Setelah mengalami kesialan sebelum naik bis dari Bonn ke Berlin, akhirnya sampai juga gue di Berlin jam 7 pagi tanggal 30 Agustus 2016. Gue turun di Berlin ZOB (Zentral Omnibus Bahnhof) yang sangat luas, tempat pemberhentian bus-bus dari dan menuju Berlin. Gue harus menunggu temen gue si Jeanne, yang baru akan datang jam 11 pagi. Jeanne adalah salah satu temen kuliah gue di Sastra Prancis UI, dia ke Polandia dalam rangka seminar dan kursus bahasa musim panas selama 1 bulan. Di akhir perjalanannya, dia menyempatkan liburan sama gue di Berlin selama 4 hari. Jeanne berangkat dari Praha ke Berlin, karena dia habis jalan-jalan di Praha.
Empat jam menunggu di terminal bus adalah waktu yang cukup lama, ditambah tidak ada wifi di tempat tersebut. Gue yang masih dalam keadaan ngantuk, sempat tidur beberapa kali di bangku terminal bus. Sempet juga bolak balik ke WC dimana sekali masuk bayar Rp 7500 (alias 50 cent). Agak susah memang travelling sendirian, bawa backpack yang cukup besar dan harus bolak balik ke wc dengan membawa backpack ke dalam wc, ga bisa nitip terus minta jagain gtu maksudnya. Tapi gapapa lah, asal lantai wc ga kotor.
Waktu menunjukkan pukul 11 lewat, akhirnya bis Eurolines yang dinaiki Jeanne datang juga. Gue jemput dia di depan bus, kita pun berteriak kegirangan bisa bertemu satu sama lain, setelah 1 tahun tidak berjumpa. Gue selalu senang bertemu teman (baik) dari Jakarta, yang sedang travelling ke Europe. Rasanya bahagia banget, ketemu temen lama, bisa cerita segala hal kisah kehidupan gw di Prancis selama ini, dan bisa nostalgia macem-macem. Hmm.. I think I miss Jakarta a lot đŸ˜›
Kami pun makan siang terlebih dahulu di restoran Cina sebelah halte bis. Sebenernya gue ga makan sih, karena harga makanannya di atas 5 Euro. Jadi Jeanne saja yang makan, gue makan burger McD 1 Euro saja setelah menemani Jeanne makan. Kasian ya? Hahaha. Yah emang gtu cara pengiritan ala gue. Hampir ga pernah gue membeli makanan di atas 5 Euro saat sedang travelling ke luar negeri. Kalo ada makanan 1 Euro, ngapain beli yang mahal? Haha.
Selepas dari terminal bis, kami langsung menuju ke rumah host couchsurfing di Berlin yang sudah saya pesan dari sebulan sebelumnya. Kebetulan gue dapet host orang Indonesia. Bukan kebetulan sih, emang nyarinya orang Indonesia biar kemungkinan diapprovenya lebih besar. Rumah host gue ini ga di pusat kota Berlin tapi bisa diakses dengan menggunakan S-Bahn, masih di zona 1, nyaris masuk ke zona 2 haha. Host gue namanya Atika, dia udah 11 tahun tinggal di Jerman, dari sejak kuliah sarjana sampai sekarang dia lagi PhD. Keren yak? Dia punya kucing lucu yang namanya Pedro. Habis sampai di rumahnya, taruh barang-barang dan ngobrol beberapa saat, gue dan Jeanne pun jalan menuju pusat kota Berlin, untuk makan sore di tempat hits yang namanya Burgermeister (terletak di Jalan Oberbaumstrasse, U1 stop-Schlesisches Tor). Di sini dijual burger (dan kentang) dengan harga 4-5 Euro. Tempat ini sangat terkenal, sampai-sampai pas kita datang antriannya panjang banget. Tempatnya berupa kios kecil, di dekat stasiun U-Bahn. Kios ini menyediakan beberapa meja di luar gue dan Jeanne mencari taman terdekat untuk duduk-duduk sambil makan. Kami memesan yang paling populer, Meistaburger, rasanya enak, si Jeanne sampe pengen makan ini lagi besok-besok. Haha. Habis makan, kita menyambangi Brandenburger Tor, gerbang ikonik khas kota Berlin dan juga Reichstag Building, gedung parlemen di Berlin. Sebenernya kita bisa naik ke atas Reichstag untuk melihat Berlin dari atas dengan gratis.Tapi gue dan Jeanne memilih untuk duduk-duduk saja di taman depan Reichstag sambil menikmati senja.

Kedai Burgermeister tampak depan

Burger-burger kami :9

Bersama Jeanne di benteng ikon kota Berlin. Yippie!

Reichstag Building
Setelah itu kami menuju Alexanderplatz, salah satu pusat nongkrong anak muda Berlin, dimana sedang ada bazaar yang menjual makanan dari berbagai negara. Si Jeanne membeli cemilan, lalu kita juga membeli sereal untuk sarapan esok harinya di supermarket DM dekat situ. Di Alexanderplatz ini juga terdapat menara pemancar Berlin Tower dan Galeria (semacam pusat perbelanjaan kecil). Lalu kamipun pulang dan beristirahat di rumah Atika.

Berlin Tower di Alexanderplatz
Keesokan harinya, kami memulai perjalanan dengan mendatangi Holocaust Memorial, sebuah tempat peringatan untuk para korban Yahudi yang dibantai saat Holocaust yang dilakukan oleh Nazi. Tempatnya sendiri terdiri dari kotak-kotak berwarna abu-abu dengan berbagai ukuran. Para turis dilarang naik ke atas kubik-kubik ini, mungkin takut rusak. Kami menyimpulkan, dengan adanya tempat ini dan tempat lain yang menceritakan soal Nazi dan Yahudi, Jerman tidak malu mengakui sejarah bangsanya yang kelam. Habis itu kita makan siang hotdog (lagi) di dekat situ. Perjalanan berlanjut ke Tiergarten, taman yang sangat luas di sebelah Holocaust Memorial. Keluar dari situ, kita tak sengaja menemukan Soviet War Memorial, salah satu tempat ingin dikunjungi oleh Jeanne. Terus menyusuri jalan, kamipun sampai di Berlin Victory Column, sebuah monumen tinggi untuk memperingati kemenangan Prussia dalam Perang Denmark-Prussia. Setelah itu kami berjalan kaki ke Bellevue Palace, tempat kediaman presiden Jerman sejak tahun 1994. Setelah berfoto-foto di luar, kami menaiki bis nomer 100 menuju Kaiser Wilhem Memorial Church. Katanya, kalo kita tidak punya banyak waktu, kita bisa menaiki bis nomer 100 ini keliling Berlin, karena rutenya melewati banyak tempat wisata di sini. Gerejanya sendiri sangat unik, karena terlihat hanya setengah bangunan dan tidak utuh. Konon katanya, separuh gereja ini runtuh saat pengeboman Berlin di Perang Dunia ke-2. Runtuhan ini dibiarkan begitu saja seperti adanya sehingga menjadi tujuan wisata sampai saat ini. Di sebelahnya, dibangun gereja yang baru, yang lebih rendah dan sangat modern. Tempat ini yang sekarang digunakan untuk misa.

Holocaust Memorial, bentuknya unik dan cukup fotogenik

Soviet War Memorial, ga sengaja nyampe sini

Bellevue Palace

Kaiser Wilhem Memorial Church yang sebagian runtuh terkena bom di Perang Dunia II
Kamipun melanjutkan perjalanan ke Potsdamer Platz, jantung kota Berlin dimana banyak pusat perkantoran dan gedung-gedung modern. Saat itu hujan, dan kami berteduh di museum Dali. Kami menemukan bahwa di dekat situ ada Spy Museum, Jeanne yang demen banget sama dunia mata-mata dan detektif, pengen mampir ke sana. Yasudah, dia masuk ke dalam sementara saya duduk di luar menunggu dia di lobby. Setelah itu, kami mampir ke Pizza Hut untuk makan malam, lalu ke Sony Center. Salah satu pusat perbelanjaan yang futuristik. Jujur sih, tempat ini gak kaya gambar2nya di google. Biasa banget tempatnya haha. Di sini kami bertemu dengan Atika untuk kemudian melanjutkan perjalanan ke Checkpoint Charlie bertiga. Checkpoint Charlie adalah salah satu tempat tujuan wisata terkenal di Berlin. Tempat ini tadinya merupakan perbatasan Jerman Barat dan Jerman Timur, setiap individu yang lewat akan dicek oleh polisi perbatasan. Masih berbau sejarah, kami menuju ke Eastside Gallery, sisa tembok berlin yang berada di sebelah timur dan penuh dengan grafiti dan gambar-gambar yang unik. Sangat cocok dijadikan background foto. Sayang sekali, hujan mulai turun saat kami di tempat ini. Hujan makin lama makin deras, dan terjadilah hujan badai. Wow! Kami berjalan cukup jauh sampai akhirnya menemukan stasiun U-Bahn. Ga nyangka bakal ada hujan badai di musim panas yang seharusnya cerah. Payungnya si Jeanne pun sampai rusak karena terpaan angin kencang. Baju kami sudah basah semua, payung saja tak cukup untuk menahan hujan angin. Akhirnya sampai juga kita di stasiun U-Bahn dan langsung pulang ke rumah.

Checkpoint Charlie bersama Jeanne dan Atika

Kehujanan di Eastside Gallery -sebelum payung Jeanne rusak
1 Agustus, awal dari bulan baru, hari ketiga kami menjelajahi Berlin. Ini adalah hari terakhir saya travelling sama Jeanne karena keesokan paginya dia harus sudah kembali ke Polandia untuk pulang ke Jakarta. Seperti biasa, kami tidur sampai siang dan baru berangkat saat menuju makan siang. Kami makan di kedai bernama Konnopke’s Imbiss (U stop Eberswalder Strasse), salah satu tempat yang juga sangat terkenal. Kedai ini menjual snack khas Jerman, currywurst! Currywurst dan kentang dibanderol dengan harga 3.5 Euro.Rasanya enak! Perut kenyang, kamipun melanjutkan petualangan di kota penuh sejarah ini ke Berlin Memorial Wall. Di tempat ini kita bisa melihat sisa tembok Jerman di sebelah utara. Temboknya cukup panjang, ada beberapa bagian yang temboknya sudah tidak ada dan hanya tinggal pilarnya doang. Di sini banyak cerita mengenai sejarah Jerman Barat dan Jerman Timur, dalam bentuk suara. Juga ada salah satu komplek pemakaman yang sempat dipindahkan karena dibangun tembok Berlin. Di sebelahnya terdapat gedung dimana kita bisa melihat tembok Berlin dari atas dan bisa juga melihat menara pos penjagaan tentara Jerman yang dulu digunakan sebagai tempat para tentara memantau siapa saja yang nekat memanjat tembok Berlin untuk menyeberang dan langsung menembaknya di tempat saat itu juga. Kebayang gue betapa ngerinya.. Masih soal tembok Berlin, Jeanne, yang suka banget sama sejarah, cerita sebuah kisah dimana seorang mahasiswa PhD memiliki rumah di Jerman Barat dan kampusnya di Jerman Timur, di hari saat dia  harus sidang disertasi, tembok Berlin mulai dibangun, diapun tak bisa lagi pergi ke kampusnya yang berada di Jerman Timur. Kebayang sedihnya jadi itu anak..

Tampak depan kios Konnopke’s Imbiss, sepertinya salah satu tempat jualan currywurst tertua, sejak 1930 bo!

Currywurst-enak, murah dan kenyang

Sisa-sisa tembok Berlin

View landscape tembok berlin-terdiri dari 2 lapis tembok, di tengahnya ada menara pemantau. Yang berani lewat, langsung ditembak!

Katedral Berlin dan kanalnya

Katedral Berlin
Selesai ke tempat-tempat bersejarah, kami menuju Alexander Platz untuk berjalan ke arah Berlin Cathedral dan sekitarnya. Katedral Berlin atau Berliner Dom ini sangatlah bagus, dia dikelilingi kanal. Sayang, untuk melihat bagian dalam katedral dipungut biaya, jadilah kita tidak masuk. Di belakang katedral ada sebuah komplek museum yang disebut Museum Island, terdiri dari Old Museum, New Museum, Old National Galery, Bode Museum dan Pergamon Museum. Sementara di sebelah kanan katedral, dipisahkan oleh kanal terdapat Museum DDR, museum interaktif yang menunjukkan cara hidup masyarakat Jerman Timur saat masih dipisahkan oleh tembok Berlin. Kita bisa merasakan bagaimana jadi orang Jerman Timur dengan berbagai game dan pameran menarik di museum tersebut. Sayang, gue tidak masuk ke dalam. Hanya Jeanne saja yang masuk. Tadinya Jeanne dapat info dari temannya kalau DDR Museum adalah museum militer, makanya gue ga mau masuk dan memilih menunggu di luar. Eh, setengah jam setelah Jeanne masuk gue iseng2 liat lobby museum itu dan gue baru tau kalo itu museum menceritakan kehidupan orang Jerman Timur. Tau gitu gue mau masuk ke museum itu! Huff! Masuk sekarang juga udah telat, takutnya malah ga ketemu Jeanne dan berujung cari-carian. Yaudahlah, mungkin next time..
Rasanya hampir semua tempat populer telah kami jelajahi, kami pun memutuskan menutup hari dengan naik bis 100 dari Berliner Dom untuk memutari kota Berlin sampai ujung (Botanical Garden) dan kemudian kembali lagi ke ujung satunya di Alexander Platz.
Overall, perjalanan di kota Berlin ini sangat menyenangkan, gue belajar banyak sejarah di kota ini. Dari sejarah nazi, holocaust dan juga pemisahan Jerman Barat dan Jerman Timur. Rasanya seperti kembali ke masa lalu, dan terbayang betapa mengerikannya saat itu, saat semua pembantaian tersebut terjadi. Saya beruntung jalan di Berlin ditemani oleh Jeanne, karena dia penggila sejarah, dia menceritakan banyak hal tentang sejarah Jerman yang tidak saya tahu. Dan menjadikan saya semakin suka kota ini.
P.S: Untuk itinerary dan rincian biaya perjalanan saya 40 Hari di Eropa Tengah bisa klik link ini.
Pingback: 40 Hari di Eropa Tengah: Potsdam | see. taste. tell
Pingback: 40 Hari di Eropa Tengah: Krakow | see. taste. tell
Pingback: 40 Hari di Eropa Tengah: Itinerary dan Biaya | see. taste. tell