! Bener-bener blue city deh nih kota. Kerennnnnn abisss! Belum pernah gue liat kota sebiru ini! Kaya di foto-foto instagram, walo tetep bagusan di foto daripada aslinya hahaha.

 

img_8678

Tempat foto favorit para turis!

 

img_8704

Pintu-pintunya biru semua!

img_8832

Dagangan di pinggir jalan yang ditata sedemikian rupa

img_8835

Menuju salah satu hostel (bukan hostel gue!)

 

Cuni Candrika

It’s literally blue everywhere! I’ve never seen a city this blue in my life! ❤

 

Selain ke pusat kota, tempat yang harus dikunjungi adalah Spanish Mosque. Jadi ini kaya masjid di atas bukit (masjidnya udah ga kepake lagi sih), tempat kita bisa melihat kota Chefchaouen dari atas. Keren abis! Naik ke sini sekitar 30 menit dari Medina. Dan di sinilah gue dilamar untuk kedua kalinya.. Jeng Jeng Jeng! Jadi begini ceritanya, gue lagi anteng di atas bukit sepi, ngeliatin rumah-rumah lucu dari atas. Tiba-tiba ada 2 cewe Jepang naik, yang diikuti oleh seorang pria Maroko, yang gue sangka guide-nya. Lama lama kok aneh, nih cewe2 kaya mau kabur dari si cowo ini dan gelagatnya cowo ini juga aneh. Si cewe2 Jepang pun naik agak ke atas buat duduk, gue juga dalam keadaan duduk tapi di batu bawah, tiba2 si pria ini nyamperin gue. Perasaan gue ga enak dan gue pura-pura ga bisa bahasa Prancis biar ga diajak ngomong. Dia pun ngajak ngomong gue pake bahasa tubuh, dia nunjuk-nunjuk ke gue, terus ke 2 cewe itu, terus nunjuk ke jari manisnya dia. Which is artinya, dia mau ngajak kita bertiga nikah, OMFG! Kali ini gue bukan cuma dilamar tapi diajak poligami, OMG. Gue pura-pura ga ngerti tapi si cowo itu tetep kekeh dan memperagakan hal yang sama selama 10 menit, sampe akhirnya dia berlutut di depan gue!! OMG, udah kaya di pilem pilem cowo berlutut ngelamar cewe. Pemandangannya bagus banget sih, kalo di setting udah keren tuh, asal ga ditunjukin muka cowonya aja LOL. Gue akhirnya udah kesel banget dan gue cuma bilang ”No!” sambil nunjukkin ekspresi marah, akhirnya dia pergi dengan sedih. Yah tau gitu ma dari tadi aja gue tolak, gausah pake pura-pura ga tau. Kebiasaan orang Indonesia dibawa-bawa sih, ga enakan.. Oya, fyi, di situ cuma ada kita bertiga doang jadi sebenernya agak serem juga. Tapi untungnya tuh cowo ga ngapa2in gue haha. Setelah kejadian itu, gue samperin si cewe2 Jepang dan gue cerita sama mereka kalo kita diajak nikah. Mereka langsung kaget dan akhirnya kita malah ketawa-tawa. Akhirnya si cewe2 ini jadi travelmate gue seharian itu haha.

 

img_8745

Si dua cewe Jepang di Spanish Mosque.

 

Hari ke-8: Chefchaouen-Tangier

Hari ini gue naik bis CTM ke Tangier pukul 15.15 dan sampai di Tangier pukul 18.00 (harga bis 45 Dirham). Sebelum gue pergi, gue sempet kesel sama yang punya hostel. Jadi kan gue check in jam 11 pagi, nah habis gue check-in gue ga boleh nunggu di lobby gtu, gue diusir. Aneh bgt, mentang2 gue ga nitip tas sama mereka (kalo nitip tas musti bayar) terus mereka usir gue. Yang jaga resepsionis kali itu beneran yang punya, kayanya orang Jerman. Nah kemarin2annya itu yang jaga bukan dia, anak2 muda gitu dan orang2 yang nunggu di situ dibolehin, lah ini gue malah diusir gitu dengan titipan ga enak. Asli, kesel. Akhirnya mau ga mau gue pergi dan nunggu di depan resto Beldi Bab Ssour sampe mereka buka untuk makan siang. Habis itu baru jalan-jalan, bawa ransel gue yg mayan berat! Berdasarkan pengalaman, jarak ke stasiunnya ga gtu jauh, jadi gue memutuskan untuk jalan kaki kira2 20 menit ke stasiun.

Perjalanan di bis cukup lancar tanpa ada yang ngajak kawin, akhirnya sampe juga di Tangier. Ternyata kotanya kota besar dan kota pantai gitu, kaya Nice. Di sini emang tempat dimana turis-turis dari Spanyol masuk, mereka naik kapal buat nyebrang dari Tarifa ke Tangier. Malem itu, setelah makan seafood di restoran Rif Kebdani yang juga jadi unggulan di Trip Advisor, gue jalan-jalan dikit menuju ke Kasbah, semacam benteng yang mengelilingi kota Tangier, untuk melihat pemandangan pelabuhan di malam hari. Di Tangier ini orang-orangnya ga beda jauh sama Marrakesh, gue sepanjang jalan di panggil2in, tapi karena gue udah tau triknya, yaitu berjalan cepat tanpa liat kanan kiri, jadi agak berkurang yang manggilin.

 

img_8837

Seafood Plater di Rif Kebdani. Harganya 10 Euro. Di Prancis ga bakal dapet harganya segini, makanya begitu liat langsung beli. It reminds me of Indonesian seafood ❤

 

Hari ke-9: Tangier-Paris

Karena flight gue jam 1 siang dan gue udah janjian sama tukang taksi yang kemarin nganter ke hostel, untuk ke Bandara jam 11, jadi gue ga punya waktu banyak buat eksplor Tangier. Gue udah pergi dari hostel dari jam 8 pagi buat memanfaatkan momen-momen terakhir gue di Tangier. Gue jalan-jalan lagi ke Kasbah, lalu muter ke Place du 9 Avril sambil beli sarapan dan akhirnya ke pantai. Pantainya ini bagus banget, kaya di Nice. Sayang, orang-orangnya ngebuat ngelus dada. Di pantai ini hampir semuanya cowo dan gue kena catcalling habis-habisan tanpa bisa kabur. Sampe ada segerombolan cowo yang ngehadang gue terus manggil gue ”Ni Hao!”. Omg, ini bener2 lebih parah dari pas di Marrakesh, karena kalo di Marrakesh kebanyakan yang manggil2 itu pedagang yang maksa, tapi kalo di sini beneran cowo-cowo yang dengan sengaja manggil buat godain cewe. Omg. Gue cuma bisa sabar dan bilang sama diri gue sendiri ”Sebentar lagi ini semua berakhir dan lo akan kembali ke negara dimana2 orang2nya ga peduli sama keberadaan lo.” Baru kali itu gue merasa bersyukur tinggal di Prancis. Selama ini gue suka ngutuk2 Prancis karena orangnya yang rese dan ga peduli, tapi ternyata mending digituin daripada dipanggilin tiap 5 meter sekali. Travel itu bener-bener menyadarkan kita tentang indahnya rumah ya. Dengan ke Maroko, gue disadarkan akan menyenangkannya Prancis, sementara dengan ke Prancis gue diingatkan akan menyenangkannya Indonesia 🙂

 

img_8845

Tangier di pagi hari. Di seberang sana terlihat benua Eropa 😀

fullsizerender-4

Rumah-rumah putih di Tangier

img_8895

Pemandangan dari rooftop Hostel gue (Hostel Melting Pot: 10 Euro per malam)

 

Sebelum gue keluar dari hostel, ada kejadian ajaib, ternyata resepsionisnya saat itu adalah cowo Indonesia. Dia hidupnya nomad, setelah 6 bulan kerja sambil jalan-jalan di India, sekarang dia 3 bulan kerja sambil jalan di Maroko dan next-nya dia bakal ke Amerika Selatan. Sayang, gue ga bisa ngobrol banyak sama dia karena sudah ditunggu supir taksi buat ke bandara.

Bicara tentang supir taksi, gue kira tadinya supir taksi gue baik, ramah, dll. Kita udah sepakat bayar 10 Euro buat ke bandara, eh pas nyampe bandara dia minta tambahan lagi 2 Euro. Duh, emang susah ye mau berbaik sangka di Maroko haha.

Dan dengan pulangnya gue ke Prancis (flight Tangier-Paris 50 Euro naik TUI airline), berakhir lah perjalanan super seru gue ke Maroko. Perjalanan yang meninggalkan kesan benci tapi cinta. Benci karena orang-orangnya, tapi cinta karena pemandangannya yang luar biasa. Dan ternyata banyak juga traveller yang mengalami perasaan yang sama kaya gue, they have love-hate relationship with Morocco. Hahaha. Buat gue Maroko, selain pemandangannya yang bagus juga mengingatkan gue pada Indonesia: suara adzan, toilet jongkok, dan banyak hal lainnya. I miss my home more after travelling to this country.

 

Cuni Candrika (1)

Kuliner Maroko. Kiri ke kanan, searah jarum jam: Brochette, Couscous, Kefta, Tagine. My favorite of course Brochette alias sate! 😀

 

Sebelum selesai gue mau kasih tips buat kalian yang mau ke sini (terutama cewek2):

  • Jangan pernah percaya sama orang Maroko, sedikitpun bantuan yang mereka berikan, mereka pasti minta imbalan di akhir, biasanya imbalannya sih duit, tapi ada juga yang minta nomer telepon kita haha. Sampe anak kecil aja nyeberangin kita di sungai, ujung-ujungnya minta duit, yaelah dek. Gue sih ga ada masalah ya kalo mereka minta duit, tapi mbok ya bilang di awal, kalo kaya gini kan kesannya mau nolong, tapi ujung-ujungnya malah minta duit.
  • Kalo lagi liat-liat di pasar, usahakan jangan berhenti ngeliatin barang di satu toko, mereka bakal dengan agresifnya nyuruh kita masuk dan beli. Liat aja sekilas lalu jalan. Gue kena beberapa kali kaya gini, pernah suatu kali gue ga jadi beli karena mahal, eh yang jualan super bete. Siapa suruh manggil2 gue? Wek.
  • Jangan pernah foto ular di Medina-nya Marrakesh kecuali udah siap dimintain duit. Gue foto ular dari jarak 10 meter aja bisa ketawan dan orangnya nyamperin minta duit. Selain ular, foto pertunjukan apapun juga jangan, karena mereka pasti minta duit.
  • Buat cewe-cewe, jangan memberikan kontak mata pada cowo-cowo sana, sebisa mungkin keliatan cuek aja dengan tatapan-tatapan lapar mereka. Dan juga jangan hiraukan catcalling. Buat gue yang orang Indo mungkin udah biasa kena catcalling, walaupun jauuuuuh lebih sedikit dari Maroko, tapi buat Miss B dia bener2 kaget haha. Tampaknya Botswana lebih ramah untuk wanita.
  • Dan jangan pake pakaian yang menunjukkan aurat meskipun musim panas sekalipun. Sekali lagi, gue sih udah biasa ya di Indo, tapi Miss B pake baju yang keliatan dadanya dikit udah mulai diliatin dan dia bertanya2 apa yang salah dengan bajunya.
  • Dalam keadaan nyasar sekalipun berusahalah untuk tidak terlihat nyasar karena itu jadi sasaran empuk buat orang bantu guide kita dan ujung-ujungnya minta duit.
  • Kalo emang lewat di tempat yang banyak cowo (which is hampir semua tempat 90% cowo dan cewe2 Maroko jarang banget di luar rumah), berjalanlah secepat mungkin, untuk menghindari panggilan2 mereka

Overall, Maroko adalah negara yang menakjubkan, tapi kalo kamu adalah cewe yang baru pertama kali solo traveller, sebaiknya jangan deh. Kalo gue udah sering solo traveller jadi udah tau trik-trik dan common sense-nya 🙂

 

img_8685

Shukran, Maroko!

 

Jelajah Maroko (1): Marrakesh dan Gurun Sahara

Bulan Februari lalu gue berkesempatan jalan-jalan ke Maroko. Ceritanya, waktu itu gue dapet libur winter break dari kampus selama seminggu. Karena winter kemarin lagi dingin-dinginnya, gue memutuskan untuk pergi ke daerah selatan. Kalo ada yang ceriwis nanya, “Kok liburan mulu, kapan kuliahnya?”, liburan mahasiswa di kampus Prancis itu ada banyak, tiap 2 bulan sekali kita dapet libur seminggu. Enak kan? Hahaha. Kuliah di negara Eropa lain juga ga bakal segitu banyaknya, cuma di Prancis doang haha. “Terus duitnya dari mana?” Ya kerja part-time lah, usaha jungkir balik. Ga ada tuh ceritanya gue minta duit ortu, ga bakal dikasih. Orang emak gue aja ngomel2, ” Ngapain jalan-jalan mulu, duitnya ditabung”. Aduh, susah mak, kalo emang jiwanya suka berkelana ga bisa disetop hahahah. Terus ada yang bilang lagi, “Tapi kan jalan-jalan mahal..” Haha. Yang nanya kaya gitu pasti ga pernah ngerasain jalan sama gue, yang iritnya minta ampun. Yang memilih tidur sama orang asing daripada tidur di hostel. Yang memilih beli sandwich di supermarket daripada makan di restoran semurah apapun. Yang kadang musti ngenes makan bekal di taman sementara travelmate gue makan di dalem restoran. Yah kalo gue punya duit sih gue ga bakalan segila itu, tapi duit gue terbatas, jadi ya harus ada yang dikorbanin. Dan buat gue yang dikorbanin itu kenyamanan traveling. Maap ye, postingan kali ini diawali dengan curhat, habis kadang gemes aja kalo ada yang bilang “Duh, hidup lo enak banget ya jalan-jalan mulu.” Haha, pengen gue sautin “Jalan-jalan itu cuma 5 persen dari hidup gue. Sisanya ya, perjuangan. Ga tau kan susahnya gimana hidup di negeri orang, kuliah, bolak-balik kerja part-time yang kerjaannya dipecat mulu, jauh dari temen-temen dan keluarga, ga bisa makan enak. Ga tau kan gimana harus legowo-nya ngadepin orang Prancis yang super rese. Ga tau kan udah berapa puluh kali gue nangis di sini. Ga tau kan kalo gue bisa turun 15 kg dalam waktu setahun itu bukan karena diet, tapi karena stress. Belum lagi semua masalah yg ga bisa diceritain 1-1. Kalo semuanya gue posting di sosmed, yang ada gue dianggap Drama Queen.” Haha. Gw bukannya ga bersyukur kuliah di Prancis, gw bersyukur banget banget bisa kuliah di luar negeri plus jalan-jalan keliling Eropa, cuma kuping gue panas aja denger omongan2 orang yang deket sama gue aja kaga. Oke cukup misuh-misuhnya, sekarang beneran cerita tentang Maroko.

Sebenernya gue pengen ke Maroko itu udah lama, sejak gue liat postingan instagram @pergidulu tentang Chefchaouen. Gw kepincut sama si kota biru tersebut, keliatannya cantik banget. Habis itu gue baca-baca tentang Maroko kok ada gurun Sahara juga, makin pengen gue ke sana. Sekitar bulan Desember gue memutuskan untuk pergi ke Maroko di saat liburan Februari, karena timingnya pas, sekalian kabur dari winter. Dan gue pas ada duit juga gara2 kemaren habis kerja rodi di salah satu pabrik di kota gue haha. Gue biasanya cuek bebek pergi sendirian, tapi setelah baca blog2 solo female traveler tentang Maroko, kok serem ya. Banyak review jelek tentang Maroko dan dibilang ga aman buat solo female traveler. Akhirnya gue mulai cari temen buat pergi ke sini. Gue mulai tanya beberapa orang yang kuliah di Prancis, karena kemungkinannya mereka juga punya libur seminggu di bulan Februari. Tapi kadang libur tiap kota beda-beda, jadi susah juga nyocokinnya. Gue tanya banyak orang, ga ada yang bisa, entah alasannya dana, waktu, atau ga tertarik ke sana. Sampe akhirnya ada temen sekelas gue orang Botswana (Miss B) yang mau ikut, tapi dia cuma pengen ke Marrakesh dan Sahara; sedangkan gue juga pengen ke Chefchaouen dan Tangier. Tapi gapapalah, mending ada temen buat beberapa hari daripada ga ada sama sekali. Ternyata, ada untungnya juga punya paspor Indonesia, kita bisa ke Maroko bebas visa, sedangkan Miss B harus bayar visa 120 Euro ke Maroko! Gila ya, padahal 2-2nya sama-sama negara Afrika. Udah gitu, dia cuma dpt visa 10 hari! Karena dia udah cukup keluar banyak duit, akhirnya dia memutuskan untuk ke Marrakesh aja dan tidak ke Sahara. Jadilah gue cuman 2 hari bareng sama dia, sisanya solo traveling!

Hari ke-1: Tiba di Marrakesh

Gue terbang ke Marrakesh dengan menggunakan 2 flight: Paris-Madrid dengan maskapai Vueling dan Madrid-Marrakesh dengan maskapai Ryan Air. Harga tiket keduanya kalo ditotal 70 Euro. Gue sampai di Marrakesh tengah malam, jadi gue memesan taksi dari hostel tempat gue menginap, Hostel Marrakesh Rouge. Biaya taksi dari bandara menuju hostel sekitar 15 Euro. Biaya hostelnya sendiri kira-kira 10 Euro semalam. Gue pilih hostel ini karena ratingnya cukup tinggi di trip advisor dan dia menyediakan trip ke sahara. Gue memesan dorm untuk 6 orang. Kamarnya cukup oke, walau disayangkan satu kamar cuma ada 2 stop kontak. Jadi agak ngeri gimana gitu kalo naruh hape buat dicharge semalemen, tapi hapenya ga ada di sebelah kita. Untungnya, orang2 di kamar gue ga ada yang jahat.

Hari ke-2: Marrakesh

Hari ini gue dan Miss B puas-puasin keliling Marrakesh, karena ini hari terakhir kita bersama. Besok kita sudah berpetualang sendiri-sendiri hiks. Karena hostel kita letaknya sudah di Medina (pusat kota), maka tujuan pertama kita adalah ke main square, jantung kota Marrakesh berada. Nama main square ini adalah Jemaa el-Fna. Hari pertama di Maroko rasanya bener-bener ajaib. Percaya ga percaya gue bisa menjejakkan kaki di Afrika, tepatnya di Maroko dengan kultur Timur Tengahnya yang kental. Rasanya kaya ada di dunia lain! Bener-bener beda dari Eropa dan Asia! Gw sempet terharu gitu. Hihi.

Jemaa el-Fna ini bener-bener rame. Semua tukang jualan tumpah ruah di situ, dari jualan baju, tas, aksesoris, jus jeruk, sampe foto sama kera juga dijual di situ! Tapi sayang, tukang jualan itu beberapa licik. Kaya misalnya kalo kita foto ular, mereka minta duit tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Dan mereka juga agresif dan maksa. Berapa kali kita dipanggil-panggil dan disuruh beli dagangan mereka dengan agak maksa. Dan tatapan mereka itu bener-bener kaya ga pernah liat cewe. Catcalling everywhere. Omg, sekarang gue ngerti kenapa dibilang agak menyeramkan buat solo female traveler. But then, I have my friend.. gue bisa belajar gimana cara bersikap dulu di hari pertama, untuk latihan solo traveler sesungguhnya di keesokan harinya.

Selain ke Jemaa el-Fna, kita juga ke Masjid Koutoubia dan El Badi Palace. El Badi Palace ini bener-bener bagus, recommended deh. Dari sini kita juga bisa melihat kota Marrakesh dari atas, kelihatan bangunannya hampir semua berwarna pink, lucu! Hihi. Selain jalan, kita sempet nyobain juga snack khas Maroko (1 Euro-an) yang mirip kaya lumpia Indonesia (tapi sayang ga ada rasanya!) dan juga makan Brochette atau sate (6 Euro, tergantung resto). Gue seneng banget nemu sate ini, mana rasanya enak. Berasa kaya lagi makan sate Indo!

Kayanya sehari ga cukup buat eksplor Marrakesh, masih banyak yang gue belum liat kaya Majorelle Garden dan Bahia Palace yang katanya super bagus. Hiks!

fullsizerender-12

Salah satu pintu di masjid Koutoubia

fullsizerender-15

Gegayaan di El Badi Palace

img_8236

Miss B dengan kera pertamanya! Hihi. Ada pembicaraan absurd dengan tukang kera. Awalnya dia bilang kita bisa bayar berapapun seikhlasnya, eh giliran kita kasi 10 Dirham (1 Euro) dia minta ditambah lagi, alhasil kita tambah lagi. Dasar orang2 Maroko ini ya..

img_8274

Salah satu sudut di El Badii Palace. Cakep yak!

img_8289

El Badii Palace dilihat dari atas ;D

img_8307

Senengnya tiba2 ketemu sate di Marrakesh. Langsung masuk ke restonya lalu makan! Hihi. Btw itu tusuknya dari besi gede banget.

img_8312

Pelangi menjelang sunset di Jemaa el-Fna.

Hari ke-3: Marrakesh-Ait Benhaddou-Ourzazate-Dades Gorge

Saatnya petualangan menuju gurun Sahara dimulai! Gue mengambil paket Sahara Tour 3 hari 2 malam dengan tujuan Mergouza seharga 80 Euro dari hostel Marrakesh Rouge. Sangat disarankan untuk membeli tur dari hostel karena lebih murah daripada membeli tur di tempat terpisah. Dan gue juga menyarankan, untuk memilih Mergouza, dibanding Zargoza yang cuma 1 malam, karena pemandangannya jauhhh lebih bagus.

Setelah sarapan kita langsung berangkat dari hostel jam 7 pagi. Satu grup isinya sekitar 15 orang, dimasukkin ke dalam satu van, sejenis elf gitu. Grup gue isinya bermacam2 bangsa, dari Amerika, Kanada, Itali, Portugal, Swedia, Prancis, Cina, dan tentunya Indonesia! Tujuan pertama kita adalah ke kota tua Kasbah Ait Benhaddou, kota yang sangat cantik, tempat syuting film-film seperti Kingdom of Heaven, Prince of Persia, Gladiator, Games of Thrones dan masih banyak lagi. Sebelum sampe ke kota tua ini, kita melewati pegunungan atlas yang bersalju dan pas bgt saat itu lagi turun salju. Omg, indah banget, ga nyangka bakal ketemu salju di perjalanan menuju Gurun Sahara.

Habis dari Ait Benhaddou kita ke Ourzazate dan juga ke Rose Valley yang super ciamik. Malamnya kita menginap di penginapan di daerah Dades Gorge, dan surprisingly jauh lebih bagus dari hostel kita di Marrakesh haha! Gue ga nyangka juga sih bakal nginep di penginapan, gue kira bener bakal 2 malem di tenda gitu, ternyata cuma semalem doang di tendanya! Haha.

img_8567

Pegunungan Atlas yang bersalju. Bener2 ga nyangka banget nemu salju di perjalanan ke Sahara!

img_8321

Ait Ben Haddou, MAGNIFICENT!

img_8403

Rose Valley

Hari ke-4: Dades Gorge-Todra Gorge-Erg Chebbi

Setelah bermalam di Dades Gorge, kita melanjutkan perjalanan dengan berhenti dulu di dekat situ untuk melihat pemandangan Dades Gorge yang indah. Gorge itu adalah ngarai atau canyon, kaya semacam lembah tapi bagus banget. Habis itu kita ke kampung Berber untuk melihat kehidupan orang Berber dan di situ mereka juga menjual karpet hasil kerajinan mereka. Orang2 bule di grup gue pada demen liat karpet itu dan akhirnya beli. Sementara gue ga beli apa2, selain ga ada duit, karpet kaya gitu juga banyak di Indonesia haha. Ada satu hal lucu yang terjadi di sini, temen2 bule gue menggunakan wc jongkok untuk pertama kalinya! Hahaha. Mereka kayanya struggling bener sama itu wc, sementara gue, gara2 pake wc itu gue jadi rindu kampung halaman hahaha. Sempet kagok juga pas jongkok lagi setelah 1.5 tahun ga pake wc jongkok hahaha!

img_8440

Ke kampung Berber, masuk ke rumah sang penjual karpet.

Habis dari kampung berber kita ke Todra Gorge. Ini tempat juga kerennya ampun-ampunan. Ada sungai gitu di tengah ngarai dan ada jalan raya di samping sungai yang bisa kita lewatin. Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore, akhirnya kita sampai juga di ujung Gurun Sahara yang bernama Erg Chebbi (Mergouza). Deretan unta yang diikat satu sama lain sudah menunggu kita untuk ditumpangi. Jadi kita akan naik unta selama 1 jam untuk menuju tengah gurun sahara dan bakal tidur di tenda di situ. Naik unta itu beda sama naik kuda. Kalo kuda kan kita naikin dia pas dia lagi berdiri, nah kalo unta dia kaya duduk dulu biar kita bisa naikin, terus pas kita naik dia baru berdiri. Tingginya lebih tinggi dari kuda dan kalo posisi duduk kita ga bener, selangkangan kita bisa sakit kena punuk untanya. Hihi. Pengalaman naik unta di padang pasir itu rasanya luar biasa. Menakjubkan! Gw berkali-kali meyakinkan diri gue kalo ini bukan mimpi. Bener-bener unbelievable! Rasanya tenang banget ngeliat besarnya gurun dan warna oranye kecokletannya yang sangat cantik! Gue bersyukur banget dikasi kesempatan buat ngerasain itu. Setelah satu jam menaiki unta, akhirnya sampai juga kita di tenda. Mana gue pake acara jatuh gelundungan lagi pas jalan turun ke arah tenda hahaha. Bikin malu aja.

img_8456

Di perjalanan menuju Todra Gorge, bersama tour guide yang paling ramah.

img_8481

Akhirnya ketemu juga sama Gurun Sahara. Indah luar biasaaaaa!

img_8483

Foto dulu sama onta!

img_8500

Subhanallah.. indahnya!

Habis taruh barang, kita melihat sunset di tengah gurun. Gue berasa agak sepi gitu sih, karena gue kan sendirian dan orang2 udah ada pasangan atau grupnya masing-masing. Tapi ya udahlah, yang penting udah bisa nyampe sahara hihi. Habis itu kita makan malam dengan hidangan Tagine khas Maroko. Setelahnya, kita berkumpul di luar di sekitar api unggun untuk menyanyi bersama2 orang Berber. Ada salah satu orang bawa gitar juga di grup gue, jadilah makin rame. Orang2 yang menginap di tenda itu ada sekitar 50 orang. Rame juga. Gue ketemu sama rombongan mahasiswa Singapur yang lagi kuliah di Prancis haha. Dan seperti biasa, pertanyaan khas orang Asia adalah “Kok kamu travelling sendirian?” dan jawaban gue cuma “Why not?” Hahaha.

Sekitar jam 11 kita semua masuk ke tenda masing-masing untuk tidur. Tidur di tengah gurun sahara itu rasanya dingin! Gue pake selimut 2 lapis buat menghalau kedinginan yang ada. O ya, FYI.. di sana ga ada toilet, jadi kalo mau pipis atau pup tinggal jongkok aja di tengah-tengah gurun, terus kalo udah selesai ditimbun deh pake pasir hahah kaya kucing ya.

Hari ke-5: Erg Chebbi-Marrakesh

Jam 5 pagi kita udah dibangunin untuk naik unta menuju ke start point keberangkatan di deket van. Jadi lah dalam kondisi gelap gulita gue berjuang buat bisa naik ke unta, dan berusaha seimbang di atas unta biar ga jatuh sepanjang 1 jam perjalanan. Unta yang kali ini beda sama unta yang gue naikin pas pertama kali. Badannya lebih gede, dan lebih susah dikendarainnya, dia goyang-goyangnya ekstrem sampe gue beberapa kali mau jatuh Huhu. Untung gue bisa sampe tujuan dengan selamat. Begitu turun unta, matahari sudah menampakkan wajahnya dan kita pun bergegas sarapan. Habis itu, kita balik ke van dan menghabiskan seharian perjalanan untuk pulang ke Marrakesh.

Overall, komentar gue terhadap trip Sahara yang diadakan oleh Marrakech Rouge Hostel ini:

  • Tripnya recommended, itinerarynya lengkap dan pemandangannya bener-bener menakjubkan dari berangkat sampai pulang. Harganya juga bersahabat di kantong.
  • Sayang, tripnya ga mencakup makan siang. Gue sih ga ada masalah kalo makan siangnya diturunin di resto yang harganya normal. Lah ini, tiap kali makan diturunin di resto mahal yang harganya 10 Euro sekali makan. Sementara harga makanan normal di Maroko itu berkisar antara 3-5 Euro. Mati lah budget traveler kaya gue. Udah ga mungkin cari resto lain juga di deket2 situ.
  • Dan trip ini juga tidak mencakup tips untuk guide. Di situ kita dipandu sama sekitar 4 guide, satu tempat 1 guide. Jadi tiap guide musti dikasih tips. Kalo dapet yang guidenya baik sih enak ya kita juga iklas ngasinya. Lah kadang ada guidenya yang ga helpful terus ujung2nya matok harga buat ngasi tips. Beuh.
  • Sama satu lagi, staff di tenda ga ada ramah2nya sama sekali. Jutek, kaya ga niat ngasi servis. Terus malem2 pas kita udah mau tidur mereka malah berisik ketawa-ketawa sendiri di sebelah tenda.
  • Walau begitu gue cukup puas sih ikut trip ini, di luar komplain-komplain minor yang gue utarakan. Gue juga ga yakin kalo ikut trip lain hasilnya bakal lebih baik. Hehe.

Oke, segitu dulu postingan kali ini. Nantikan seri ke-2 postingan Maroko gue tentang Chefchaouen dan Tangier yang ga kalah seru! 😀

img_8528

Nikmat mana yang kamu dustakan, Cuni?

40 Hari di Eropa Tengah: Frankfurt

Yeayyyy, akhirnya sampai juga di bagian terakhir seri postingan gue ”40 Hari di Eropa Tengah”. Setelah 8 bulan lamanya berkutat dengan ini postingan dan struggle dengan niat dan juga waktu. Huff! Finally I did it and I will move on to next story hahaha. Oke, jadi bagian terakhir dari postingan ini gue akan menceritakan soal Frankfurt, destinasi penutup di rangkaian perjalanan gue di Eropa Tengah. Sebenernya gue ke sini cuma buat ketemu temen-temen doang, dan lagi.. gue pernah ke sini sebelumnya, around winter 2015. Daripada gue ceritain tentang proses ketemu temen2 gue mending gue langsung aja cerita tempat-tempat yang bisa dijajal selama di Frankfurt ya! Oh ya, fyi.. di kota ini gue nginep tempat temen jadi akomodasi gratis dan gue mendapat tiket Megabus dari Munchen ke Frankfurt seharga 1 Euro! Sisa-sisa tiket Megabus terakhir sebelum akhirnya gulung tikar dan merger sama Flixbus, huff.

So, what to visit when in Frankfurt?

1. Romer

Ini adalah main square-nya Frankfurt, di mana banyak bangunan khas Jerman yang motifnya kotak-kotak dan super cantik! Romer ini tadinya adalah city hall-nya Frankfurt selama 600 tahun. Sekarang bangunan ini lebih digunakan menjadi bangunan serbaguna milik pemda setempat.

img_5589

Romer, ikon Frankfurt

2. Frankfurt Cathedral

Katedral bergaya gothic ini terletak di pusat kota Frankfurt dan didedikasikan untuk Santo Bartholomeus.

img_5607

3. Alte Oper

Alte Oper adalah bahasa Jerman dari gedung Opera tua. Bangunan yang tadinya gedung opera ini sekarang digunakan sebagai tempat konser. Bangunannya kece dan terdapat square di depannya yang disebut Opernplatz.

img_5632

Bareng Nany, temen yang gue inepin kali ini, di depan Alte Oper

4. Eurotower

Kalo kalian suka liat foto lambang Euro yang gede banget, itu dia letaknya di depan tower ini. Gedung ini digunakan sebagai European Central Bank, yaitu bank sentral untuk Uni Eropa. Bangunan  ini terletak di Willy-Brand-Platz di Central Business District-nya Frankfurt. Kalo kita jalan kaki dari stasiun ke pusat kota, pasti bakal ngelewatin bangunan ini.

img_6504

5. Main River

Sungai Main membelah kota Frankfurt menjadi dua bagian. Sungai ini juga menjadi asal muasal pemberian nama Frankfurt-am-Main, yang artinya Frankfurt di sungai Main. Di pinggir sungai ini kita bisa duduk duduk cantik sambil menikmati pemandangan. Gue sendiri waktu itu ngobrol sama temen2 di sini sambil makan currywurst super pedas (belinya di kedai Best Worscht in Town (jalan Grueneburgweg 37). Dia jual currywurst dengan berbagai level kepedasan gitu, dan gue ga nyangka yang gue pesen bakal pedes banget hahaha).

img_5610

Sungai Main di kala senja

img_5616

Bareng anak-anak Frankfurters! Ada Nany, temen SMA gue; Nandha, temen organisasi waktu di fakultas; sama Dimas, temen organisasi tingkat UI. Lengkap deh! Haha.

Kayanya cuma itu aja yang bisa gue ceritain dari Frankfurt, gue ga terlalu eksplor banyak karena keasikan menghabiskan waktu sama temen-temen gue 🙂

 

img_5582

Auf Wiedersehen, Frankfurt!

 

P.S: Untuk itinerary dan rincian biaya perjalanan saya 40 Hari di Eropa Tengah bisa klik link ini.

40 Hari di Eropa Tengah: Neuschwanstein Castle dan Munich

Kalo di Jerman ada 1 tempat yang pengen banget gue liat, tempat itu adalah kastil Neuschwanstein. Kastil ini terkenal banget dengan kastil disney dan salah satu kastil yang paling populer di Eropa. Di penjelajahan ke Eropa Tengah kali ini gue sempatkan mampir ke Munich dan sekalian berkunjung ke Neuschwanstein. Postingan kali ini akan gue bagi menjadi beberapa bagian: Pertama, tentang penginapan gue, The Tent; Kedua, tentang Neuschwanstein Castle; Ketiga, tentang obyek wisata di Munich (atau bahasa Jermannya: Munchen).

THE TENT HOSTEL

Gue naik flixbus dari Salzburg ke Munich seharga 9 Euro. Gw menginap di Munich selama 4 malam, rencana awalnya cuma 3 malam, tapi karena penginapan di Salzburg terlalu mahal, jadilah kita 4 malam di sana. Gw menginap di hostel yang bernama The Tent. Hostel ini memiliki konsep tenda yang sangat unik. Jadi dia memiliki 2 tenda super besar: tenda pertama diisi sekitar 100 bunkbed atas bawah, jadi kita nginep satu atap bersama 100-150 orang, tenda kedua isinya orang-orang yang memilih untuk tidur di matras, bukan di bunkbed. Harganya pun beda, di bunkbed itu 12 Euro dan di matras 8 Euro. Gw memilih untuk tidur di bunkbed selama 2 malam dan di matras selama 2 malam. The tent ini hanya buka dari bulan Juni sampai awal Oktober, saat Oktoberfest. Karena ga mungkin tidur di tenda kalo bukan summer, bisa mati kedinginan tamu2nya. Hahaha. Fasilitas The Tent ini cukup lengkap, ada loker, wifi, kamar mandi, dapur, bahkan restoran kecil untuk breakfast, makan siang dan makan malam dengan harga yang cukup terjangkau. Ada juga hammock dan tempat duduk santai buat leyeh-leyeh di berbagai sudutnya. Kalo malem, kita bs berkumpul di api unggun sambil bersosialisasi sama backpacker lain.

Overall, it was a nice experience until.. the weather ruined it. Malam pertama tidur masih oke, agak berisik karena kebanyakan orang tapi gue masih bs tidur dengan nyaman. Malam kedua, cuaca mulai menggila, gue musti pake selimut berlapis-lapis. Malam ketiga, gue pindah ke matras, si Echa temen gue juga mulai bergabung dan dia yang ngide biar tidur di matras. Itu udaranya makin dingin, musti pake selimut tebel 3 biji dan muka musti ikut masuk ke selimut meskipun susah nafas, kalo ga ya kedinginan. Malam keempat udah merajalela dinginnya. Untung malam terakhir. Di luar 17 derajat tapi dinginnya bener2 gila, meskipun itu summer. Gue sama echa kapok tidur di tenda di Eropa! Hahahha. Udaranya itu yang labil, sebentar panas sebentar dingin ga bisa diprediksi. Tapi overall, gue cukup ngerekomendasiin sih ini hostel, tapi sebelum pesen musti liat cuaca dulu ya. Kalo bisa di atas 20 derajat! Haha.

IMG_5358

Dari kiri atas ke kanan, searah jarum jam: tenda yang isinya bunkbed, tenda yang isinya matras, api unggun di malam hari, tempat buat duduk santai dan leyeh-leyeh di halaman tenda.

 

NEUSCHWANSTEIN CASTLE

Habis cerita soal hostel, gue mau cerita soal Neuschwanstein Castle. Tadinya gue mau ke sini bareng Echa tapi si Echa ga jadi karena duitnya udah abis. Jadilah gue ke sini sendiri. Untuk mencapai kastil ini kita harus naik kereta ke kota Fussen. Gue membeli one-day bayern ticket (tiket ini bisa buat keliling region Bayern) seharga 23 Euro di ticket machine di stasiun tram deket hostel. Sebenernya bakal bisa lebih murah kalo perginya lebih dari seorang. Jadi setiap tambah 1 orang (maksimum 5 orang) cuma nambah 5 Euro. Hemat bgt kalo perginya berlima! Sayang gue cuma sendiri. Haha. Gue naik kereta ke Fussen dari Munich Hbf, keretanya cuma ada sejam sekali jadi harus bener-bener liat jadwal. Oya, tiket ini juga bisa dipake keliling kota, misalnya di kota Munchen. Jadi ga perlu beli tiket lagi buat transport dari hostel ke stasiun.

Untuk masuk kastilnya, kita juga harus membeli tiket dan disarankan membeli tiket online di website ini. Belinya paling lambat 2 hari sebelum keberangkatan, tapi beberapa hari sebelumnya lebih baik. Tidak dianjurkan buat membeli tiket on the spot karena banyak yang keabisan dan gigit jari, padahal udah jauh-jauh ke Fussen.

Perjalanan dari Munchen ke Fussen memakan waktu 2 jam. Pemandangan di sepanjang jalannya bagus banget, banyak bukit2 hijau yang dibangun rumah-rumah. Setelah sampai di Fussen, ikutin aja orang-orang lain, maka sampailah kita di tempat menunggu bus. Kita musti naik bis ini untuk bisa mencapai bagian bawah Neuschwanstain. Bis ini juga dicover dalam Bayern ticket. Setelah 5-10 menit naik bis, sampailah kita di ticket centre. Kita bisa mengambil tiket yang sudah dipesan di tempat ini. O ya, satu tiket harganya 13.8 Euro! Jangan mengantri di tempat orang yang mau beli tiket, ikutin aja petunjuk arah ke tempat pengambilan tiket yang sudah direservasi sebelumnya.

Habis beli tiket, kita punya beberapa opsi buat jalan ke atas: jalan kaki (sekitar 40 menit jalan menanjak), naik shuttle bus (2.60 Euro return) atau naik delman alias kereta kuda (6 Euro buat naik, 3 Euro buat turun). Gw pilih opsi yang kedua, naik shuttle bus. Sesampainya di atas, kita musti naik lagi buat ke istananya. Sebelum mencapai istana, kalian wajib ke jembatan yang namanya Marienbrucke (Mary Bridge), kita bisa liat kastilnya dari tempat ini dan ini bener-bener luar biasa pemandangannya. Puas foto-foto, gue pun naik ke atas menunggu giliran gue untuk masuk kastil (kita udah dapet jam masuk saat pesen tiket sebelumnya).

Tur mengitari kastil menurut gue cukup singkat, kita cuma 30 menit muterin kastil dipandu sama guide yang berbahasa Inggris. Saat di dalam kastil kita tidak diperbolehkan mengambil foto sama sekali, kecuali foto pemandangan di luar kastil. Kastilnya bagus sih, tapi secara interior masih bagusan Versailles hehe. Tapi worth it lah, masa udah jauh2 ke sini ga masuk kastil? Haha. Habis dari kastil gue muter2 di sekitar kastil sampe sore. Habis itu balik ke Munich.

img_5467

Neuschwanstein Castle dilihat dari Marienbrucke. Salah satu pemandangan terindah dalam hidup gue.

img_5524

Pemandangan di akhir tur mengitari kastil

img_5456

Di danau sekitar kastil

 

WHAT TO VISIT IN MUNICH?

Hari-hari lain di Munich dihabiskan dengan mengitari Munich. Berikut beberapa tempat yang harus dikunjungi di Munich.

1. Marienplatz

Tempat ini adalah central square-nya Munchen dan didominasi oleh New City Hall yang bangunannya bagus bangeeet. Sementara Old City Hall-nya ada di sisi lain daerah ini.

 

img_5419

Bareng Echa di Marienplatz. Echa itu temen satu organisasi di UI, yang bedanya 7 tahun (dia lebih muda) dari gue. Kalo ada traveller yang gue kenal dan lebih ngenes dari gue itu adalah Echa. Gue masih makan sandwich supermarket, dia cukup makan siang biskuit. Dia bahkan bela-belain jalan kaki selama hampir sejam dari pusat kota ke hostel biar ga keluar ongkos transport. Hahaha.

 

2. Viktualienmarkt

Sebuah kompleks pasar dimana banyak kios-kios yang menjual babi dan bir khas Bavaria. Hahaha. Surga! Orang-orang pada duduk dan ngobrol-ngobrol sambil makan babi dan bir! Gile gini aja udah rame apalagi pas Oktoberfest! Selain itu juga dijual macam-macam bahan pangan, buah dan sayuran seperti pasar pada umumnya.

 

img_5294

Kedai penjual babi-babian di Viktualienmarkt

img_5286

Nom nom nom~

img_5288

Orang yang duduk-duduk di “food court” Viktualienmarkt ini. Ruamenya!

 

3. Hofbrauhaus

Kalo kalian ada duit lebih dan ga ada masalah dengan makan babi dan minum bir, cobain deh ke Hofbrauhaus, ini adalah tempat minum bir tertua di Munchen. Tempatnya sendiri terdiri dari 3 lantai, dan rame bgt sama pengunjung. Wisatawan dan lokal pada makan di sini, ditemani dengan grup musik khas Bavaria. Gw sendiri ga mencicipi karena terhalang dana, tapi kalo suatu hari gue punya kesempatan balik lagi ke sini dengan dana yang lebih banyak, pasti ga akan gw lewatin!

 

img_5316

Hofbrauhus, tempat minum bir tertua di Munchen

img_5318

Hofbrauhaus tampak dalam. Arsitekturnya bener2 kece!

 

4. Englischer Garten

Melepas penat dari hiruk pikuk kota besar, gue melarikan diri sejenak ke Englischer Garten. Taman ini adalah taman terbesar di Munich dan jadi objek nomer wisata pertama di trip advisor. Kalau udara cerah, kalian bisa coba piknik di sini. Tempatnya cukup menenangkan.

 

img_5387

Sebagian kecil dari Englischer Garten

 

5. Nymphenburg Palace

Cuma beberapa perhentian dari hostel gue, ada sebuah istana di tengah kota Munchen. Namanya Nymphenburg Palace. Istana ini bergaya Baroque dengan bagian taman yang sangat luas.

 

img_5381

Istana Nymphenburg

 

6. Max-Joseph-Platz

Salah satu square yang cukup besar di Munchen, namanya Max-Joseph-Platz. Di tengah-tengah terdapat patung raja Maximilian Joseph, sementara di sekitarnya terdapat National Theatre, Konigsbau of the Munich residence dan Residenz Theatre.

 

img_5332

Max Joseph Platz, satu dari banyak Platz (bahasa Jerman dari Square) di Munchen

Sepertinya sudah cukup panjang dan lengkap postingan gue kali ini. Sampai jumpa di bagian terakhir postingan “40 Hari di Eropa Tengah” yaitu tentang Frankfurt. Ciao!

P.S: Untuk itinerary dan rincian biaya perjalanan saya 40 Hari di Eropa Tengah bisa klik link ini.