Stockholm: A Best Friend’s Wedding

Biasanya sebelum gw ngepost gw liat dulu foto-foto di tempat yg bakal gw post, buat liat tanggal berapa gw perginya. Pas gw buka album foto-nya, gw liat video-video gw bareng Vidi, sahabat yg akan gw ceritakan di post ini. Dan asli gw kangen banget sama lu, Vid, sejak gw balik Indo, kt udah jarang telponan, padahal dulu pas masih satu zona waktu hampir tiap hari telpon, ketemu bisa setahun 3-4 kali, kalo ga di Bordeaux, Paris ya Stockholm. Oh good old days. Hahhaa. So this post is dedicated to you, Vidi Ratnafury, satu-satunya orang yg pernah meminta gw jadi bridesmaid-nya hahahaa. Dari dulu gw selalu pengen jadi bridesmaid, tapi temen-temen deket gw emang dikit yg udah nikah, kalo udah nikah, jg mereka ga pake bridesmaid2an, kalo pake jg paling bridesmaid-nya cuma 1 atau 2. So I never get a chance to being one. Until.. Vidi, sahabat yang nikah sama orang Swedia, meminta gw jadi bridesmaid-nya (not just bridesmaid, even maid of honor –ketua bridesmaid haha). Tentu saja gw mau! Perjalanan Paris-Stockholm pasti akan ditempuh demi kesayangan yang satu ini. Hahaha. Sebelumnya gw ga pernah kepikiran ke negara Skandinavia karena pasti mahal, tapi ternyata emang gw ditakdirkan ke sana untuk main ke tempat Vidi, di Stockholm, Swedia. So let’s get the story started…

Hari 1: 16 Juli 2019

Tiket termurah yang gw dapet (not even murah padahal) adalah naik maskapai Air France, langsung dari Paris ke Stockholm. Emang dasar ya, gw, padahal waktu itu duit gw lagi tipis bgt, cuma gw pikir, ah kapan lagi nikahan Vidi, ah kapan lagi ke Stockholm, duit bisa dicari. Akhirnya gw nekat aja hahaha.

Waktu itu gw naik Air France dari Charles de Gaulle, sungguhlah tumben, karena biasanya gw naik pesawat lowcost dari Orly atau Beauvais. Gw hepi sendiri gitu bakal naik Air France, terus terminalnya juga bagus. Di pesawat dikasi makan dong. Terus paket makanannya lucu gitu, dibungkus sama tentengan dari kertas. Sebagai sobat miskin, gw seneng baru kali ini dpt makanan di pesawat, karena baru kali ini ga naik lowcost airline ke negara Eropa lain wkwk.

Lunch Box dari Air France

Perjalanan ke Stockholm kira-kira 2 jam, dan gw dijemput sama Vidi di bandara Arlanda. Pas dia ketemu gw, dia langsung ngasi kertas gitu, tulisannya “Would you be my maid of honor?” beserta dengan crown dari batang plastik. Sumpah, so sweet banget huhuhu. Terharu jadinya. Tentu saja gw mau, kalo ga mau ngapain gw jauh2 ke sana hahaha.

Uwuuu so sweet banget dijemput dengan ini ❤

Gw pun langsung naruh tas di rumah Vidi, lalu kita berkeliling subway station di Stockholm. Jadi salah satu obyek wisata di Stockholm itu adalah stasiun subway-nya, karena banyak stasiun yang digambar warna-warni dan dijadikan karya seni. Cakep bgt! Cocok buat yang ga mau kedinginan di luar, bisa wisata keliling stasiun aja haha. Setelah itu kita berkeliling ke pusat kota Stockholm, dari kota tua (Gamla Stan), menyeberangi jembatan Skeppsholmsbrown yang terdapat replika crown kecil dan naik kapal ferry yang menjadi moda transportasi di Stockholm. Stockholm sendiri terdiri dari 14 pulau kecil yang dilalui oleh danau yang bermuara di Laut Baltik. Nah untuk menyeberangi satu pulau ke pulau lain, bisa menggunakan transportasi umum seperti metro, bis atau bahkan kapal ferry. Menarik bgt ya kota ini.

Kota tua Stockholm yang disebut Gamla Stan.

Jembatan Skeppsholmsbrown dengan replika crown kecil-nya.

Hari 2: 17 Juli 2019

Hari ini masih jalan-jalan seputar Stockholm, dengan highlightnya Gondolen di mana kita bisa melihat kota Stockholm dari atas. Selain itu, gw juga ke pusat kota Stockholm yang terlihat jauh lebih modern dibanding kota tua;  melewati Gedung Opera dan juga jalan-jalan di Royal Palace. Hari ini juga gw bertemu teman-teman Kamar Pelajar yang tinggal di Stockholm.

Tak lupa perjalanan mengelilingi stasiun subway yang super cantik juga terus dilanjutkan. Hari ini juga salah satu bridesmaid lain yang merupakan teman dekat Vidi datang ke Stockholm. Namanya Febry (Ebi). Aslinya dia tinggal di Swiss dan ke Stockholm untuk menjadi bridesmaid, kang foto dan juga saksi di KUA. Ebi ini anaknya asik, plus dia jago masak juga, jadi bisa bantu-bantu Vidi buat masak di nikahannya. Pernikahan kali ini benar-benar luar biasa sih, calon pengantennya yang ngurusin semuanya, dari masak, dekor hingga perintilan-perintilan kecil.

Central station dengan artwork birunya yang memukau.

Stasiun Rinkeby

Stasiun Tensta dengan burung-burungnya.

Hari 3: 18 Juli 2019

Hari ini selain membantu Vidi menyiapkan pernikahannya, gw dan Ebi juga diajak Vidi ke Langholmsbadet, pantai di tengah kota Stockholm di pulau kecil Langholmen. Di sini kita bersantai dan menikmati siang hari. Setelah itu Vidi meninggalkan gw dan Ebi untuk mengurus pernikahannya.

Jembatan menuju pulau Langholmen.

Bersantai di taman sekaligus pantai Langholmsbadet.

Setelah dari Langholmsbadet, gw dan Ebi kembali ke kota tua untuk berjalan-jalan dan foto-foto di berbagai spot. Di sini gw juga mencicipi ikan Herring di salah satu food stall yang bernama Nystekt Stromming. Gw makan di dekat situ, sambil menikmati bangunan Stockholm yang didominasi oleh warna orange.

Sorenya, kita ke City Hall, bertemu kembali dengan si Vidi. Kita duduk-duduk sebentar menikmati laut dan cantiknya kota Stockholm. Tiba-tiba terdengar suara orang-orang Indo dari kejauhan. Ternyata kita bertemu dengan turis Indo yang suaranya medok banget, pas ditengok, oh ini kayanya keluarga tajir dari Surabaya alias Crazy Rich Surabayan haha. Tadinya kita ga mau nyapa, tapi akhirnya ketauan juga kalo kita orang Indo hahaha. Ngobrol lah kita, plus gantian foto-fotoan, mayan kan, kapan lagi bisa foto bertiga dengan pemandangan bagus.

Setelah selesai dari city hall, kita menyusuri danau menuju ke taman besar bernama Ralambshovparken. Di sini kita sudah merencanakan Bachelorette Vidi. Kita duduk-duduk, pake alas piknik, ngebuka champagne dan juga ngobrol ngalor ngidul sampe kedinginan haha. Senang sekali rasanya malam itu, sambil setengah tipsy kita ngoceh-ngoceh, rasanya kaya udah lama sekali kenal mereka, kaya berasa deket banget. Malam itu kita berharap, akan ada next bachelorette (ceritanya buat gw) dan kita bakal kumpul lagi di Amsterdam buat ngerayain itu. Hahahhaa.

Makan Herring sambil menikmati Old Town.

Pemandangan Stockholm dari City Hall.

Difotoin sama keluarga Crazy Rich Surabayans 😀

Bachelorette sambil mimik2 cantik di taman.

Hari 4: 19 Juli 2019

Today is the day! Hari ini akad nikah Vidi dan Jon di Masjid Raya Stockholm. Jujur, ini adalah kali pertama gw dateng ke ijab kabul yang di KUA dan pertama kalinya ini malah di Stockholm. Perjalanan hari ini agak rempong, kita bakal ke masjid dengan naik subway. Si Vidi juga dress up dengan kebaya dan kain dan sukses menarik perhatian orang-orang di sepanjang perjalanan ke mesjid. Hahahah.

Sehabis akad nikah di Masjid Raya Stockholm.

Setelah akad nikah, kita beli makanan di Max Burgers deket masjid untuk dibawa ke Monteliusvagen untuk makan siang. Max Burgers ini adalah chain fastfood yang terkenal di Swedia. Kalo pas ke sini bisa banget nyobain Max Burgers yang ada di mana-mana.

Habis itu kita duduk-duduk di taman di Monteliusvagen dan photoshoot di sana. Vidi dan Jon foto-foto untuk wedding dan gw ngikut aja foto ala-ala mumpung ada si fotografer Ebi. Hahahha. Monteliusvagen ini recommended banget untuk dikunjungi di Stockholm. Ini adalah bukit kecil tempat melihat pemandangan kota Stockholm.

Setelah itu kita ke Monteliusvagen untuk photoshoot. Vidi sama Jon foto untuk pernikahannya, sementara gw foto ala ala aja mumpung ada Ebi si fotografer.

Setelah puas foto-foto, kita pun pulang untuk melanjutkan masak2 dan persiapan lainnya untuk hari H besok.

Hari 5: 20 Juli 2019

Tiba sudah hari yang ditunggu-tunggu. Resepsi acara Vidi dan Jon dengan tema Garden Party. Jam 5 pagi gw sama Vidi sudah bangun untuk melanjutkan masak dan manasin makanan. Kemudian kita make up sendiri, dan pesen uber untuk ke tempat acara. Tempatnya ini bisa dibilang agak di luar pusat kota Stockholm, namanya adalah Torparängens Badplats. Sebuah hutan yang sangat luas yang mengelilingi Danau Norrviken. Kita sampai sana agak pagian untuk ngetekin tempat di spot deket danau. Konsep weddingnya sendiri bisa dibilang seperti piknik. Kita duduk di bawah dengan beralaskan kain piknik dan ada meja-meja kecil. Setiap karpet berisi 2 orang. Undangan yang hadir kira-kira ada 15 orang yaitu keluarga Jon dan teman-teman Vidi. Sebelum acara, gw mempersiapkan dekorasi dan peletakan makanan bersama bridesmaid lain, total ada 4 orang. Gw, Ebi, Cynthia dan juga Laura. Cynthia dan Laura adalah teman-teman dekat Vidi yang dulu pernah menjadi kolega di kedutaan besar Swedia di Jakarta.

Para tamu undangan pun mulai berdatangan, mereka adalah keluarga Jon dan teman-teman Vidi yang merupakan kolega di kedubes Swedia. Acara dimulai dengan prosesi pembukaan. Mempelai pria dan tamu undangan sudah menunggu di dekat danau. Kemudian para bridemaids dan mempelai wanita memasuki tempat acara. Mempelai pria pun menyampaikan sedikit pidato pembukaan, kemudian kami semua menuju ke tengah taman untuk menyantap makanan yang telah dihidangkan dan juga beramahtamah.

Denah tempat duduk sudah disiapkan oleh Vidi, 1 karpet piknik berisi 1 meja dan 2 orang. Gw dipasangkan dengan koleganya waktu di kedubes dulu. Cowo Swedia yang bahkan gw lupa namanya siapa hahahha. Kita ngobrol cukup banyak, kemudian ngobrol-ngobrol juga dengan teman-teman Vidi yang lain. Rombongan keluarga Jon lebih memilih untuk makan dan ngobrol sambil berdiri dibanding duduk di karpet. Mungkin dikarenakan juga cuaca hari itu yang cukup terik, jadi kurang nyaman untuk duduk langsung di bawah sinar matahari.

Di tengah-tengah acara, Vidi juga menyiapkan games agar tamu yang hadir bisa lebih akrab. Gamesnya berupa tebak-tebakan mengenai tamu yang hadir. Kita diberi pertanyaan, untuk kemudian harus dicari jawabannya, dengan menanyakan pada satu persatu tamu undangan. Selain itu juga ada kuis mengenai Indonesia dan Swedia. Vidi juga tak lupa menyiapkan suvenir yang sudah dipersonalisasi untuk setiap tamu yang hadir. Sungguh sangat detail persiapan pernikahannya, cukup impressive mengingat yang mengatur semuanya adalah Vidi sendiri.

Para bridesmaid memasuki tempat pernikahan 😀

Setelah sedikit pidato di pinggir danau dari mempelai pria, seluruh tamu undangan menuju ke tempat acara.

Hidangan yang dibuat sendiri oleh Vidi, dengan bantuan gw dan Ebi. Ada Taco dengan pilihan topping daging cincang, rendang dan vegetarian. Juga ada pasta dengan pilihan tuna pedas dan vegetarian bolognaise.

Kue pengantin dan cupcake buatan Cynthia.

Pemotongan kue pengantin.

The bride and maid of honor.

The lovebirds and all bridesmaids (ki-ka: Ebi, Laura, Vidi, Jon, gw, Cynthia).

The garden party

Beberapa jam sudah berlalu dan sampailah kita di penghujung acara. Karena tadi perginya sudah naik uber, sekarang pulangnya naik public transport lagi. Hahaha. Barang-barang dititipkan pada keluarga Vidi yang naik mobil. Sesampainya di rumah kami pun tepar. Dan beristirahat sepanjang sisa hari. Benar-benar acara pernikahan yang tak akan terlupakan seumur hidup. Di Swedia, pernikahan sahabat, dengan semuanya diatur sendiri oleh pengantin. Intim tapi sangat berkesan.

Hari 6: 21 Juli 2019

Hari ini adalah hari terakhir gw di Stockholm. Cukup sedih musti berpisah dengan Vidi. Entah kapan kt akan bertemu lagi. Hari ini dihabiskan dengan pergi ke Ikea, mencoba meatballs di tempat asalnya. Harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan yang di Prancis. Untuk rasa, tidak beda jauh dengan Ikea lainnya.

Makan meatball di IKEA pusat di Swedia hahaha. Kayanya ini satu2nya makanan yang lebih murah dibanding di Prancis.

Sisa hari itu masih kita habiskan dengan jalan-jalan, hingga saatnya harus berpisah. Gw akan naik bis malam menuju ke kota selanjutnya: Oslo, Norwegia. Karena sudah sampai di Stockholm, tentunya gw mengambil kesempatan ini untuk jalan-jalan ke negara Skandinavia yang lain 😀

Advertisement

Camino de Santiago: Camino Ingles (2)

Ini adalah post bagian kedua gw tentang Camino de Santiago, untuk bagian pertama, bisa dilihat di sini.


Setelah melewati hari ke-4 yang penuh perjuangan dan berakhir dengan tidur di matras di aula sekolah tanpa pemanas dengan suhu di luar sekitar 11 derajat celsius, sampai juga gw di hari ke-5!

Hari ke-5: Kamis, 18 April 2019. Betanzos-Presedo. 12 km, 5 jam.

Karena malam itu gw tidur ga nyenyak, maka gw memutuskan berangkat pagi-pagi aja, daripada kelamaan kedinginan di aula sekolah dan biar nyampe destinasi selanjutnya juga lebih cepat. Kira-kira jam 7 pagi gw sudah berangkat. Saat itu, langit masih gelap, gw orang pertama yang keluar dari aula sekolah. Meskipun gw yang paling pagi, tapi gw yakin di jalan pasti banyak yang bakal nyusul gw, karena gw jalannya pincang, habis operasi mata ikan.

Hari itu jalanan sepi, tanjakan dan turunan cukup ada walaupun tidak separah kemarin-kemarin. Di separuh perjalanan, gw bertemu dengan ibu-ibu Prancis yang ketemu di penginapan kemarin, dan dia sudah menyusul gw. Dia jg mengenalkan gw pada temannya yang lain, yang jalannya lebih lama daripada dia, untuk berjalan bersama gw.

Kira-kira jam 12 siang gw sudah sampai tempat tujuan. Presedo.

Presedo ini kotanya sangat kecil, hanya ada 1 albergue dengan kapasitas 16 orang. Ada 1 restoran dan 1 gereja. Gerejanya sendiri juga jarang digunakan, misa hanya diadakan sebulan sekali. Tidak ada supermarket di kota ini.

Pukul 12.00 gw sudah mengantri di depan albergue, bersama para peziarah yang lain. Setelah lama menunggu, kita baru sadar ternyata masuk ke dalamnya itu sistem self-service, jadi ada instruksi dan kita harus memasukan kode-kode untuk membuka brangkas kecil berisi kunci pintu. Kita pun masuk. Fiuhhh~ Untuk pertama kalinya gw berhasil mendapatkan tempat di albergue. Untuk pertama kalinya juga gw sampai di kota tujuan sepagi ini. Masih banyak yang bisa dilakukan di sisa hari. Gw pun berjalan2 di kota Presedo yang kecil, melihat2 bagian luar gereja (ga bisa masuk karena dikunci), kemudian makan siang di satu-satunya restoran di situ: Meson-Museo Xente No Camino.

Presedo ini memang jarang menjadi tempat persinggahan para peziarah. Biasanya mereka dari Betanzos langsung ke kota setelah Presedo, yaitu Hospital de Burma. Jarak dari Betanzos ke Hospital de Bruma adalah 25 km dan perjalanan cukup mendaki setelah melewati Presedo. Untuk itu, gw memutuskan untuk tahu diri dan menginap di Presedo saja sambil santai-santai.

Menunggu albergue-nya buka.

Akhirnya dapet Albergue juga! Albergue ini adalah dorm, yang dikelola oleh pemerintah setempat (publik). Kapasitasnya 16 orang. Harga di kisaran 6-7 Euro tapi fasilitasnya terbatas dan tidak ada pemanas ruangan.

Dapur dan tempat makan di Albergue Presedo

Interior restoran Meson-Museo Xente No Camino

Sisa hari gw di hari itu dihabiskan dengan santai-santai di beranda, main sama kucing, leyeh-leyeh di kasur, main hape, ngobrol sama peziarah lain. Oh indahnya hari itu, masih bisa melakukan banyak aktivitas setelah sampai di kota tujuan.

Hari ke-6: Jum’at, 19 April 2019. Presedo-Hospital de Bruma. 13 km, 5.5 jam.

Hari ini sudah hari Jum’at Agung, harusnya gw sudah berada di Santiago de Compostela, mengikuti misa Jum’at Agung. Namun takdir berkata lain, hari ini gw masih di perjalanan. Masih 2 hari lagi menuju Santiago. Yasudahlah, disyukuri saja, perjalanan ini memang mengajari gw banyak hal, layaknya perjalanan kehidupan.

Hari ini gw berangkat jam 9 pagi, karena kita diharuskan check out jam segitu, karena Albergue-nya mau dibersihkan. Tujuan hari ini adalah menuju Hospital de Bruma. Penginapan di Hospital de Bruma sangat sedikit, cuma ada 1 albergue dan 2 penginapan publik. Karena sudah parno duluan ga dapet Albergue, akhirnya gw memesan sebuah kamar di hotel bernama Hotel Canaima. Daripada gw luntang lantung di jalan ye kan, dan di daerah situ emang kotanya sepi banget, beda sama Betanzos yang seenggaknya ada aula sekolah.

Jalanan menuju Hospital de Bruma cukup menanjak, kebanyakan kita disuguhi pemandangan alam yang indah, bahkan ada hamparan bunga matahari. Sekitar pukul 3 sore gw sampai di Albergue Hospital de Bruma, dan guest what? masih available beberapa tempat buat ditiduri. Darn. Gw pun galau. Antara mau tidur di situ, atau di hotel yang gw pesen. Kalo gw cancel hotel, bakal kepotong uang DP 50%. Masih cuan sedikit sih kalo gw memilih di albergue, tapi… setelah gw pikir2 lagi, Hotel Canaima ini letaknya lebih strategis daripada Albergue. Letaknya di jalan raya. Dan gw pengen naik bis ke Santiago buat misa Jum’at Agung di sana dan juga mengikuti prosesi Semana Santa.

Oke, jadilah gw tetep tidur di hotel yang gw pesen, Hotel Canaima. Gw dadah2 sama orang2 di albergue (yang mostly adalah yang nginep di Albergue Presedo bareng gw) lalu makan di restoran sebelahnya. Dari situ, gw minta dijemput sama orang Hotel Canaima, karena hotel itu menyediakan servis antar jemput dari lokasi terdekat. Sampai di Canaima, gw beres2, lalu gw memutuskan untuk naik bis ke Santiago de Compostela.

Dan selesailah perjalanan Camino gw kali ini.

 

Hahahha. Tapi boong! Wkwk.

Gw pergi ke Santiago cuma buat ikut misa sama liat prosesi Semana Santa aja, habis itu gw bakal balik lagi ke Bruma untuk melanjutkan jalan kaki keesokan harinya. Lucu ya, seminggu itu sebenernya gw udah ke Santiago 2 kali (pas berangkat mau ke Ferrol dan sekarang) tapi gw belum benar2 menyelesaikan camino gw di Cathedrale Santiago de Compostela.

Gw pun naik bis ke Santiago, perjalanan dari Bruma ke Santiago sekitar setengah jam. Perjalanan yang bisa gw tempuh dengan 2 hari berjalan kaki, cuma ditempuh oleh bis selama setengah jam! Haha. Di Santiago, gw diturunkan di stasiun. Dan dari situ ke kota masih agak jauh, musti naik bis dalam kota lagi. Sialnya.. bis di Spanyol itu ga tepat waktu. Bis yang dijadwalkan baru muncul setengah jam setelahnya –” Jadilah gw terlambat ikut misa (oiya misanya ini bukan di katedral ya, tapi di gereja kecil, jadi technically gw belum bener2 liat wujudnya Cathedral Santiago de Compostela), dan gw pun ikut misa dikit lalu melihat prosesi Semana Santa Jum’at Agung di jalan. Gw juga sempat bertemu Laura yang sudah sampai di Santiago hari itu. Dan gw.. menitipkan sebagian barang gw di dia. Hahaha! Biar ransel gw ga berat2 amat di sisa perjalanan. Haha.

Prosesi Semana Santa di Santiago de Compostela.

Prosesi Semana Santa saat Jum’at Agung itu dilaksanakan 4 kali dalam sehari di Santiago. Tapi lucunya, misanya cuma sekali. Itu juga ga semua orang tau ada misa. Sampai ditanya ke hotel atau tourist office juga, orangnya ga tau. Memang ya, Semana Santa ini udah menjadi bagian dari kultur orang Spanyol, tapi kalo dilihat dari sisi religiusnya ga ada. Jatuhnya kaya cuma perayaan aja, kaya Natal atau Paskah di negara-negara Barat.

Selesai mengikuti Semana Santa, gw pun kembali ke Bruma naik bis. Agak deg-degan juga sih, soalnya bisnya termasuk 2 bis terakhir, terus jalannya gelap dan ga gitu keliatan haltenya di mana. Niat ya, hari ini gw ke Santiago buat misa dan prosesi, habis itu balik lagi ke titik terakhir jalan kaki hahaha.

Hari ke-7: Sabtu, 20 April 2019. Hospital de Bruma-Sigueiro. 25 km, 11 jam.

Hari ini akan menjadi hari yang sangat panjang karena akan berjalan sejauh 25 km ke Sigueiro, kota terakhir sebelum Santiago de Compostela. Beban di punggung sudah sedikit berkurang, karena beberapa barang dititip di Laura pas ke Santiago kemarin. Perjalanan hari ini cukup berat, walaupun medan pendakiannya ga securam kemarin. Gw berangkat pukul 9 pagi. Gw sempet berhenti di 1 kota untuk mampir makan. Di sana juga banyak peziarah dan penduduk kota lain. Jalan gw yang pincang mencuri perhatian mereka, mereka nanyain, “Kenapa kakinya?” “Kamu gapapa jalan dengan kaki kaya gitu?”. Banyak jg yang ngomong pake bahasa Spanyol, tapi gw bingung jawabnya gimana hahahha.

Sudah sekitar 9 jam gw berjalan hari ini. Namun masih ada 5.5 km lagi untuk ditempuh. Gw bisa. Gw kuat. Untung hari ini cuaca mendukung, cuacanya agak panas.

Beristirahat sejenak di pendopo. Di sini ada keran air juga dan bisa minum dari situ.

Sekitar jam 8 malam akhirnya gw sampai juga di Sigueiro. Setelah 11 jam berjalan kaki, 25 km ditempuh! Akhirnya gw sampai juga di Sigueiro! OMG!!!! Bener2 ga nyangka bisa nyampe, karena ini perjalanan terpanjang gw selama Camino. Gwpun langsung ke hostel yang sudah gw pesen sebelumnya. Hostel ini private, bukan di albergue publik. Tapi bentuknya tetep dorm, dan sekamar berlima. Sampai di sana, gw ketemu sama ibu2 Jerman. Ibu2 ini pernah nginep bareng sama gw di Albergue Presedo kemarin. Ternyata dia menginap di situ juga bareng 5 anggota keluarganya. Dan pas gw sampe, gw dipeluk dong T_______T OMG! That was the warmest hug I got in the journey, the hug that I need, after 11 frikin hours of walking. (Yaampun, skrg nginget2 cerita itu aja sambil mewek). Makasih ya Tante, you really made me feel warm. Thank you. A hug from stranger, that I need most T___T

Habis beres2, gw pun makan malam, karena di bawah hotel langsung ada restoran. Lalu gw mencari gereja untuk misa Malam Paskah. Sayang di Sigueiro tidak ada prosesi Semana Santa.

Gereja kecil di Sigueiro. Suasana di luar sebelum misa Malam Paskah.

Interior gereja. Setelah selesai, para umat diajak untuk halal bihalal bersama sang pastur. Gw juga diajak, tapi udah ga kuat, mau tidur aja.

Hari ke-8: Minggu, 21 April 2019. Sigueiro-Santiago de Compostela. 16 km, 5.5 jam.

Hari ini adalah hari terakhir perjalanan camino gw. 16 km terakhir, dan sampailah gw di Cathedral Santiago de Compostela!

Ternyata walaupun hari terakhir, tanjakannya tetap gila-gilaan. Tapi harus tetap semangat. One last day!

Sekitar jam 3 sore, akhirnya gw masuk ke gerbang kota Santiago. Ini dia yang gw tunggu-tunggu. Cathedral Santiago! And yes! I saw it from afar! Lebih dekat lagi, akhirnya sampai juga di…. Cathedral SANTIAGO DE COMPOSTELA! OMG! Gw liat katedral itu langsung nangis, mewek. Gw nangis ga berhenti2 selama 15 menit. Gw ga nyangka bisa sampai situ. Gw ga nyangka gw masih bertahan setelah 8 hari jalan kaki. Gw ga nyangka gw kuat. Perasaan terharu gw luar biasa. Gw cuma duduk mandangin itu katedral sambil nangis ga berhenti-henti. Katedral ini… akan menjadi katedral favoritku. Bukan karena arsitekturnya, tapi karena perasaan gw saat melihat bangunan ini. The emotion! OMG. FINALLY I AM HERE.

Finally! Setelah 113 km dan 8 hari jalan kaki non-stop! Akhirnya katedral ini berada di depan mata gw sendiri. Omgggggg! Ga berhenti2 nangisnya pas sampe sini.

Hari ke-8 pun ditutup dengan manis. 5.5 jam terakhir. 16 km terakhir. Finally I am here!

Di pilgrim office mengantri untuk mendapatkan Sertifikat Compostela. Lagi rame banget dan high season karena pas Paskah. Pada hari itu tercatat sebanyak 1.828 peziarah yang sampai di Santiago de Compostela dari berbagai rute camino.

Ini dia, Certificate of Distance yang didapat setelah menyelesaikan Camino. Di sertifikat ini ditulis berapa km yang telah kita selesaikan untuk sampai ke Santiago dan start point awal, serta tanggal dan rute camino yang ditempuh. Di gw tulisannya 113 km, dari Ferrol, sejak tanggal 14 April 2019 dengan rute Camino Ingles. O ya, sertifikat ini ditulis dengan Bahasa Spanyol.

Nah, kalo ini namanya Certificate Compostela, yang menyatakan kalau peziarah sudah melakukan perjalanan ziarah ke Santiago de Compostela. Kalau yang ini dalam Bahasa Latin.

Setelah puas nangis dan foto-foto di depan katedral, gw pun bertemu dengan Laura dan kita ke pilgrim office buat ngambil Certificate Compostela dan Certificate of Distance. Setelah itu gw pun menaruh barang-barang di penginapan.

Ini adalah penginapan kita di Santiago Compostela, namanya Hospederia Seminario Mayor. Tadinya bangunan ini adalah biara, dengan arsitekturnya yang masih klasik dan berasa di kastil. Seneng rasanya bisa nginep di sini. Kita juga mendapatkan harga khusus untuk peziarah.

Habis menaruh barang-barang, kita mencari makan di pusat kota dan kita memutuskan untuk makan makanan Spanyol. Pesta! Hahahhaa. Kita makan paella, Pulpo a la Gallega dan minum sangria untuk merayakan keberhasilan kita menjalani Camino de Santiago. Yeayyyyyy!

Paella untuk merayakan keberhasilan camino!

Ini namanya Pulpo a la Gallega. Octopus yang dibumbuin khas daerah Galicia (region-nya Santiago). Sejak saat itu, si pulpo ini adalah makanan yang paling gw cari kalo ke Spanyol 😀

Puas makan, kita masuk ke dalam cathedral Santiago de Compostela. Gw masuk dan mencari makam Santo Yakobus. Di situlah tujuan terakhir kita, sowan ke makam Santo Yakobus. Mungkin bagi sebagian peziarah hal ini kurang penting dan sering dilewatkan. Tapi untukku ini sangat penting. Kita bisa berdoa di sana dan berdoanya jg harus mengantri, karena banyak yang ingin melihat makam.

Setelah selesai, kita berjalan-jalan di kota Santiago, mencari suvenir dan juga mengirim kartu pos pada teman-teman. Malam itu adalah malam terakhir kita di Santiago, besok gw akan melanjutkan perjalanan ke Porto, sedangkan Laura akan kembali ke Jerman. Ternyata, memang semuanya sudah diatur. Gw berhasil sampai di Santiago, di hari terakhir, tepat pada waktunya. Karena Senin sudah membeli tiket ke Porto. Walaupun meleset dari rencana awal, di mana sampai di Santiago pada hari Jum’at, tapi gapapa. Tetap harus disyukuri. Seperti perjalanan hidup yang kadang tak sesuai rencana, tapi selalu indah pada waktuNya. (cie lagi bijak)

Camino de Santiago: Camino Ingles (1)

Hai semuanya! Omg udah lama bangettt gw ga ngeblog! Hahhahaa. Susah ya, buat konsisten nulis blog hehe. Kemarin gw lagi coba2 bikin channel youtube btw! Bisa mampir juga di Cuni Candrika Youtube Channel.

Nah, mungkin cerita yang ini sudah kalian tunggu-tunggu. Perjalanan paling berkesan seumur hidup gw! Camino de Santiago! Yeaaaaay! Buat yang belum tau, jadi Camino de Santiago adalah rute ziarah umat Katolik di Spanyol, di rute ini kita berjalan kaki menuju makam Santo Yakobus (Santiago bahasa Spanyolnya) di kota Santiago de Compostela di Barat Laut Spanyol. Banyak banget rute Camino de Santiago, beberapa di antaranya ada Camino Frances (jalan kaki sepanjang 800 km dari kota St Jean-Pied-de-Port di Prancis), Camino Portuguese (jalan kaki sepanjang 227 km dari kota Porto di Portugal atau 380 km dari kota Lisbon), Camino Ingles (sepanjang 121 km dari kota Ferrol di Spanyol) dan masih banyak lagi jenis-jenis camino yang lain. Bisa juga rutenya dimodifikasi, kaya misalnya jalan kakinya dari Paris atau Berlin lalu menyambung ke rute Camino Frances. Denger-denger sih rute paling panjang itu dari Trondheim, Nowergia, yang memakan waktu 4 bulan. Waw! Sedikit sejarah, rute camino ini sudah ada sejak abad ke-8, banyak peziarah yang berjalan kaki menuju makam Santo Yakobus, namun mulai populer lagi di abad ke-16. Saat ini, rute camino ini banyak digemari oleh para traveler, dan banyak yang memang tujuannya bukan untuk ziarah, tapi untuk bersenang-senang, rekreasi dan menantang diri, termasuk gw! Hahaha.

Nah, camino ini memliki rules tersendiri, untuk mendapatkan sertifikat yang disebut Compostela, kita harus berjalan kaki minimal 100 km ke Santiago de Compostela. Jadi misalnya kita mau ambil rute Camino Frances tapi cuma 100 km terakhir (biasanya start di Sarria) itu boleh, atau mau ambil rute Camino Portuguese tapi cuma 100 km itu juga bisa. Biar ketawan kalo kita ga boong, kita dibekali yang namanya Paspor Compostela yang harus di-cap minimal 2 kali dalam sehari di perjalanan. Jadi di rute camino ini, hampir semua restoran, bar, gereja dan penginapan punya cap-nya masing-masing. Misalnya kita lewat bar A, nah kita bisa minta cap di situ (lebih bagus lagi emang kalo beli makanan, tapi kalo numpang minta cap doang juga boleh haha). Terus malamnya kita menginap di penginapan B, kita bisa minta cap lagi. Begitu terus setiap hari sampai tiba di Santiago de Compostela.

Ini yang namanya Paspor Compostela, nanti bakal diisi cap-cap kita sepanjang jalan untuk membuktikan kalo kita beneran jalan kaki sebanyak minimal 100 km. Bisa dibeli di Pilgrim Office titik-titik tertentu Rute Camino. Mau di-print di rumah juga bisa.

Gw tau ada yang namanya Camino de Santiago ini awalnya dari blog-nya Pergi Dulu. Kok kayanya seru ya, bisa jalan kaki sejauh itu, si pemilik blog, Mbak Susan sendiri udah pernah jalan 2 kali dan salah satunya adalah rute Camino Frances, 800 km jalan kaki sebulan! Wew! Terus ada temen juga yang emang pengen ke sana, cuma ya banyakan hanya wacana belaka. Di suatu siang di penghujung tahun 2018 gw mendapat whatsapp dari Laura “Cun, gw mau camino nih pas paskah taun depan, mau ikut ga?”. Jadi Laura ini salah satu teman SMA yang sekarang udah kerja di Jerman. Dia juga suka solo traveling keliling Eropa. Ya tentu saja jawaban dari whatsapp itu adalah “Mau dong!” Hahaha. Gw ga pernah mikir terlalu panjang kalo diajak jalan-jalan, apalagi ini Camino! Kapan lagi, gila.. Gw pribadi kalo disuruh Camino sendirian gitu, males banget, ini mumpung ada temennya ye kan. Jadilah kita merencanakan pergi bulan April 2019, kita ketemu dulu di Bilbao terus ke Santiago de Compostela, karena Laura mau nitip koper di sana, baru kita naik bis ke kota Ferrol, kota di mana kita memulai Camino. Yes, gw dan Laura akan berjalan di rute Camino Ingles sepanjang 113 km dengan target 6 hari perjalanan. Kami akan start di kota Ferrol pada hari minggu di Minggu Palma dan berakhir di Santiago de Compostela pas Jum’at Agung! O ya, gw dapet sedikit musibah sebelum Camino, jadi jempol gw habis operasi mata ikan. Jadi lah gw bakal jalan terpincang-pincang selama Camino. Jalan dengan kaki normal aja udah berat ye kan, gimana ini pincang hahaha. Cuma ya gw pikir jalanin aja dulu, kalo ga bisa ya tinggal stop. Hahhaa.

Rute Camino Ingles sejauh 113 km dari Ferrol ke Santiago de Compostela

 

Hari 1: Minggu, 14 April 2019. Ferrol-Neda. 15 km, 5.5 jam.

Perjalanan kita awali di kota Ferrol, ujung dari Camino Ingles. Kota ini terletak di sebelah utara Santiago de Compostela. Nah, hari ini adalah hari Minggu Palma, awal dari pekan suci bagi umat Katolik. Nah, kalo lagi pekan suci, di Spanyol itu ada parade yang bernama Semana Santa. Jadi ada prosesi di sepanjang jalan selama 1 jam. Prosesi ini adalah arak-arakan patung Yesus dan yang membawa memakai topeng kain yang bentuknya agak seram (banyak yang bilang mirip Ku Klux Klan, tapi sebenarnya ga ada hubungannya sama sekali sama itu), lalu diikuti dengan pemain-pemain musik di belakangnya. Pokoknya kalo lagi di Spanyol pas Semana Santa, jangan pernah ngelewatin prosesi ini. It was soooo coool!

Kita mulai perjalanan dari titik 0 Camino Ingles, di dekat pelabuhan Ferrol. Malam sebelumnya, gw menginap di penginapan bernama Hospedaje Ferrol, penginapan kecil seharga 20 Euro. Gw misah penginapan sama Laura, karena Laura sultan, dia menginap di Parador de Ferrol, hotel bintang 3 yang cantiiik banget, interiornya dibuat kaya kastil Spanyol jaman dulu. Pokoknya kalo ada uang lebih rekomen banget nginep di Parador. Jangan kaya gw, cuma numpang liat-liat doang! Hahahha.

Parador de Ferrol, hotelnya si sultan Laura.

Prosesi Minggu Palma saat Semana Santa di kota Ferrol. Yang ngebawa orang2 bertopeng kain di bawah itu.

Titik 0 Camino Ingles. Muka masih ceria sebelum memulai pertempuran. O ya, itu kostum baru beli semua di Decathlon Paris gara-gara ga pernah trekking hahha.

Pemandangan di KM ke-4. Lautnya cantikkkk banget. Kalo milih rute Camino Ingles ini awal-awalnya bisa ketemu laut kaya gini.

Foto dulu di KM ke 6. Ini barang bawaan selama Camino. Jadi jalan 100 km itu bawa backpack ya, gaes. Terus kita juga beli kerang kecil sebagai penanda bahwa kita adalah peziarah Camino. Kalo ketemu orang lain yang pake kerang itu juga di tasnya, berarti kita sama-sama lagi camino.

Perjalanan camino hari pertama ini benar-benar luar biasa, gw terus berjalan walaupun sangat lambat karena pincang. Gw bener-bener kasian sama Laura karena dia jalannya sebenernya cepet, tapi dia harus nungguin gw karena gw pincang. Di jalan juga ketemu orang-orang yang kasian liat gw pincang, mereka nawarin gw berbagai obat buat ngeredain sakit gw. Emang bener orang baik itu ada dimana-mana.

Setelah berjalan kaki 5.5 jam lamanya, akhirnya sampai juga kita di kota Neda. Kita sudah melewati 15 km dari Camino!

Pas akhirnya sampai di Neda, gw happy banget. Tapi waktu itu udah sore jadi kita ga dapat Albergue Municipal. Jadi, jenis penginapan di rute camino itu macam-macam. Kalo mau yang paling murah, kita bisa tinggal di Albergue Municipal, semacam hostel yang dikelola pemerintah Spanyol khusus untuk camino. Isinya sekamar sekitar 8-12 orang hanya dengan harga 7-8 Euro semalam. Tapi cara ngedapetinnya, musti cepet-cepetan. Jadi siapa yang nyampe duluan bakal dapet tempat dan ga bisa ngetag-in temennya. Kapasitas alburgue sendiri bermacam-macam tergantung lokasi. Nah, karena paling murah, udah pasti ini menjadi pilihan utama pejalan, cuma ya itu musti cepet-cepetan. Sepanjang rute camino, gw dan Laura punya target untuk menginap di Albergue, jadi kami ga booking penginapan, cuma pasrah sama takdir dan kekuatan kaki. Cuma karena sampai di Neda sudah sore, kita ga dapet Albergue, akhirnya Laura mencari penginapan lain dan untung nemu yang available! Namanya Hostal Maragoto, kalo ga salah harganya 30 Euro per kamar untuk 2 orang. Huff.. Puji Tuhan hari ini masih dikasih tempat menginap.

Hari ke-2: Senin, 15 April 2019. Neda-Pontedeume. 16 km, 7 jam.

Pagi ini badan gw rasanya remuk banget, ditambah kaki pincang yang ga terlihat membaik. Laura bilang ke gw dia mau berangkat pagi-pagi jam 9, sementara gw ga kuat, gw mau berangkat sebangunnya dan semampunya aja. Jadi hari itu kita memutuskan untuk berpisah, dengan harapan bisa ketemu lagi di penginapan, malam itu, yang bahkan kita juga belum tau bakal menginap di mana di Pontedeume haha. Gw sendiri baru berangkat jam 12 siang, setelah menulis vote di FB sebaiknya gw berangkat apa ga hahahaha (sebenernya ga guna juga sih votenya, secara gw bakal tetep jalan no matter what). Hari ini perjalanannya lebih berat dari kemarin, jalanannya banyak yang nanjak, naik turun bukit.

Sepanjang jalan camino ada batu ini, untuk menunjukan berapa km lagi kita bakal sampai di Santiago de Compostela. Angka di situ menunjukan 99,011 km lagi! Wow masih jauh!

Setelah 5 km pertama penuh tanjakan akhirnya ketemu tanda ini! Di situ tulisannya habis ini bakal ada restoran, dan kita bisa ngecap paspor Compostela di sana!

Fiuh, akhirnya ketemu juga restonya! Pas di saat udah keujanan basah kuyup, laper dan membutuhkan tempat berteduh (juga tempat bersandar, eaa~). Di depan resto ini ada patung Santiago besar, dan gw berpose di sana. Ada kejadian lucu, pas gw mau foto, mbak2 pelayannya nyamperin gw ngomong sesuatu dalam bahasa Spanyol dengan nada tinggi. Gw pikir gw bakal diomelin karena foto-foto di situ, secara kalo orang Prancis pasti bakal ngomel, ternyata.. dia malah nawarin buat motoin gw hahahaha. Kaget! Orang Spanyol ini emang ramah-ramah.

Makan tortilla sambil numpang ngecap di resto. Tortilla ini makanan favoritku selama camino. Harganya ga mahal2 amat plus isinya kentang semua, jadi kenyang dan nambah energi!

Setelah makan dan ngaso, perjalananpun dilanjutkan. Puji Tuhan, di luar udah ga ujan lagi, jadi tingkat kesulitannya agak berkurang dikit. Setelah jalanan yang dipenuhi rumah dan resto, masuklah gw ke dalam hutan. Jeng jeng jeng jeng! Di hutan ini medannya juga gila, naik turun.

Di hutan ketemu sama kakek-kakek berusia 70an, dia habis jalan kaki sepanjang 24 km dari Ferrol! OMG. Perjalanan yang gw lakukan selama 2 hari, dia bisa dalam waktu sehari. Hebat ya. Nanti kalo aku umur 70 juga pengen masih bisa camino kaya kakek2 itu. Uwu~

Di jalan ketemu papan penunjuk jalan dengan 2 batu. Yang kanan itu kalo mau jalan langsung menuju Pontedeume, yang kiri itu kalo mau ikut jalan tambahan yang berliku-liku. Gw udah di whatsapp sama Laura sebelumnya, pilih aja yang kanan biar cepet. Dan ya.. saat gw di persimpangan jalan ini, dia udah leyeh-leyeh di penginapan.

Setelah 16 km dan 7 jam perjalanan akhirnya sampai juga di Pontedeume!!

Pontedeume kotanya cantik banget. Di gerbangnya disambut sungai kaya gini.

Yak, perjalanan hari ini usai sudah. Meski terseok-seok gw berhasil melalui 16 km dalam waktu 7 jam perjalanan. Dan tebak berapa jam Laura jalan? Cuma 4 jam. Separuhnya gw hahha. Laura yang sudah sampai di Pontedeume duluan tidak berhasil mendapatkan Albergue Municipal lagi, jadi dia mencari penginapan biasa dan kita mendapat penginapan yang bernama Hostal Restaurante-Luis, penginapan ini jadi satu sama restoran, jadi bawahnya resto, atasnya penginapan. Dan.. penginapan ini di lantai 3, jadi naik tangga lagi buat masuk ke kamar. Fiuh, setelah perjalanan yang melelahkan, malam ini gw tidur di penginapan lagi bareng Laura.

Hari ke-3: Selasa, 16 April 2019. Pontedeume-Miño. 11 km, 5 jam.

Hari ini Laura jalan duluan lagi pagi-pagi, kita berencana untuk berjalan kaki sampai Betanzos sepanjang 22 km. Bakal jadi perjalanan yang sangaaaaaat lama dibandingkan kemarin, padahal kemarin saja sudah lama.

Perjalanan pagi ini dimulai dengan bertemu batu petunjuk jalan. 84 km lagi menuju Santiago de Compostela!

Dan pagi itu pula perjalanan gw langsung disambut tanjakan yang gilaaa.. tiada ujung. Gw berhenti sampai berkali-kali, rasanya udah ga kuat lagi.

Pemandangan di ujung tanjakan. Di sini gw bertemu dengan gerombolan anak muda Spanyol sekitar 10 orang, yang baik dan menyapa gw serta memberi semangat.

 

Dan di saat gw pikir tanjakannya udahan, di situlah ada tanjakan lagi dan masuk ke dalam hutan -.-

Gw bener-bener ga nyangka kalo hari itu tanjakannya langsung gila-gilaan, sementara Laura udah prediksi karena dia emang lebih prepare dari gw hahah. Dia udah liat di website Gronze.com di mana terdapat info tentang camino, beserta ketinggian tanjakan pada hari itu. Dan ini dia bentuknya..

Ini bacanya dari kanan ke kiri. Keliatan kalo begitu keluar Pontedeume jalanannya langsung menanjak sampe 180 m -.- (gambar: gronze.com)

Gw baru jalan 8 km aja rasanya udah mau mati, sementara masih ada 14 km lagi. Gw punya opsi untuk berhenti di kota selanjutnya yg bernama Miño. Ini adalah satu-satunya kota yang ada penginapan di antara Pontedeume dan Betanzos. Jadi seandainya gw memutuskan untuk nekat jalan setelah Miño, gw ga punya pilihan untuk berhenti hingga sampai Betanzos.

Gw pun sampai di kota Miño, di KM ke-11, gw cape secape-capenya, pengen nangis, kaki pincang, sendirian. Udah gatau mau gimana lagi.. dan 1 lagi, gw laper! Gw punya asam lambung dan jam makan gw ga bisa ditunda-tunda, atau gw bakal kena tuh asam lambung. Yaudah gw putusin buat makan dulu, habis makan ntar baru dipikirin lagi mau lanjut apa berhenti di Miño. Akhirnya…. setelah perjalanan tiada ujung, gw ketemu juga sama resto.

Makan ikan sambil ngecap sambil ngaso. Saat itu jam 4 sore. Gw udah berjalan selama 5 jam. Ini satu resto yang buka dari beberapa yang ada di kota kecil Miño. Maklum, beberapa resto di Eropa cuma buka kalo makan siang dan makan malam, jadi kalo dateng di tengah2 jam itu, ada kemungkinan dia tutup.

Saat makan itu kaki gw bener-bener mau copot, rasanya udah ga kuat lagi melanjutkan perjalanan. Dengan berat hati gwpun memutuskan berhenti di kota Miño. Hancur sudah impian gw untuk sampai di Santiago pas Jum’at Agung. Dan gw ga akan ketemu Laura lagi di jalan, sampai di Santiago. I am on my own from now. Rasanya sedih banget, gw cuma bisa menghibur diri “Ga semua yang lo inginkan bisa dicapai, itu yang namanya hidup. Sama kaya perjalanan ini, perjalanan yang banyak mengajarkan akan arti hidup.” (Gw beneran nulis ini sambil nangis T_T)

Tapi apapun yang terjadi, gw harus tetap melihat ke depan. Dan gw harus mencari penginapan di kota Miño. Di Miño ini cuma ada 1 albergue dan 2 penginapan. Tanya ke sana kemari katanya albergue-nya sudah penuh. Penginapan pertama juga udah penuh. Harapan gw tinggal di penginapan terakhir. Kalo yang ini penuh, gw terpaksa harus melanjutkan ke Betanzos, entah kapan nyampenya. Gw pun sampai di penginapan terakhir, dan ternyata masih ada kamar. Walo harganya agak mahal dan gw harus bayar sendiri, ga berdua sama Laura, tapi gw bersyukur banget dapet tempat tidur untuk hari ini. Perkenalkan, penginapan gw malam ini, dan mungkin yang paling bagus sepanjang gw camino, Hostal La Terraza.

La Terraza, Thanks God I found you!

Lalu, bagaimana dengan Laura? Tentu saja dia sudah sampai Betanzos. Malam ini dia berhasil dapet Albergue Municipal, perjuangannya bangun pagi ga sia-sia, Albergue di Betanzos saat itu lagi renovasi dan kapasitasnya cuma 6 orang. Dan dia sangat beruntung menjadi salah satu dari 6 orang yang dapat tempat di sana.

Hari ke-4: Rabu, 17 April 2019. Miño-Betanzos. 11 km, 5 jam.

Sebuah pagi yang baru, setelah hari yang melelahkan kemarin. Malam itu gw tidur sendirian, tanpa Laura. Ada hikmahnya juga sih, gw bisa nyuci baju dan kaos kaki terus dijemur di heater tanpa berebutan sama Laura hahaha. O ya, gw belum cerita, jadi karena baju kita terbatas, sepanjang camino itu kita bakal nyuci baju 1-3 hari sekali. Kalo pas lagi dapet penginapan yang ada heaternya, beruntung, bisa sekalian ngeringin baju yang habis dicuci (walo di beberapa penginapan dilarang). Kalo ga, ya udah, jemur aja tuh baju, berharap itu bisa kering haha.

Petunjuk jalan pertama setelah keluar dari penginapan. 74 km lagi menuju Santiago!

Pemandangan di awal perjalanan menuju Betanzos.

Setelah 4 KM berjalan kaki, gw mampir ke satu-satunya cafe yang ada dalam 10 KM pertama, Café Navedo, untuk makan siang sandwich. Di sana gw bertemu dengan 3 orang pilgrim yang berasal dari Amerika (tapi lagi kuliah bahasa di Prancis Selatan). Lucunya adalah, ternyata mereka menginap di penginapan yang sama kaya gw pas di Ferrol, tapi mereka sehari setelah gw. Ibu-ibu penjaga penginapan cerita ke mereka kalo kemarin ada orang Indonesia nginep di sini, dan ibu-nya kaya amaze gitu karena gw orang Indonesia pertama yang nginep hahaha. Sama kaya kemaren pemilik La Terraza juga bilang kalo gw adalah orang Indonesia pertama yang nginep di situ. Ya iyalah, sepanjang jalan aja gw ga nemu orang Asia sama sekali..

Cewe-cewe ini jalan dari Pontedeume, dengan tujuan yang sama kaya gw, Betanzos. Lucunya juga baju gw sama dengan cewe yang paling kiri. Yak, baju sejuta umat (Eropa) keluaran Decathlon hahaha. Asik rasanya ngobrol sama mereka, apalagi orang Amrik kan emang ramah. Kita pun berfoto bareng, tukeran nomer HP lalu berpisah jalan, berharap bertemu lagi di Betanzos.

Foto bersama 3 cewe Amrik, sesama pilgrim yang ketemu di café.

Petunjuk arah Camino di jalan. Petunjuk jalannya itu bentuknya macem-macem, ada juga yang kaya gini, bukan batu, dan ga ada tulisan KM-nya.

Finally, sampai juga di kota Betanzos. Disambut dengan jemuran di rumah sebelah kiri LOL.

Tujuan pertama adalah Albergue! Dan.. albergue-nya udah penuh, secara lagi renovasi dan cuma muat 6 orang.

Begitu sampai di Betanzos, gw langsung ke Albergue Municipal. Ibu-ibu penjaga di depan albergue bilang ke gw kalo di situ udah full. Tempatnya lagi direnov dan cuma bisa nampung 6 orang. Gw pun minta tolong ditelponkan penginapan yang masih kosong. Si ibu-ibu mencoba menelepon penginapan lain dari teleponnya. Gw juga mencoba mencari penginapan lewat handphone sendiri. Ga disangka-sangka, semua tempat di Betanzos sudah full. Katanya lagi high season karena Pekan Suci. Ada 1 tapi mahalll banget, dan agak di luar jalur camino (berarti harus balik lagi dan makan waktu buat ke jalur camino kalo habis dari sana). Cewe2 Amrik pun whatsapp gw, mereka bilang mereka udah dapet penginapan dan gw diminta buat nanya ke penginapan mereka apa masih ada tempat apa ga. Gw pun telepon, dan ternyata udah abis juga T___T

Jadi apa yang gw lakukan? Di mana gw akan tinggal malam itu?

Ibu-ibu menawarkan pada gw untuk menginap di aula olahraga (gymnas) sekolah deket situ (well, ga deket-deket amat sih) gratis. Dia bilang di situ ada matras, jadi bisa buat alas tidur. Sementara untuk selimut gw udah mempersiapkan sleeping bag, karena memang saat camino dianjurkan untuk membawa sleeping bag, karena di albergue tidak ada selimut dan seprei. Yasudah, mau gimana lagi, mau gamau gw nginep di aula sekolah. Gw ga mungkin melanjutkan perjalanan ke destinasi selanjutnya, gw sudah terlalu lelah dan kota selanjutnya juga sangat riskan, karena hanya ada 1 albergue tanpa penginapan lain di sana.

Gw pun berjalan ke sekolah, bersama dengan sepasang orang Spanyol. Mereka juga kehabisan penginapan dan disarankan tinggal di sana. Begitu sampai ke sekolah, si pasangan ini urung buat tidur di situ, mungkin menurut mereka ga proper. Mereka pun pergi, mungkin mencoba peruntungan di kota selanjutnya.

Di aula sudah ada 2 orang perempuan. Oh.. sudah ada orang lain ternyata. Gw pun menyiapkan matras dan sleeping bag gw untuk malam itu.

Beginilah kondisi tempat tidur gw malam itu.

Siapa sangka hari ini gw kehabisan penginapan dan harus tidur di aula sekolah? Perjalanan ini bener-bener ga terduga, tapi gw masih bersyukur bisa dapat tempat untuk tidur malam itu.

Habis itu gw pun mencari makan di luar, dan resto-nya cukup jauh dari sekolah. Pas baliknya hujan, jadi agak kehujanan pas balik lagi. Gw pun mandi di kamar mandi tempat anak-anak mandi habis olahraga, lalu beristirahat. Pas lagi leyeh-leyeh, gw ngobrol sama ibu-ibu Prancis. Kita pun ngobrol panjaaaaang… banget pake Bahasa Prancis. Dia keliatannya senang menemukan gw, kaya udah lama ga menemukan orang yang bisa ngomong Bahasa Prancis hahaha. Dan si ibu ini cukup relijius juga, dia nyari gereja malem-malem mau misa pilgrim. O ya, jadi di gereja tempat rute camino ini biasanya ada misa pilgrim. Misa ini memang ditujukan bagi peziarah yang lagi ada di camino. Cuma gw baru ngeh kalo ada, karena emang ya sedikit banget orang yang jalan kaki yang tujuannya bener-bener reliji, jadi ga ada yg pernah ngomongin sama sekali, sampai gw bertemu ibu itu. Haha. Si Ibu itu walaupun usianya sekitar 50an tapi enerjik banget, dia dalam sebulan ini udah ikut berbagai rute camino. Sebelum camino Ingles, dia udah nyelesaiin Camino Inverno, salah satu rute camino yang paling sulit. Gila dah, salut! Sayang gw ga sempet foto sama ibu itu, yah mungkin besok bakal ketemu lagi di jalan..

Malam itu, di aula sekolah, ada kira-kira 15 orang yang bernasip sama kaya gw, kehabisan penginapan di Betanzos. Kita pun tidur di situ, malam itu, di tengah dinginnya musim semi di Utara Spanyol, kira-kira di luar 11 derajat celsius. Gw beberapa kali kebangun kedinginan sambil ngebatin, “Yaampun ini perjalanan kok gini-gini amat ya….”

BERSAMBUNG KE BAGIAN KEDUA..

Journey to the North : Tallin

Setelah perjalanan selama 4 hari mengelilingi kota Riga, Helsinki dan menikmati cruise ke St. Petersburg, di hari terakhir ini saya memutuskan untuk bertualang ke Tallin, Estonia. Trip ini tadinya tidak direncanakan sama sekali, tapi melihat kalo ternyata dekat ke Tallin dan bisa dengan naik cruise, sayang rasanya kalo ga ke kota ini. Jadilah saya memisahkan diri dari teman-teman saya untuk solo travelling ke Tallin selama seharian. Teman-teman seperjalanan saya memilih untuk bersantai dan berendam air panas di Helsinki, sementara saya memilih melihat satu lagi kota di sebelah utara Eropa, Tallin.

Sesampainya di Helsinki saya langsung ke pelabuhan untuk membeli tiket ke Tallin, beruntungnya, tiket di kapal (Viking Line) saat itu tinggal sisa 2, jadi saya bisa naik kapal yang langsung berangkat setengah jam kemudian. Tiketnya sendiri harganya 20an Euro untuk one way. Kapalnya mirip dengan kapal yang saya gunakan untuk menuju St. Petersburg. Ada restoran, duty free shop dan beraneka ragam ruangan entertainment. Begitu naik ke atas kapal, saya langsung meletakkan backpack saya di locker, untuk diambil saat pulang ke Helsinki nanti. Saya makan sandwich dulu di kapal untuk makan siang, kemudian mengelilingi kapal, sampai akhirnya saya berhenti di sebuah cafe (duduk doang, kaga ada yang dibeli) untuk mendengarkan lagu dan sedikit berdendang dari musisi yang lagi nyanyi di situ.

Setelah 2 jam perjalanan, sampailah saya di kota Tallin. Tallin ini cukup kecil, dari pelabuhan ke pusat kota hanya memakan waktu 20 menit jalan kaki. Langsung saja ya.. Ini tempat-tempat yang saya kunjungi di Tallin beserta cerita-cerita di dalamnya.

Webp.net-resizeimage-4

Pintu gerbang menuju pusat kota Tallin, namanya Viru Gate. Kotanya berasa kaya kota abad pertengahan gitu, dikelilingin oleh benteng.

Webp.net-resizeimage-5

Kawasan pusat kota Tallin yang rumahnya warna-warni

Webp.net-resizeimage-10

Kaya di negeri dongeng ya

Webp.net-resizeimage-2

Pusat kota Tallin

Webp.net-resizeimage-3

Salah satu pintu lucu di kota Tallin

Webp.net-resizeimage-6

Cathedral Alexander Nevsky yang juga terletak di bukit Toompea. Buat mendaki bukit ini ga jauh kok, masih di pusat kota dan cuma ngedaki sedikit aja.

Webp.net-resizeimage-8

View untuk melihat kota Tallin dari atas, di bukit Toompea. Tjakep bingitss!!

Webp.net-resizeimage-7

Ceritanya kedinginan, belilah hot wine. Eh malah jadi sedikit high, sampe belanjaan jatuh di supermarket dan nabrak orang pas balik kapal hahaha.

Webp.net-resizeimage-9

Kapal untuk kembali ke Helsinki. Laut di sekitarnya sudah mulai membeku, es semua itu..

Itu dia tempat-tempat yang saya kunjungi di kota Tallin. Overall, untuk mengelilingi kota ini cuma dibutuhkan 4 jam, jadi cocoklah kalo mau naik cruise dari Helsinki (atau kota-kota lain) seperti saya ini untuk one day trip ke Tallin.

Hari itu gw merasa happy bisa travelling sendirian, setelah kurang lebih bareng sama temen2 selama 3 hari. Kadang emang me time itu diperlukan ya. Haha. Apalagi kalo me time-nya ke kota cantik kaya Tallin ini. Hihi. Oiya, ada cerita yang agak lucu pas gw di Tallin. Seperti gw tulis di caption di atas, gara2 gw minum hot wine itu, gw jadi agak naik. Mungkin karena sebelumnya cuma makan sandwich doang di kapal. Gw masih bisa kembali ke kapal sih, cuma ya itu.. pas gw ke mini market buat belanja, barang2nya beberapa meleset dari tangan gw. Dan yang lebih ngeselin adalah gue ga sengaja nabrak bapak2 pas di kapal, dan dia marah2 dong sama gue. Hhhhh. Akhirnya begitu sampe di kapal, gw langsung cari tempat ngemper yang enak di lantai (banyak org yang duduk-duduk di lantai gitu) terus gue tidur hahahah. Sampe2 udah di Helsinki lagi deh. Haahha. Pagi dini hari gw flight menuju ke Paris, bareng sama Atha yang juga balik ke Vienna.

Sekian cerita perjalanan kali ini! Akhirnya ngeblog lagi setelah 6 bulan ga ngeblog!

Cruise Experience: Helsinki-St.Petersburg

Setelah menjelajah Riga dan Helsinki, sore itu kita naik cruise bernama Princess Anastasia dari Helsinki menuju ke St. Petersburg. Kita memesan kamar berukuran 9m2 di cruise untuk 3 hari 2 malem di website St. Petersline, seharga 454 Euro untuk 4 orang (113 Euro per orang). Adapun harga tersebut sudah termasuk: gratis visa ke Rusia selama 3 hari, satu kali makan malam di cruise dan bus transfer dari pelabuhan ke pusat kota St. Petersburg.

Ini pertama kalinya gw naik cruise jadi gw excited banget, pengalaman naik kapal terakhir itu pas Living on Boat di Pulau Komodo dan sekitarnya yang berujung dengan malapetaka. Sebelum naik cruise, kita beli makanan dulu di restoran Subway depan pelabuhan, karena kita tidak memesan makan malam untuk hari itu. Sesampainya di Cruise, kita langsung menuju kamar yang ternyata mini banget. Berasa kaya lagi di asrama mahasiswa Prancis tapi ini kasurnya ada 4, 2 di atas dan 2 di bawah. Bener2 sempit, kalo mau mondar mandir susah dan musti gantian haha. Tapi gapapa, kamarnya tergolong bagus dan bersih serta dilengkapi kamar mandi. Setelah menaruh barang-barang, kita pun keluar untuk melihat-lihat dalam cruise dan juga pemandangan di luar.  Cruise ini isinya super lengkap, ada restoran, beberapa bar, game room, gym, sauna, kolam renang kecil, duty free shop dan masih banyak lagi.

Webp.net-resizeimage-2

Di depan kapal Princess Anastasia. Siap-siap naik cruise!

princessa_anastasia-cabins

Seperti ini kira-kira kamar kita, hanya saja sofa di kanan bawah diganti sama kasur dan tidak ada jendela. Foto diambil dari sumber lain karena gw tidak mengambil foto kamar. (Foto: guide-guru.com)

Webp.net-resizeimage-5

Lobby cruise

Webp.net-resizeimage

Tangga di cruise, cruise kita ini ada 8 lantai.

Webp.net-resizeimage-11

Menikmati sunset di salah satu lounge di cruise

Webp.net-resizeimage-4

Game room. Yang bosen, bisa main game di sini.

Webp.net-resizeimage-7

Tempat gym

Webp.net-resizeimage-3

Salah satu pertunjukan di Cruise.

Malam pertama di kapal kita habiskan dengan duduk di restoran sambil melihat sunset, lalu kemudian menonton pertunjukan di sana. Malam itu kita bermalam di kapal, sekitar jam 8 pagi, kita pun sampai di St. Petersburg. Welcome to Russia!

Ga nyangka rasanya bisa sampai di negara yang satu ini tanpa visa. Ya, seperti yang sudah gw bilang di awal, cruise ini menyediakan 3 hari free visa ke Rusia, cocok buat traveler asal Indonesia kaya kita yang emang butuh visa buat ke Rusia. Tapi di sini kita ga 3 hari, karena kita hanya mengambil paket yang 1 hari di Russia. Jadi, sekitar jam 4 sore kita harus kembali ke kapal untuk pulang ke Helsinki.

Turun dari kapal, kita sampai di pelabuhan di St Petersburg untuk masuk ke imigrasi. Keadaan di imigrasi: chaos! Orang dimana2, ga ada line yang jelas tempat untuk mengantri, jadi semua orang main serobot sana sini. Dari sekian banyak counter imigrasi yang dibuka hanya sedikit, itu juga tidak langsung buka saat tiba di sana. Jadilah kita stuck diam menunggu imigrasi dibuka. Ternyata seperti ini di Rusia, negara dunia ke-2, aturan masih kacau dan memang tidak seperti negara-negara maju di Eropa. Setelah menunggu 3 jam untuk melewati imigrasi, akhirnya kita masuk juga di negara ini. Karena sudah memesan city transfer bus dalam paket cruise, kita menaiki bus untuk menuju ke pusat kota St Petersburg. Jam sudah menunjukkan angka 12. Itu artinya kita cuma punya waktu 4 jam di St Petersburg, padahal kita sudah membayangkan mengitari St Peter selama 8 jam, semua karena kerusuhan di imigrasi.

Sebelum mengitari kota, kita berhenti makan dulu di sebuah restoran Italia, yang pelayanannya kurang memuaskan dan makanannya seperti tidak matang. Gw pun sempet ngomel sama karyawannya untuk meminta makanan gw diganti. Makanan gw diganti dan mereka minta maaf berkali2, bahkan sampai pas kita keluar, kita kaya dihormati gitu sama para staff-nya hahahaha. Pengalaman yang lucu, mengingat orang Rusia itu stereotipnya dingin, tapi ternyata mereka baik hati dan ramah (walaupun harus diomelin dulu haha).

Setelah itu kita pun mengitari kota St Petersburg dengan berjalan kaki. Berikut tempat2 yang kita lalui dengan berjalan kaki selama 3 jam.

webp.net-resizeimage

Di depan Winter Palace yang sekarang menjadi Museum Hermitage

webp.net-resizeimage-2

Gerbang cantik di depan Lapangan Hermitage.

webp.net-resizeimage-3

Pemandangan di balik gerbang

webp.net-resizeimage-4

Bangunannya warna warni, tsakep!

webp.net-resizeimage-5

The Church of the Saviour on the Spilled Blood, gereja ikon kota St Petersburg

webp.net-resizeimage-10

Gereja tampak belakang

webp.net-resizeimage-6

Kalo winter lapangan gini doang jadi cakep yak

webp.net-resizeimage-7

Danau yang membeku

Setelah mengitari kota St Petersburg selama 3 jam, kita harus kembali ke tempat di mana shuttle bus mengantarkan kami ke pelabuhan. Sayang, petualangan di kota yang sangat cantik ini sudah berakhir. Coba kalo ga chaos di imigrasi, kita bisa muterin lebih lama. Tapi gapapalah, lumayan, daripada lumanyun. Dari 2 kota yang sudah gw jelajahi sebelumnya: Riga dan Helsinki, gw paling suka sama St Petersburg. Bangunannya cantik dan unik bgt, beda sama negara Eropa yang lebih barat.

Sesampainya di pelabuhan, kita pun menuju ke restoran di cruise karena malam itu kita sudah memesan makan malam di cruise!

webp.net-resizeimage-8

Dinner di cruise. Dinner ini sifatnya opsional. Jika ingin menakan bujet bisa tidak memilih opsi dinner.

Makan selesai, kita pun duduk-duduk lagi di salah satu lounge yang menampilkan atraksi pertunjukan hingga tengah malam. Ketika sudah tengah malam, panggung pun berubah menjadi lantai dansa alias tempat dugem hahaha! So, we have so much fun at the cruise. Bener-bener recommended dengan harga yang cukup terjangkau.

Setelah bermalam di cruise, esok paginya saya melanjutkan perjalanan ke Tallin seorang diri dengan menggunakan cruise yang berbeda. Pas ke Tallin ini, saya berjalan sendiri, karena yang lain pengen santai-santai di Helsinki. Tunggu kisah perjalanan saya yang berikutnya di kota yang ga kalah cantik, Tallin, Estonia.

Journey to the North: Riga and Helsinki

Sepulang dari Chamonix, seorang teman tiba2 message mengajak liburan naik cruise ke Rusia. Dia bilang, “Cun, gue mau pesen kamar di cruise Finlandia-Rusia PP, sekamar 4 orang, kita udah bertiga, kurang 1 orang lagi, lo mau join ga?” Tanpa pikir panjang gw langsung jawab, “Mauuuuu.. tapi gue musti cek dulu ya tanggal segitu pas ujian apa ga.” Sebenernya hari2 itu gw lagi kuliah, bukan pas libur, tapi gue nekat aja pengen pergi. Sumpek juga kuliah mulu dan parahnya, kampus gw ga ada liburan sama sekali semester itu. Padahal normalnya kampus publik di Prancis itu libur seminggu di bulan Februari dan seminggu di bulan April. Tapi kampus gw ga ada sama sekali -.- Setelah mengecek jadwal ujian, ternyata pas tanggal segitu ga ada ujian, langsung lah cus beli tiket. Jadi rencananya gw liburan seminggu dengan rute Riga (Latvia), Helsinki (Finlandia), habis itu naik cruise ke St. Petersburg (Rusia) dan balik lagi ke Helsinki (Finlandia). Saat itu ga ada rencana sama sekali ke Estonia, tapi pas hari H akhirnya gw memutuskan buat ke Tallin (Estonia).

Seminggu sebelum keberangkatan, setelah semua tiket sudah dibeli baru lah ketawan kalo ternyata minggu itu banyak buanget tugas. Hampir tiap hari presentasi dan tugas-tugas lainnya. Mati lah gw. Tapi ya mau gimana lagi. Tugas2 tersebut terpaksa gw kebut sebelum gw pergi dan beberapa setelah gw pulang.

Hari Rabu tanggal 28 Maret, gw terbang dari Paris ke Riga naik Baltic Air jam 10 pagi. Perjalanan memakan waktu 2 jam 45 menit. Sampai di sana kira2 jam 13.50, jamnya maju sejam dari Paris. Harga tiket pesawat Paris-Riga-Helsinki-Riga-Paris adalah 177 Euro, semua dengan Baltic Air. Buat balik dari Helsinki ke Paris harus lewat Riga, karena transitnya di situ.

Di Riga gw langsung ketemu sama Atha di airport, Atha ini adalah salah satu temen di FIB tapi beda jurusan. Kita pun naik bis ke tengah kota, kemudian taruh barang di hostel yang bernama Tree House Hostel (10 Euro semalam untuk 10 Bed Female Dorm). Setelah itu, kita pun langsung cus buat eksplor Riga. Riga ini kotanya cukup kecil jadi bisa dieksplor dengan jalan kaki.

Webp.net-resizeimage

Warna-warni kota Riga. Kota-nya agak sepi ya.

Webp.net-resizeimage-2

Pusat kota Riga: House of the Blackheads

Webp.net-resizeimage-3

Di tengah jalan ngelewatin danau yang beku menjadi es. Amayzeng!

Webp.net-resizeimage-8

Salah satu bangunan di distrik Art Nouveau, kompleks bangunan modern dan warna-warni di Riga.

Webp.net-resizeimage-6

Riga Orthodox Church ❤

 

Webp.net-resizeimage-5

Makan-makanan khas Latvia di restoran Lido. Recommended!

Malemnya kita ke bar tradisional Latvia bernama Folkklubs buat nyobain alkohol khas Latvia yang bernama Black Balsamic Riga. Di bar ini ada stage dimana orang2 pada nari tradisional Latvia.

Webp.net-resizeimage-7

Cheers from Riga! Fun fact: Latvia ini adalah negara ke-26 yang gw kunjungin, sementara ini adalah negara ke-27 yang Atha kunjungin 😀

Keesokan harinya, kita naik pesawat dari Riga menuju Helsinki. Siang hari kita sudah sampai di Helsinki dan menuju ke hostel yang bernama Eurohostel. Kita pesen kamar yang private, satu kamar buat berdua dengan harga 50 Euro per malam. Kenapa kita pilih private room? Karena harganya mirip2 sama dorm, kalo di dorm sekitar 25 Euro per malam, nah ini juga sama per orang bayarnya 25, udah dapet yang private room. Yaudah kita pilih private aja.

Di hostel sudah menunggu Tita, temennya Atha yang tinggal di Hamburg, Jerman. Setelah beres2, kita pun langsung eksplor Helsinki.

Webp.net-resizeimage-9

Helsinki yang juga membeku. Kita kira kan akhir Maret udah agak panas gitu ya, taunya masih aja dingin.

Webp.net-resizeimage-10

Jajan roti pake salmon di Old Market Hall, pasar indoor yang berada di kompleks Market Square.

Webp.net-resizeimage-11

Ini stasiunnya Helsinki, Helsinki Central Station.

Malamnya, kita ngaso-ngaso sebentar lalu kemudian menjajal karaoke bar di Helsinki. Pas lagi di hostel, ada kejadian tidak mengenakkan. Jadi kan di setiap lantai itu ada dapur dan common area-nya. Nah, gw, Atha sama Tita mau makan sekaligus santai di dapur. Tiba2 ada 3 cowo masuk, warga negara G (negara di Eropa Timur yang namanya sengaja gw samarkan) dan 3 orang ini ngajak kita ngobrol. Yang pertama kena ngobrol adalah gw, bego-nya gw (dan mungkin sebagian besar orang Indonesia lain) adalah terlalu ramah, gw ajak ngobrol aja tanpa ada pretensi apa2. Eh, tuh orang2 malah kesenangan dan berakhir ngajak kita ke bar. Dari situ gw mulai takut dan nyuekin tuh orang2, sementara si Atha dan Tita emang udah nyuekin dari awal. Tapi tuh 3 orang masih aja usaha ngajak ngobrol dan ngegoda-goda. Setelah berapa lama, akhirnya mereka keluar dan kita pun bisa agak bebas di dapur. Kita pun masuk kamar dan ternyata 3 orang itu kamarnya sebelahan sama salah satu dari kita. Mereka pun kayanya sengaja berdiri-berdiri di luar buat ngeganggu kita. Ya kita jadi takut keluar, rencana yang tadinya mau ke bar, malah jadi ketakutan. Setelah di luar ga ada suara, baru akhirnya kita berani ke luar, itu juga pasang tampang jutek biar kalo ga sengaja ketemu kita bisa pura-pura ga kenal. Huff.

Akhirnya kita pun ke karaoke bar yang bernama Wallis. Tempatnya seru abis. Jadi kita bisa pesen lagu, udah gitu kalo giliran kita tiba, lagu kita diputer dan kita musti nyanyi di depan panggung hahah. Berasa beneran jadi true singer gitu ditontonin orang-orang lol. Seru sih, dan lebih lucunya lagi adalah banyak lagu yang pake bahasa Finlandia, jadi kita sok2 ikutan nyanyi aja padahal ga tau maknanya apa.

Webp.net-resizeimage-12

Penampakan sebelum nyanyi di atas panggung. Sayang, ga bisa upload video pas nyanyi, wordpress gw belum diupgrade ke yang premium lol.

Sepulang dari bar, kita pun pulang ke hostel. Di hostel sudah menunggu si Ega, satu lagi temannya Atha (yang ini kerja di Irlandia) yang baru saja sampai di Helsinki. Keesokan paginya si Ega cerita kalo ternyata salah satu dari cowo yang semalem itu ganggu dia juga. Jadi dia lagi telpon, terus tiba2 salah satu cowo itu ngetok2 sambil manggil salah satu nama kita (Dang, dia inget nama2 kita). Akhirnya dicuekin aja sama si Ega, pura2 ga denger.

Besok paginya kita berempat breakfast di dapur, sambil cemas takut ketemu 3 cowo aneh itu lagi. Untungnya, tiba2 di dapur itu kita ketemu 2 cowo Indonesia yang nginep di hostel yang sama, jadilah ngobrol2 seru sama mereka dan gara2 ada mereka, si 3 cowo G itu jadi ga berani ngajak ngobrol kita. Dia cuma liatin kita aja di dapur sambil bingung, mungkin pikirnya “Ini siapa lagi, ada orang baru tiba2, pada akrab bener2” Wkwk. Thanks ya, Marconi and Handoko, you saved our life! Haha 😀

Hari itu, kita keliling kota Helsinki lagi, kali ini tambah satu personel baru: Ega. Geng kita komplit sudah!

 

Webp.net-resizeimage-13

Kita berempat di depan Uspenski Cathedral, gereja Orthodox utama di Finlandia.

Webp.net-resizeimage-14

Salah satu sudut kota Helsinki

Webp.net-resizeimage-15

Ini dia Helsinki Cathedral, gereja Evangelical Lutheran.

Webp.net-resizeimage-16

Jadi gimana kesan gw soal kota Helsinki? Menurut gw, kotanya kurang menarik, terlalu modern dan ga gitu banyak yang diliat. The best moment? Tentu saja nyanyi di atas panggung ditontonin orang Finlandia, berasa artezz.

 

Sorenya, kita bersiap untuk naik cruise ke St. Petersburg, Rusia! Gimana ya serunya naik cruise? Tunggu ceritanya di post selanjutnya! :*

Weekend in French Alps: Chamonix-Mont-Blanc

Pengen jalan-jalan ke pegunungan bersalju? Mungkin yang kepikiran di benak kalian adalah Interlaken, Jungfrau atau Mt Titlis di Swiss. Ternyata ada juga tempat lain yang lebih murah dan ga kalah kecenya sama tempat-tempat tersebut di atas. Namanya Chamonix-Mont-Blanc. Kota ini terletak di tenggara Prancis, dekat dengan Lyon, Grenoble dan Annecy dan juga dekat dengan negara Italia dan Swiss. Chamonix-Mont-Blanc ini dikelilingi oleh jajaran pegunungan Alpen, sama seperti Mt Titlis di Swiss. Cuma bedanya yang ini Alpennya di Prancis.

Pertengahan Februari lalu gue mendapat kesempatan untuk pergi ski ke sana sama temen2 Indonesia. Awalnya pergi ke sana ga direncanain, awal mula bisa diajakin ke sana pas gue dan Wulan lagi makan siang di KBRI, lalu kita ketemu si Dhafi yang juga lagi di sana dan ada temennya Wulan yang namanya Reza. Kita berempat duduk satu meja dan cerita-cerita banyak hal (gitu tuh org Indonesia, pertama kali ketemu aja rasanya kaya langsung akrab wkwk) sampe akhirnya si Reza ngajakin kita buat ke Chamonix sama temen-temennya. Akhirnya kita pun cus ke Chamonix tanggal 22 Februari (sayang, Dhafi akhirnya ga jadi ikut karena satu dan lain hal). Di sana gue ketemu dengan geng-nya si Reza yang ngerencanain acara ini. Beberapa gue udah kenal kaya Fathi, Isol dan Andri. Beberapa baru gue ketemu waktu itu kaya Alan, Kevlin, Carina dan Monica. Jadilah kita ber-10 menjelajah Chamonix bareng (ya ga bareng-bareng amat sih, kadang gue suka misah haha).

Perjalanan dimulai pada hari Kamis tanggal 22 Februari dengan menggunakan Flixbus dari Paris. Perjalanan ke Chamonix sekitar 9 jam dan kita bermalam di bus. Untuk tiket, kita menggunakan paket Interflix yang harganya 100 Euro untuk 5 kali perjalanan, jadi sekali perjalanan cuma 20 Euro, sangat ekonomis! Kalo ga pake paket itu, kita harus membayar sekitar 50 Euro sekali perjalanan bis Paris-Chamonix, dan makin mendekati hari H harga semakin mahal. Sejujurnya gue agak takut perjalanan jauh naik bis, karena gue lagi mengidap penyakit yang mbikin gue pipis-pipis terus, tapi untungnya WC-nya berfungsi dengan baik.

Sekitar jam 8 pagi kita tiba di Chamonix. Baru masuk kota-nya aja udah terkagum-kagum karena bener-bener dikelilingi pegunungan Alpen. Kita turun di terminal bis yang bernama Chamonix-Sud, gue dan Wulan naik bis ke hostel yang bernama Gite Chamoniard (22 Euro per malam) sementara yang lain naik bis ke hostel yang bernama Hi Chamonix. Tadinya kita juga mau nginep di sana tapi tempatnya udah penuh, jadi kita baru bisa check in di sana keesokan harinya. Transportasi umum yang beroperasi di kota Chamonix itu cuma bis, jadi kita kemana-mana naik bis, harganya gratis kalo kita bisa nunjukkin kalo kita menginap di sebuah penginapan di Chamonix.

Di Chamonix ini dikelilingi oleh beberapa pegunungan yang merupakan gugusan pegunungan Alpen, ada Le Brévent, Les Houches, Les Grands Montets, Argentière dan lain sebagainya. Nah buat naik ke pegunungan-pegunungan ini kita harus naik cable car dan buat naik cable car kita harus punya Chamonix ski pass. Untuk ski pass sendiri harga aslinya 63.5 Euro per hari, tapi karena kita beli di hostel Hi Chamonix, tempat kita bakal nginep malam setelahnya, kita cuma bayar 25 Euro. Ekonomis kan? Nginep di Hostel Hi Chamonix emang pilihan yang bagus buat budget traveler yang mau bertualang ke Chamonix. Harga hostelnya sendiri 23 Euro per malam, tapi kalo mau nginep ditambah beli ski pass seharian kita cukup bayar 44 Euro . Untuk menjelajahi Chamonix, ada sebuah website lengkap yang menunjukkan keadaan cuaca di setiap puncak gunung, lengkap dengan keterangan apakah tempat tersebut tutup atau tidak. Beberapa tempat kadang tutup hari itu, karena keadaan cuaca yang tidak memungkinkan.

Selesai naruh barang di kamar, Gue dan Wulan membeli ski pass di hostel Hi Chamonix seharga 25 Euro (ini sebenernya agak susah kalo kita ga nginep di hostel ini malam itu, kita dapet ski pass karena yang beliin temen kita yang udah di hostel ini duluan). Setelah itu, kita memulai petualangan pertama di Chamonix, yaitu Paragliding! Yeayy! Gue udah ngebayangin gimana indahnya paragliding di pegunungan bersalju, kaya yang gue pernah liat di poster waktu ke Puncak buat paragliding. Sayang, takdir berkata lain. Bukan Cuni’s Journey namanya kalo ga ketemu sial hahaha. Jadi paragliding kita terpaksa dicancel karena anginnya terlalu kencang dan kita baru tau pas udah di tempatnya. Si orangnya yang ngurusin paragliding telpon gw: “Iya, jadi kita terpaksa cancel karena angin kencang.” Gw: “Yah masa dicancel sih udah sampe sini.” Dia: “Ya, bahaya soalnya, kamu ga mau mati kan?” Gw: “Ga, gw ga mau mati.” Hahhaha. Ada2 aja emang kalo ngomong sama orang Prancis wkwk.

Ga jadi paragliding, kita memutuskan buat sightseeing di tempat yang harusnya buat paragliding, yaitu Le Brévent. Tempatnya kece bgt, jadi buat ke atas kita harus naik cable car dan sepanjang perjalanan yang keliatan gunung salju semua. Di sini juga ada sebuah restoran di tmp paling tinggi dan pemandangannya bagus banget, kita ga makan di situ tapi foto-foto aja.

Webp.net-resizeimage

Chamonix Mont-Blanc ❤

Webp.net-resizeimage-2

View from the restaurant

Webp.net-resizeimage-3

Ga usah jauh2 ke Swiss buat liat pemandangan se-luv ini ❤

Webp.net-resizeimage-6

Exploring Mont-Blanc with Wulan

Puas menjelajahi Le Brévent, kita ke puncak tertinggi selanjutnya yang bernama Les Grands Montets. Sayang, di sini kita ga bisa naik karena buat naik khusus yang punya alat ski. Yaudah kita menikmati pemandangan aja dari bawah.

Webp.net-resizeimage-4

Les Grands Montets

Webp.net-resizeimage-5

Ski station

Di hari kedua, gue dan Wulan pindah ke hostel yang sama kaya anak-anak, yaitu Hi Chamonix. Hostel ini jaraknya lebih jauh dari hostel yang pertama dari tengah kota. Di bis kita ketemu sama Reza dan Kevlin yang baru tiba dari Paris. Kita pun taruh barang-barang di hotel, beli ski forfait alias pass ski biar bisa naik turun ke gunung mana aja yang kita mau, nimbrung sarapan pagi, lalu pake peralatan ski karena bersiap ski. Peralatan ski ini bisa disewa di hostel, dengan membayar sekitar 20 euro. Peralatan ski ini berat banget, apalagi tempat tujuan kita buat main ski jauh dan musti naik bis. Gw sama Wulan udah ngeluh-ngeluh sepanjang jalan, apalagi gue, yang udah tau gimana ga enaknya main ski, pengen gw balikin aja rasanya ke hostel itu alat-alat. Tapi nasi sudah menjadi bubur, yaudahlah sebisa mungkin ikut aja ke tmp ski yang terletak di La Flégère. Setelah perjalanan yang terasa amat lama akhirnya sampai juga. Cowo-cowo itu udah pada jalan duluan, sementara gw dan Wulan di belakang, sama ada si Isol yang bersabar buat nungguin kita haha. Sampai di atas, gw mencoba main ski sedikit, tapi kok rasanya ga kuat. Harusnya gw percaya sama instinct gue, kalo gausah main ski dari awal. Dulu sekitar 2 taun yang lalu gue juga pernah main ski di Toulouse, dan gue ga suka, mana jatuh mulu. Sekarang gw pengen nyoba lagi karena masih penasaran, tapi kayanya udah cukup. Gw ga bakal lagi main ski, kecuali tiba2 ada duit dan ada yang ngajakin kursus dari awal di Ecole du Ski. Atau mungkin suatu hari ada seseorang yang cukup sabar ngajarin gue main ski dari awal haha. Selain itu, ajakan main ski akan gw tolak. Gw cukup bahagia ngeliatin gunung salju tanpa harus bermain ski.

Webp.net-resizeimage-11

Ski squad. From Paris to Chamonix 😀

Webp.net-resizeimage-7

La Flégère

Webp.net-resizeimage-8

Church by the mountain

Akhirnya gue memutuskan untuk makan siang sendiri selagi anak2 main ski, dan habis itu gue balik ke hostel buat balikin alat. Habis itu gw pergi ke puncak tertinggi di Chamonix yang bernama Aiguille du Midi. Sayang, tempatnya ditutup karena angin kencang. Huff. Lagi-lagi belum jodoh. Gw kemudian mencari puncak lain dan jatuhlah pilihan gw ke tempat yang bernama Les Houches. Waktu itu waktu sudah menunjukkan pukul 17.15, sementara tempatnya akan ditutup pukul 17.30. Jadilah gue naik cable car terakhir ke sana, terus foto-foto sebentar di atas gunung, kemudian naik cable car terakhir buat turun. Gw pun pulang ke hostel dan secara ga sengaja di bis ketemu anak-anak yang habis balik main ski. Kita santai sebentar di hostel, lalu pergi lagi jalan ke pusat kota Chamonix untuk makan malam sembari menikmati malam terakhir di kota yang indah ini.

Webp.net-resizeimage-9

Gagal naik ke Aiguille du Midi, foto ini-nya aja wkwk

Webp.net-resizeimage-10

Les Houches, I am the last people who came up

Keesokan harinya hari Minggu, gw dan Wulan melanjutkan perjalanan ke Jenewa, sementara anak-anak lain masih stay di Chamonix sampai malam, ada yang main ski lagi, ada juga yang cuma jalan-jalan santai di Chamonix. So, thank you Chamonix! ❤

 

Itinerary Liburan ke Italia 6 Hari 5 Malam

Hai semuanya! Sebenernya udah lama gue liburan ke Italia ini, tepatnya bulan April 2016, tapi baru sempet dipublish sekarang. Pas liburan ke Italia ini gue ikut 2 sahabat gue yang lagi Eurotrip ke Eropa. Mereka sendiri mempunyai itinerary Belanda-Belgia-Prancis-Italia, tapi karena gue kebentur kuliah, jadi gue cuma bisa ikut mereka jalan ke Italia aja. Itu juga udah sangat menyenangkan hihi.

Hari ke-1: Milan

Karena waktu itu gue tinggal di La Rochelle, gue naik pesawat dari Bordeaux ke Milan dengan menggunakan Easyjet seharga 60 Euro PP. Sesampainya di Milan, gue langsung menuju stasiun kereta pusat untuk bertemu Lina dan Tichu. Mereka kayanya nunggu gue cukup lama, tanpa kepastian juga karena HP gue dan mereka sama2 ga bisa digunain di Itali. Tapi akhirnya kita bertemu, aaaaah senangnya, ketemuan di Italia! Hahaha. Di Milan kita cuma ke Cathedral Duomo yang letaknya dekat dengan stasiun dan juga ke Galeria Vittorio Emmanuele serta jalan-jalan di sekitar situ.

Sooo happy to meet them in Italy! ❤

Cathedrale Duomo de Milano

Galeria Vittorio Emmanuele

Malamnya, kita bermalam di Megabus menuju ke Roma (15 Euro). Kita berangkat pukul 9.30 PM dan tiba di Roma pukul 6.30 AM (9 jam).

Hari ke-2: Roma

Sesampainya di Roma, tepatnya di Stasiun Tiburtina, kita langsung ke tempat di mana kita menyewa airbnb dekat stasiun Tiburtina. Kita menyewa Airbnb seharga 50 Euro per malam untuk tiga orang. Setelah mandi dan siap-siap, kita pun langsung meluncur menjelajahi Roma. Yeayyy!

Tujuan pertama kita tentu saja Colosseum. Kita mengitari kompleks Colosseum untuk mengagumi keindahannya dan tentu saja mencari spot foto yang pas! Haha. Setelah dari Colosseum, ada sebuah kejutan menanti, kita ga sengaja ketemu bapak-bapak orang Indonesia yang ternyata tinggal di Roma dan kita ditraktir makan es krim di sebuah kafe sama dia. Omg. Seru banget cerita-cerita sama Bapak ini plus dia baik banget haha. Habis itu kita menuju ke Forum Romanum, reruntuhan bangunan kuno Italia dan Piazza Venezia untuk mengarah ke Fontana di Trevi. Fontana di Trevi, salah satu ikon kota Roma ini ternyata tempatnya cukup sempit, dibandingkan dengan ribuan turis yang berada di sana. Sumpah, crowded banget dan bikin pengen cepet-cepet cus dari situ.

Me in Colloseum ❤

Ditraktir bapak-bapak Indo yang ketemu di jalan

Forum Romanum

Piazza Venezia

Fontana di Trevi

Setelah itu kita menjelajah ke Spanish Steps dan Piazza de Popolo, main square besar khas Italia. Di Roma ini banyak banget Piazza alias square yang bisa dinikmati. Kitapun mengakhiri hari dengan makan pizza seharga 2 Euro. Meskipun murah, tapi pizza ini enyakk! Hihi.

Hari ke-3: Vatican dan Roma

Hari ini saatnya kita menjelajah ke Vatican! Vatican ini letaknya di jantung kota Roma dan untuk ke sana kita cukup menaiki subway. Pengamanannya sangat ketat, sebelum masuk Vatikan kita dan barang-barang harus discan terlebih dahulu. Untuk masuk ke dalam Basilica San Pietro, kita harus mengantri tetapi antriannya tidak cukup lama, karena ada 3 pintu yang dibuka. Tempatnya keren dan mevvah banget! Sayang kita ga sempet ke Vatican Museum karena keterbatasan waktu dan dana.

Garda Swiss di Vatikan

The stunning Vatican!

Basilica San Pietro  

Habis dari Vatican kita nongkrong dulu untuk makan es krim bersama dengan temannya Tichu, orang Italia. Setelah itu kita lanjut ke Castel Sant’Angelo, kastil cantik yang dulu sempat menjadi benteng dan kastil, namun sekarang sudah menjadi museum. Puas foto-foto di tempat ini dan jembatannya yang ciamik, kita berjalan kaki ke Piazza Navona yang letaknya sangat dekat dengan Pantheon.

Jembatan Sant’Angelo

Pantheon di kota Roma

Hari ke-4: Napoli-Pompeii

Pagi-pagi buta kita sudah menuju ke stasiun bus Tiburtina untuk melanjutkan perjalanan ke Napoli. Kita menggunakan Megabus Roma-Napoli seharga 8 Euro selama 3 jam. Tujuan kita ke Napoli adalah untuk melihat Pompeii, kota kuno yang sudah menjadi situs arkeologi dengan reruntuhannya akibat erupsi Gunung Vesuvius di abad 79 sebelum masehi. Kereta dari Napoli ke Pompeii sendiri harganya 3.20 Euro. Untuk masuk ke Pompeii dikenakan tiket seharga 11 Euro. Sebenernya trip ke Pompeii ini atas inisiatif dari Lina, karena dia dari kecil udah pengeeen banget ke Pompeii hihi.

Kawasan Pompeii ini sangat besar, jelas, hal itu karena Pompeii tadinya adalah sebuah kota. Banyak reruntuhan rumah dan patung dimana-mana dan membuat Pompeii menjadi sangat cantik. Kita menggunakan peta untuk bisa menjelajahi ke sudut-sudut Pompeii.

Patung yang sudah separuh hancur bersama runtuhnya kota Pompeii

Dengan background Gunung Vesuvius di kejauhan

Pilar-pilar yang tinggal separuh

Salah satu sudut kota Pompeii

Kami bertiga di Pompeii ❤   

Setelah dari Pompeii, kita melanjutkan perjalanan ke Venice. Kita menggunakan kereta Italo jurusan Napoli-Bologna (34.9 Euro) yang disambung dengan Bologna-Venice (15 Euro). Kita sampai di Venice saat sudah tengah malam dan kita pun langsung menuju tempat AirBnb kita, yang ternyata adalah hotel kecil alias Bed and Breakfast. Kita menginap di B&B The Caponi Bros, yang letaknya di Venice Mestre (52 Euro per malam untuk 3 orang). Kalo mau mencari penginapan di Venice, untuk menekan biaya, biasa mencarinya di Venice Mestre, karena harganya lebih murah daripada di Venice Central. Untuk menuju ke Central pun cukup mudah, hanya tinggal naik kereta seharga 1.5 Euro.

Hari ke-5 : Venice

Hari ini saatnya muterin Venice! Siapa sih yang ga tau Venice, kota yang disebut2 sebagai kota paling romantis di dunia. Kita pergi dari stasiun Mestre ke Central yang hanya membutuhkan waktu setengah jam. Di Venice ini kita tidak memiliki itinerari pasti, kita hanya berjalan saja mengikuti langkah kaki, dan mengecek Piazza San Marco, main square-nya yang sangat terkenal. Tadinya kita mau Island Hopping ke Burano, tetapi karena keterbatasan waktu, jadilah kita mengurungkan niat itu. Venice sendiri kotanya sangat cantiiiik! Ga heran dibilang kota paling romantis. Dimana-mana kanal dan bangunan warna-warni. Kotanya sendiri cukup kecil dan bisa dieksplor dengan jalan kaki. Di sini, kita memilih untuk tidak menaiki gondola karena harganya yang lumayan, tapi gue ga nyesel sih, kotanya aja udah bagus hihi. Beruntung gue ke sini bersama sahabat2 tercinta, karena destinasi ini kurang cocok kalo buat solo traveller hahaha.

Welcome to Venezia!

Gondola dan Venezia

Kanal dan bangunan warna-warni khas Venezia

Piazza San Marco

Duduk-duduk di pinggir kanal ❤

The happy memory ❤

Ciao, Bella! ❤      

Hari ke-6: Pulang

Liburan ke Italia pun berakhir. Tichu dan Lina akan menaiki pesawat pulang menuju Indonesia, sementara gue akan menaiki pesawat menuju Bordeaux dari Milan. Untuk ke Milan-nya, gue menaiki kereta Trenitalia dari Venice seharga 19 Euro.

Overall, gue sangat suka perjalanan gue ke Italia. Kota-kotanya cantik cantikkk dan Italia menjadi salah satu negara favorit gue di Eropa. Apalagi jalan-jalannya bareng sama sahabat, bikin trip ini makin berkesan. Ciao, Bella!

P.S:  Buat yang pengen jalan-jalan ke Italia dan takut/bingung jalan sendiri, bisa kontak gue ya. Gw menyediakan jasa tour guide lokal Italia berbahasa Indonesia. Terima kasih! 😀

Athena, Kotanya Dewa-Dewi

Wiih udah lama juga ya gue ga nge-blog. Terakhir Agustus yang lalu, mohon maap ya semuanya, gw kemarin habis sakit dan balik ke Indonesia jadi agak ga mood nge-blog gitu hehe.

Setelah cerita terakhir tentang Santorini, sekarang gue akan bercerita tentang ibukotanya Yunani yaitu Athena. Setelah mengalami turbulensi sepanjang perjalanan ke Athena, akhirnya sampai juga kita di Athena. Waktu itu waktu sudah menunjukkan pukul 2 pagi dan hujan deras, jadi kita memutuskan naik taksi bandara walau agak mahal (50 Euro untuk malam hari jam 00.00-05.00). Sebenernya bisa juga naik bis malam dari bandara menuju pusat kota Athena, tapi si Anin pengen naik taksi, yaudahlah gue ngikut aja.

Di Athena kita menyewa airbnb dengan harga yang sangat murah, 12 Euro semalam. Dan itu kamarnya bisa buat berdua, jadi satu orang cuma membayar 6 Euro. Kita sampe sana jam 3 pagi dan untungnya si pemiliknya masih bangun buat bukain kita pintu. Kamarnya cukup oke dan nyaman.

Keesokan harinya, kita bangun agak siang untuk mengeksplor Athena. Waktu kita untuk mengeksplor jadi berkurang karena kita extend 1 hari di Santorini. Si Anin cuma punya seharian penuh di Athena sementara gue punya 2 hari, karena kita beda flight pulang. Si Anin harus pulang lebih awal karena ada kuliah.

Destinasi pertama, apalagi kalau bukan Acropolis. Destinasi wajib kalau ke Athena, dengan simbol ikoniknya Parthenon, kuil kuno yang berada di tengah2 kota kuno berbenteng. Masuk ke dalam Acropolis ini gratis untuk pelajar Eropa. Untung kita udah tau dari sebelumnya kalo masuk semua tempat di Yunani itu gratis untuk pelajar Eropa, jadi ga perlu beli tiket dan langsung bilang aja kalau pelajar. Saat mulai mendaki ke atas Acropolis, kita akan bertemu dengan Odeon of Herodes Atticus, teater kuno setengah lingkaran yang terbuat dari batu-batu. Setelah itu, kita pun mendaki ke atas dan menjelajahi kompleks Acropolis yang sangat luas, termasuk di dalamnya Parthenon dan bangunan serta kuil-kuil kuno, yang semuanya ciamik. Rasanya bener-bener bisa ngebayangin waktu jaman dulu banget, waktu kuil ini masih berdiri kokoh dan katanya dihuni dewa-dewi.

Webp.net-resizeimage-21

Berpose di depan reruntuhan kuil Parthenon

Webp.net-resizeimage-22

Pemandangan dari atas Akropolis

Webp.net-resizeimage-23

Bersama Anin, my Greece travel mate!

Webp.net-resizeimage-24

Reruntuhan Kota Akropolis

Kita di situ menghabiskan waktu yang sangat lama, sampai beberapa jam karena tempatnya yang sangat besar. Kita juga sempet nyasar naik turun bukit saat mencari Tower of The Winds, yang akhirnya juga tidak ditemukan. Entahlah ada di mana itu obyek wisata. Puas mengelilingi Akropolis, kami menuju ke Plaka, pasar kece tempat dijual banyak barang-barang lucu khas Yunani. Kalo mau berbelanja di sini agak mahal, ada lagi tempat yang lebih murah yaitu di Monastiraki. Kita juga makan malam di salah satu resto di Plaka (Eh yang makan Anin doang deng, harganya ga pas sama budget gue jadi gue cari Gyros di pinggir jalan haha). Setelah itu kita mencari pasar di Monastiraki tapi karena sudah malam jadi sudah tutup, kitapun berjalan-jalan saja di area itu sambil gue mencari makan Gyros.

Webp.net-resizeimage-25

Plaka, tempat jualan suvenir dan banyak resto kece

Keesokan harinya, Anin pulang ke Paris sementara gue masih punya seharian untuk mengeksplor Athena. Penjelajahan hari ini dimulai dari Monastiraki, pasar besar di Athena yang harganya cukup miring, di sini gue membeli badge gambar bendera Yunani. Belakangan gue emang suka ngumpulin badge dari berbagai negara, emang udah telat sih, banyak yang udah gue kunjungin tapi ga kekumpul badge-nya. Rencananya badge tersebut mau dijahit di tas ransel atau di bantal kecil. Di sini juga gue makan Gyros, seperti biasa, kebab ala-ala seharga 3 Euro, makanan kenyang yang pas di kantong gue hahaha.

Webp.net-resizeimage-27

Monastiraki, pasar yang harganya cukup miring dibandingkan dengan Plaka

Webp.net-resizeimage-33

Gyros, my love

Setelah itu, gue menuju ke Hadrian’s Library, Roman Agora (Ternyata saudara-saudara, Tower of the Winds yang gue cari dari kemarin itu adanya di dalem sini, cape deh!) dan Ancient Agora of Athens, dimana terdapat reruntuhan kuil dan juga Agora Museum. Gw sempet masuk ke dalam museum itu, isinya sih kurang lebih patung-patung kuno yang terselamatkan dari kehancuran kota dan dijadikan koleksi museum. Di kawasan ini juga terdapat Temple of Hephaestus yang mirip Parthenon tapi lebih kecil. Puas menjelajah yang kuno-kuno, gue beralih ke Athens Cathedral yang cukup modern. Dari situ gue berjalan kaki menuju Syntagma, tempat berdirinya parlemen Yunani, yang dijaga oleh 2 serdadu dengan atraksi jalan-nya yang cukup menghibur. Setelah itu, gue duduk di National Gardens untuk beristirahat dan menikmati pemandangan. Di ujung taman, terdapat bangunan Zeppeion yang merupakan Exhibition Hall. Gue pun melangkah ke Temple of Olympian Zeus yang berada persis di seberangnya. Gue masuk ke temple ini yang tentu saja dengan cuma-cuma.

Webp.net-resizeimage-26

Salah satu sudut Hadrian’s Library

Webp.net-resizeimage-28

Beberapa koleksi di Agora Museum

Webp.net-resizeimage-29

Temple Hephaesteus, versi mini dari Parthenon

Webp.net-resizeimage-30

The Cathedral of Athens

Webp.net-resizeimage-31

2 Serdadu dengan atraksinya di depan Gedung Parlemen

Webp.net-resizeimage-32

Temple of Olympian Zeus

Waktu menunjukkan pukul 4 sore, gue ragu mau menikmati Acropolis Museum atau menuju ke Piraeus Port untuk melihat dermaga dan pelabuhan di ujung kota Athena. Akhirnya gue memutuskan untuk masuk ke museum dahulu, dan melihat bahwa waktunya masih ada, gue meluncur ke Piraeus Port yang letaknya cukup jauh di pinggir kota dengan menggunakan subway. Gue menemukan dua hal tidak menyenangkan saat perjalanan ke dan di Piraeus Port. Pertama, gue diliatin sama orang item di subway dan dia ngeliatin gue non-stop selama sekitar 15 menit tanpa memandang ke hal lain. Gue yang takut akhirnya memutuskan untuk pergi menjauh dari dia, pas turun subway dia juga masih liatin gue sambil menengok2 ke belakang, karena gue sengaja jalan jauh di belakang dia. Untungnya akhirnya dia menghilang. Hufff, ada-ada aja. Perjalanan ke Piraeus Port dari stasiun subway ternyata cukup jauh. Butuh sekitar 30 menit jalan kaki (atau lebih?) untuk sampai ke pelabuhan dan pantai. Pelabuhan dan pantainya ternyata biasa aja, kurang worth it untuk dijelajahi. Tapi ya namanya juga gue penasaran kan, kalo belum liat wujud aslinya ga akan berhenti haha. Di pelabuhan inilah gue bertemu dengan orang aneh kedua, orang (sepertinya) Yunani yang melihat gue dengan seksama dari kejauhan lalu mengikuti kemana gue pergi. Yaallah, serem bgt, akhirnya gue berhasil lolos dari tuh orang. Ada-ada aja. Malam pun tiba, dan gue pulang ke tengah kota sembari nyemil Greek Yoghurt di tengah jalan. Ternyata Greek Yoghurt ini asem, tapi dikasi madu untuk memberikan rasa manis.

Webp.net-resizeimage-34

Pelabuhan Piraeus

O iya, untuk transport di Athena ini sebenernya mudah, terdapat subway dan juga bus. Tapi untuk bus, agak tricky, karena semuanya menggunakan alfabet Yunani tanpa ada terjemahan latinnya. Jadilah gue cuma mengandalkan aplikasi transportasi dan mengingat-ingat tempat pemberhentian dengan menggunakan alfabet Yunani.

So, thank you Greece! You are unforgettable! :*

 

Keliling Santorini dengan Budget Backpacker

Hi semuanya! Bulan Mei yang lalu gue habis balik dari Yunani! Gue masih ga percaya sih bisa menginjakkan kaki di negara yang bisa gue bilang wishlist ini. Tujuan gue ke Yunani adalah tentu saja ke Santorini dan Athena! Tadinya pengen eksplor yang lain kaya Mykonos, tapi karena keterbatasan biaya, dua ini aja udah cukup menyenangkan hati gue.

Gue dapet tiket Paris-Athena-Santorini-Athena-Paris dengan total harga 210 Euro. Paris-Athena dan Athena-Santorini naik Aegean Air (maskapai Yunani tapi oke punya), Santorini-Athena, Athena-Roma dan Roma-Paris dengan Ryan Air. Kenapa gue transit dulu di Roma? Karena tiket Athena-Roma dan Roma-Paris jauh lebih murah daripada tiket Athena-Paris langsung. Sebenernya kalo lagi low season banget, semua tiket di atas bisa dijangkau dengan harga 150 Euro.

Hari ke-1: Berangkat dari Paris

Gue berangkat dari airport Paris Charles-de-Gaulle tanggal 17 Mei 2017 sekitar jam 10 malam bareng sama temen gue Anin. Jadi travelling ke Yunani kali ini gue bakal berdua sama Anin, non-stop, kecuali hari terakhir dia musti balik duluan karena ada kuliah. Si Anin ini sebenernya satu kampus sama gue di UI, tapi baru suka ngobrol pas sama-sama di Prancis. Itu juga ga pernah ngobrol yang tatap muka, biasanya cuma lewat whatsapp. Pernah sekali nginep di rumah dia, eh dianya ga ada hahaha. Jadi trip kali ini bener baru pertama kali kita ngobrol langsung hahaha.

Kitapun naik Aegean Air menuju Athena, pertamanya agak takut juga karena belum pernah denger Aegean Air. Ternyata itu maskapainya Yunani dan ternyata servisnya mayan oke, dikasih makan minum segala, ga kaya low cost carrier pada umumnya. Mungkin emang ini maskapai bukan low cost kali ya. Kita sampai di Athena sekitar tengah malam, kemudian transit sekitar 4 jam untuk melanjutkan perjalanan ke Santorini. Dari Athena ke Santorini gue kira bakal naik Olympic Air, versi kecilnya si Aegean, dan dia pake baling-baling. Ternyata engga tuh, kita tetep dinaekin Aegean, mungkin banyak yang mau ke sana kali. Di airport cuma berhasil tidur sejam, di pesawat ga bisa tidur sama sekali, karena ketakutan haha. Norak ya gue, ngaku2 traveler, tapi naik pesawat nervous berat hahaha.

Hari ke-2: Athena-Santorini (Fira, Oia)

Kita pun sampai di Santorini pukul 6 pagi. Kita langsung naik bus dari airport menuju Fira, hostel tempat kita menginap. Bisnya cuma 1.7 Euro, memakan waktu hanya 10 menit. Bis ini persis kaya di Indonesia, ada keneknya yang mintain duit ke penumpang satu-satu. Kesan pertama sampe di Yunani, rasanya beda sama Prancis dan negara Eropa lain. Keliatan, negara ini belum semaju itu, ya maklum, Yunani itu paling rendah GDP-nya di Uni Eropa, mana kemarin habis bangkrut ini negara. Kadang gue suka bilang “Eropa miskin” hehehe. Tapi kalo negara miskin justru malah menguntungkan buat traveler kere kaya gue, apa-apa murah haha.

Habis dari terminal bus Fira, kita langsung jalan kaki ke hostel, namanya Fira Backpacker. Hostel ini letaknya strategis banget, cuma 5 menit jalan kaki dari halte bus Fira. Dan ternyata terminal bus Fira ini adalah pusatnya bus2 berkumpul, jadi mau naik bus ke mana aja di Santorini, musti lewat Fira. O iya, FYI, Santorini itu nama pulau, bukan nama kota. Kota paling gedenya adalah Fira. Nah kalo kota yang suka di foto2 itu namanya Oia.

Sampai di Hostel Fira Backpacker, kita nitipin tas ransel di sana. Terus kita sempet tidur gitu dua jam di ruang tengahnya, karena belum bisa check ini, masih kepagian. Tapi mayanlah bisa tidur sebentar. Hostel ini paling murah di Santorini, harganya 15 Euro. Well, sebenernya ada sih hostel yang lebih murah, sekitar 7 Euro, tapi letaknya di Perissa dan itu jauh gitu kemana2 aksesnya. Itu gue dapet 15 Euro buat malam pertama, buat malam kedua jadi 19 Euro, kayanya gara2 weekend. Ada juga kan hostel murah di Santorini? Ga perlu deh nginep di resort2 mahal hahha.

Sekitar jam 10 pagi kita berangkat ke Oia, rasanya udah ga sabar liat kota yang di gambar2 itu. Kita naik bus selama 30 menit dari Fira ke Oia (1.7 Euro). Pemandangan sepanjang jalannya cantik luar biasa, sebelah kanan langsung laut Aegean yang biruuuuu banget! Sampai di Oia, kita langsung jalan mengikuti kemana kaki melangkah. Oia itu kotanya beneran cantiiiiiik banget. Lebih cantik daripada di foto. Gue amaze sendiri gitu bisa menjejakkan kaki di situ. Jalanannya itu dari marbel warna putih, dinding2 bangunan kebanyakan warna putih bersih. O la la. Cantikkkkk banget! Tujuan kita ke Oia adalah mencari 3 dome biru yang ada di foto2. Agak susah loh nyarinya, belum ditambah penyakit gue saat jalan2 kambuh, sakit perut! Huh, ampun dah, ini sakit perut ga bisa tunggu ntar pas gue pulang ke rumah aja apa ya.

Webp.net-resizeimage-17

This place is just too good to be true ❤ ❤

Webp.net-resizeimage-4

Now I have one more favorite destination.

Webp.net-resizeimage-2

Those 3 picturesque blue domes ❤

Webp.net-resizeimage-5

The sea is just sooooo blue!

Webp.net-resizeimage-3

Setiap sudut kota ini bener-bener cantik ❤

Sekitar jam 5 sore, kita balik dari Oia menuju Fira. Karena kita belum tidur cukup semalem, jadi pengen cepet2 balik dan tidur aja di hostel. Bis menuju Fira kali itu bener2 ramai. Kita sampai berdiri di tangga bagian bawah, deket sama pintu tengah. Asli itu ga enak banget, jadi kan emang kontur jalanannya berkelok-kelok, rasanya pusing banget ditambah kita ga bisa liat apa-apa, karena di bawah. Jendelanya ga keliatan.

Sesampainya di hostel, kita langsung check in dan tidur! Itu baru jam 6 sore tapi gue sudah terlelap kecapekan, jam 11 malam pun gue bangun sebentar sekitar sejam, lalu tidur lagi sampai keesokan harinya. Oh, malam yang indah.

Hari ke-3: Red Beach dan Sunset di Oia

Hari ini kita bangun jam 9! Hahaha. Setelah puas tidur semalaman, gue pun mandi, lalu makan siang pizza bekas kemarin hahaha. Setelah itu kita berangkat ke Red Beach! Tentunya naik bus dari Fira. Enak deh tinggal di Fira, akses kemana2 mudah. Seandainya kita tinggal di Oia, kita musti ke Fira dulu baru bisa ke tempat2 lain. Hahhaa. *gaya lu cun, kaga mampu juga tinggal di Oia hahaha* Bis dari Fira ke Red Beach memakan waktu sekitar 30 menit dengan harga 2.2 Euro (ga tau gue kenapa yang ini lebih mahal).

Di Red Beach, kita diturunin di dekat situs purbakala Akrotiri, dari situ kita musti jalan kaki ke Red Beach. Perjalanan dari situ sampai ke Red Beach kira2 30 menit jalan kaki. Di ujung, medannya agak curam, karena isinya batu-batu semua. Musti ati2 pas di sini. Red Beach ini bentuknya lebih ke tebing daripada pantai, tebingnya itu yang warnanya merah. Ada pantai, tapi pasirnya sedikit dan kurang nyaman buat leyeh-leyeh. Tapi lautnya bener2 bagus, warna biru tua dan di tengah2nya ada gradasi biru muda. Cakep deh!

Webp.net-resizeimage-6

Red beach. Di samping kanan keliatan batu-batunya yang berwarna merah.

Webp.net-resizeimage-8

Tampak dekat.

Habis itu kita melanjutkan perjalanan ke Akrotiri, situs purbakala yang letaknya di deket tempat bis. Karena kita adalah pelajar Uni Eropa, maka masuk ke dalam sini gratis. Nah, curangnya adalah, di loket itu ga ditulis kalo buat pelajar Uni Eropa gratis, jadi kalo lo ga tau, lo pasti bakal ngira lo bayar. Untungnya gue udah sempet dikasi tau temen, jadi tau kalo itu gratis. Hoho.

Di Akrotiri ini ada peninggalan bangunan Yunani jaman dulu yang udah tinggal sisa-sisanya. Sisa-sisa bangunan ini ada di dalam satu ruangan, jadi dia ga outdoor. Gue udah bayangin aja dia bakal outdoor kaya di Pompeii (Italia) taunya ga. Indoor dan menurut gue ga gede-gede amat.

Webp.net-resizeimage-7

Tiket gratis masuk Akrotiri.

Habis itu kita duduk-duduk di luar sambil menunggu bis datang. Lanjut dari sini, kita bakal balik ke Oia lagi untuk melihat sunset. Kita musti naik bis dulu ke Fira, untuk kemudian ke Oia. Sampai di Oia jam 6 malam, kita makan dulu di restoran murah no 1 di Trip Advisor bernama Pito Gyros. Pito Gyros ini letaknya deket sama tempat turun bis di Oia dan di belakang sekolahan (met nyari deh, di sana kaga ada nama jalannya haha). Di sini gue makan Pork Gyros (Gyros itu kaya sejenis pita tapi kecil) seharga 3 Euro sudah termasuk French Fries. Di Yunani, kalo mau ngirit, bisa beli gyros atau souvlaki seharga 2-3 Euro. Bahkan di restoran gede pun kadang suka jual gyros seharga 3 Euro loh. Porsinya emang ga gede2 amat, tapi cukup buat gue. Dan ada macem2, ga cuma babi, tapi ada yang ayam juga. Pito Gyros ini bener2 enak. Recommended banget dah! :DD

Habis itu kita turun ke bawah tebing, ceritanya mau liat teluk bernama Amoudi Bay. Tapi baru 30 menit jalan kita menyudahi perjalanan itu, karena kecapekan, keliatannya pantainya biasa aja dan kita musti ngejar sunset di Oia Castle. Oke lah, langsung kita meluncur ke Oia Castle tempat orang-orang pada nunggu sunset. Kita sampai di Oia Castle jam 19.30, padahal sunsetnya baru jam 20.30. Omg, di situ udah penuh sesak orang yang nunggu sunset, dan di situ dingin bangeeet, angin lagi kenceng2nya. Akhirnya terpaksa kedinginan sejam sambil nunggu sunset, untung akhirnya dapet duduk.

Webp.net-resizeimage-10

Kumpulan orang-orang yang menunggu sunset. Ini masih sebagian kecil.

Webp.net-resizeimage-9

Sunset in Oia Castle ❤

Habis itu kita pun pulang ke Fira. Menikmati malam terakhir di Santorini *rrrr supposed-to-be*.

Hari ke-4: Perissa Beach

Di Santorini, selain ada Red Beach, ada juga yang namanya Black Beach. Black Beach itu ada 2, satu namanya Perissa, satu namanya Kamari. Gue memutuskan ke Perissa, karena tempatnya lebih populer di kalangan travel blogger. Tadinya pengen ke dua-duanya, tapi setelah diliat-liat sama aja. Jadi dah pilih salah satu. Perjalanan dari Fira ke Perissa memakan waktu setengah jam dengan bis (2.2 Euro)

Perissa ini bener2 pantai guede banget, buat leyeh2 dan berenang. Beda sama Oia yang emang tempat turistik banget dan juga beda sama Red Beach yang bertebing-tebing. Ini pantainya landai, ya kaya pantai2 di Bali gitu, cuma warnanya item. Ga item2 banget lah, abu-abu tua. Gue sama Anin pun memutuskan untuk menikmati waktu hari ini, leyeh-leyeh di pantai seharian. Kita pun duduk di payung, lalu mesen makan (kali-kali makan yang agak mahalan dikit -padahal mah ga mahal juga, dibagi dua sama Anin hahaha). Gile leyeh2 ini rasanya kaya lagi di Gili Trawangan, well, lautnya bagusan Gili sih, tapi suasananya mirip2. Dan ga rame juga kaya di Bali.

Webp.net-resizeimage-11

Leyeh-leyeh di Gili Trawangan eh.. Black Beach.

Waktu menunjukkan pukul 4 sore dan kamipun cabut dari nikmatnya udara pantai. Kami berencana menjelajah kota Fira sebelum berangkat ke bandara jam 10 buat naik pesawat ke Athena. Fira ini ternyata cantik juga, dia punya tempat di mana kita bisa liat bangunan putih berjejer mirip kaya di Oia. Kece deh! Untung kita sempet2in ke sini. Selain itu di Fira juga ada cable car buat turun ke tebing dan melihat teluk di bawah. Tapi karena budget gue terbatas, jadilah gue ga naik cable car. Gue pikir juga teluknya bakal sama aja kaya yang di Oia.

Webp.net-resizeimage-15

Cakepnya si Fira.

Puas menjelajah Fira, kita pulang ke hostel untuk nge-charge, ngambil tas lalu ke airport naik bis. Malem itu rasanya dingiiiiiiin banget. Dan gila-nya, airport Santorini itu kecil banget (kaya airport di Papua!) dan turis yang dateng banyak banget. Jadilah kita ngantri check in sampe luar2, astajimmm! Mana gue kebelet pipis, mati lah gue. Setelah nunggu di luar sejam, gue ga tahan lagi, akhirnya gue minta ijin ke wc sama petugasnya, eh ternyata dibolehin, yaaa tau gitu dari tadi aja. Gubrak. Dan ternyata juga, sebenernya karena kita udah online check-in dan ga punya bagasi, kita bisa langsung masuk tanpa ngantri di luar kaya gitu. Huff. Akhirnya kita udah masuk, duduk ngemper di bawah, karena tempat duduk udah penuh dan bandaranya sesak!

Waktu menunjukkan pukul 00.30, seharusnya kita sudah boarding di pesawat Ryan Air menuju ke Athena. Muka orang-orang udah mulai gelisah. Jam 01.00, belum ada tanda apa-apa. Jam 01.30 terdengar pengumuman yang kira-kira isinya begini “Pesawat Ryan Air menuju Athena dicancel dan dimundurkan jadi besok malam jam 02.30 karena cuaca buruk”. WHAT THE F*CK? Omg jinx apa lagi ini, Tuhan. Gue kira perjalanan kali ini bakal lancar2 aja tapi ternyata ada kesialan. Gue kira jinx gue saat traveling udah berenti (buat kalian yang suka baca blog ini pasti tau travel gue penuh dengan jinx hahaha), ini malah muncul lagi saat di Yunani. Gue udah pasrah, mau nangis ga bisa, udah pasrah lah. Terus tiba2 ada penumpang yang nanya gini ke pihak Ryan Air “Ini bakal dikasih akomodasi ga kita?”. Baru deh, pihak Ryan Air-nya bilang iya, terus disuruh ngantri buat dikasih hotel. Omg, kalo tadi ga ada yang nanya si Ryan Air ga bakal bilang kalo kita dapet akomodasi. Dia bakal ngebiarin kita luntang lantung. Maskapai macam apa ini grrrrh. Tapi yaudahlah, untung akhirnya dapet akomodasi. Sebenernya diantara kesialan ini, kita masih cukup beruntung, karena kita ga punya flight sambungan di Athena. Banyak orang yang punya flight sambungan dari Athena dan kalo flightnya itu bukan Ryan Air, tiket mereka bakal hangus, belum lagi orang-orang yang musti kerja karena keesokan harinya itu Senin.

Kita pun dapet akomodasi di hotel bernama Kalma, kita disediain shuttle bus buat ke hotel itu. Hotelnya sih, liat di google, bintang tiga. Alhamdullilah. Ngerasain juga akhirnya nginep di hotel yang nyaman hahah. Backpacker naik pangkat. Yah walopun kalo boleh milih gue tetep milih flight ke Athena saat itu sih, biar jatah jalan2 gue di Athena ga berkurang.

Hari ke-5: TIDUR SEHARIAN

Berhubung kita baru sampe hotel jam 3 malam, jadilah kita baru bangun jam 10 pagi. Gue pun langsung sarapan, muter liat2 hotel, terus tidur lagi hahaha. Sampe sekitar jam 4 gue bangun. Terus kita mandi dan cari makan malam di luar. Ketemu lah dengan restoran yang menjual gyros persis di depan hotel hahah langsung cus. Makanan murah favoritku. Habis itu kita ke supermarket bentar, terus leyeh2 lagi di depan kolam renang hotel.

Webp.net-resizeimage-12

Penampakan Hotel Kalma. Bagus ya! Sayang, letaknya ga di pinggir pantai.

Webp.net-resizeimage-14

Gyros, makanan favorit backpacker. Dia kaya kebab tapi dalemnya ada french friesnya. Harga around 2-3 Euro.

Jam 10 malam kita dijemput dengan Shuttle Bus menuju ke bandara. Kali ini udah tau triknya, jadi gausah ngantri lagi di luar. Tapi tetep aja di dalem pake drama, yang musti ngeprint tiket lagi lah, pindah pindah konter lah, sampe akhirnya bisa masuk ke ruang tunggu beneran. Hati ini belum selesai deg-degan sampe naik pesawat. Masih takut bakal dicancel lagi. Gimana kalo dicancel lagi coba? Gw pengen meninggalkan Santorini! Hiks.

Alhamdullilah, malam itu kita berhasil terbang, penumpang pun jauh berkurang dari malam sebelumnya. Kayanya banyak yang udah berangkat duluan. Perjalanan dari Santorini ke Athena itu cuma setengah jam, tapi itu berasa jadi setengah jam terlama dalam hidup gue. You know what? Sepanjang jalan turbulence lumayan parah, dan cuacanya itu lagi ujan, di kejauhan keliatan kilat-kilat. Sumpah, itu ngeri banget. Gue sama Anin berdoa sepanjang jalan, kita udah takut ga nyampe Athena dengan selamat. Ngeri banget. Kayanya ini perjalanan pesawat paling ngeri sepanjang hidup gw. Tapi Puji Tuhan, kita bisa sampai Athena dengan selamat. Omg, nangis rasanya pas landing, bersyukur banget.. Akhirnya sampai juga di kota bernama Athena, setelah banyak cobaan menuju ke sini.

Webp.net-resizeimage-16

Finally.. Bye Santorini! Such an amazing place to see! ❤