Tanggal 5 Agustus pagi gue meninggalkan Krakow untuk menuju ke Budapest. Perjalanan ke Budapest memakan waktu 7 jam. Gue naik Polskibus lagi, kali ini harganya 8 Euro. Di Budapest gue akan meninggalkan kenyamanan Couchsurfing gue bersama orang Indonesia di 2 kota sebelumnya dan mencoba peruntungan dengan warga lokal. Gue sampai di Budapest kira-kira setengah 5 sore dan langsung mencari money changer di terminal bis. Budapest ini memiliki mata uang Forint. Gue mulai panik karena gue tidak menemukan money changer di terminal, gue mencari-cari kesana kemari masih belum ketemu juga. Akhirnya gue masuk ke dalam stasiun metro dan menemukannya. Alhamdullilah! Setelah itu gue membeli tiket metro menuju tempat bertemu gue dan host couchsurfing gue. Kami bertemu di stasiun metro dekat rumahnya di pusat kota. Namanya Ivett, orang Hungaria asli yang baik dan juga ramah sekali, bahkan pas pertama ketemu langsung keliatan kalo dia open. Dia mengantar gue ke rumahnya untuk naruh barang bawaan. Habis itu gue diajak melihat Budapest di malam hari. Kami menelusuri jembatan, lalu berputar-putar di pusat kota tempat banyak makanan berada. Kami ngobrol macem-macem di sepanjang jalan, walaupun Bahasa Inggrisnya ga terlalu lancar, tapi dia tetep punya banyak hal untuk diceritakan. Gue diajak untuk membeli burger di food truck, tempatnya cukup rame dan burgernya lumayan enak. Setelah itu dia menunjukkan ke gue tempat paling hits di Budapest, sebuah Ruin Bar yang bernama Szimpla, Ruin Bar paling besar dan paling tua di Budapest. Ruin Bar sendiri adalah sebuah bar dengan konsep unik: bar ini menggunakan tempat tua yang sudah tak terurus/hancur, kemudian menjadikannya bar dan memenuhinya dengan barang-barang antik, juga terdapat banyak tandatangan artis di dindingnya. Agak susah sebenernya mendeskripsikan tempat ini, yang jelas ada suasana berantakan di dalamnya. Dan di Szimpla ini buanyak banget orang, sampe berasa bising banget dan kalo mau ngobrol ga bakal kedengeran. Gue sama Ivett cuma masuk buat liat-liat sekeliling dan ga lama-lama di situ. Habis itu kita pulang, karena kaki gue mulai sakit, ada gelembung di telapak kaki gue, sepatunya ga nyaman buat dipakai saat itu. Huff.

Ini dia Ivett, cewek Hungaria host couchsurfing gue ❤ ❤
Keesokannya, tanggal 6, gue berjalan mengitari Budapest sendirian, karena Ivett ada janji sama temannya hari itu. Jujur, travelling ideal versi gue ya kaya gt, gue bisa eksplor sendirian sepanjang hari, terus gue bisa pulang ke tempat orang yang gue kenal dan menceritakan petualangan gue hari itu. Gue kurang suka eksplor tempat bareng orang lain, tapi jg terlalu kesepian kalo sepanjang hari gue lewati sendirian, gue harus ngomong sama orang lain. Dan kadang kalo di hostel gue malah berasa kesepian karena belum tentu kita bisa cerita sama orang lain, kayanya couchsurfing emang cocok buat gue hahaha.
Guepun menyusuri Budapest sendirian dengan kaki yang masih sakit, dengan berbekal peta dan beberapa petunjuk dari Ivett. Karena waktu itu kaki gue sakit, gue naik bus untuk naik ke Buda Castle, tujuan teramai di Budapest. Padahal sebenernya jalan kaki ga terlalu jauh, cuma 30 menit dari pusat kota. Budapest sendiri terbagi menjadi dua bagian dengan dipisahkan oleh sungai Danube. Dua wilayah ini disebut Buda dan Pest. Pusat kota terletak di wilayah Pest, sementara di wilayah Buda terdapat Buda Castle, kompleks istana yang sangat besar terletak agak di bukit. Di kompleks istana ini terdapat beberapa museum, monumen, gereja dan juga istana itu sendiri. Dari atas Buda Castle terlihat pemandangan Pest yang cantik dengan gedung parlemennya, serta Sungai Danube. Yang haram untuk dilewatkan di Buda Castle adalah Matthias Church dan Fisherman’s Bastion. Gue hampir aja turun dari Buda Castle dengan melewatkan itu semua kalo ga inget wejangan dari Ivett, katanya harus mampir ke Fisherman’s Bastion. Matthias Church sendiri sangat cantik dilihat dari luar, dengan atapnya yang eksotik khas Hungaria. Waktu gue ke sana, lagi ada pernikahan di area Fisherman’s Bastion, jadi agak susah ambil angle foto yang bagus dari situ. Dari Fisherman’s Bastion juga keliatan jelas gedung parlemen Budapest yang luar biasa cantik. O iya, di sini gue juga nyobain snack khas Budapest yang namanya Kurtoskalacs, pastry besar yang berbentuk roll.

Pemandangan dari Buda Castle

Kurtoskalacs, Hungarian Chimney Cake. Snack ini juga bisa ditemukan di Ceko dan negara Eropa Tengah lain dengan nama yang berbeda.

Matthias Church

Atap-atap di Matthias Church, lucu ya..

Fisherman’s Bastion
Selesai mengagumi kompleks istana ini, gue kembali ke arah Pest dengan menaiki bus. Gue berjalan menyusuri sungai Danube menuju gedung parlemen. Di situ gue menemukan sepatu-sepatu besi berserakan yang ternyata adalah sebuah tempat peringatan bagi orang-orang Yahudi yang ditembak di pinggir sungai Danube. Jadi sebelum ditembak dan didorong ke sungai, mereka disuruh melepas sepatu terlebih dahulu. Lagi-lagi jejak NAZI di Eropa Tengah, bener bener ngebuat pilu. Setelah dari situ gue ke Budapest Parliament Building yang cantiknya luar biasa. Puas foto-foto gue tiduran di bangku deket situ hahaha. Salah satu enaknya solo travelling, bisa ngapain aja termasuk tiduran di mana saja dan kapan saja. Hahaha. O ya, kalo di Eropa itu tidur di taman atau bangku dekat teman itu sudah biasa, jangan dibandingin sama di Jakarta ya hahaha.

Sepatu besi untuk memperingati korban Holocaust di Budapest

Gedung Parlemen Hungaria, so beautiful!
Dari situ gue melanjutkan perjalanan ke St Stephen’s Basilica, sebuah gereja yang diberi nama raja pertama Hungaria, Stephen. Adapun gereja ini memiliki tinggi yang sama dengan gedung parlemen, dan mereka adalah dua bangunan tertinggi di Hungaria dengan tinggi 96 m, tidak boleh ada bangunan lain yang tingginya melebihi itu. Konon katanya, di gereja ini disimpan tangan kanan Raja (yang juga menjadi Santo-sebutan untuk orang suci agama Katolik) Stephen. Selepas dari situ gue menaiki subway ke Hosok Tere, monumen besar tempat mengenang para pahlawan. Di dekat situ gue melihat Beer Bike yang lagi ngetem buat disewain. Beer Bike adalah sebuah kendaraan yang berisi 10 orang yang mengayuhnya sambil berhadap-hadapan (kaya naik angkot gtu) dan mereka muter keliling kota sambil minum bir (total 30 liter!) yang sudah disediakan di kendaraan itu. Biasanya mereka muter kota sambil ruri, alias seru sendiri, mereka nyanyi-nyanyi dan teriak-teriak di dlm beer bike itu. Oya, ada musiknya juga di dalam situ! Kata Ivett sih biasanya mereka ngadain semacam bachelor party di situ. Asli seru abis!

Mamam pizza 2 Euro-an di depan St. Stephen’s Basilica

Hosok Tere
Jalan dikit dari Hosok Tere, ada salah satu tempat terpopuler di Budapest, Szechenyi Thermal Bath. Gw pernah liat di foto temen gue sih bagus ya. O ya, pemandian air panas kaya gini juga ngehits banget di Budapest. Gue sih ga nyobain, ga pengen dan ga sesuai sama kantong hihi. Habis dari situ gue pulang ke rumahnya Ivett. Kayanya udah hampir semua tempat populer di Budapest udah gue kunjungi hari itu, kecuali satu, yang katanya tempat terindah buat liat Budapest night view, itu disimpan buat besok malam hihi.
Gue pulang dengan banyak cerita untuk Ivett. Tapi sebanyak2nya cerita gue jg tetep aja banyakan cerita dia hahahha. Malam itu gue habiskan dengan santai dan nonton Sex and City versi Hungaria hahaha. Negara2 di Eropa selalu punya cara untuk mendubbing film US ke bahasanya sendiri2 wkwk.
Keesokan harinya, hari minggu, gue juga jalan-jalan sendiri untuk kembali menjelajahi Budapest. Di saat bingung mau ngapain, Free Walking Tour jawabannya! Hahaha. Meski FWT kali ini rutenya ga beda jauh sama lokasi jalan-jalan kemarin, tapi gue pengen melihat Budapest dengan perspektif yang berbeda, perspektif warga lokal, alias guidenya. Tempat tujuan akhir FWT ini adalah Buda Castle, tapi bedanya dari perjalanan gue kemarin, gue kali ini naik ke atas Buda Castle jalan kaki! Hahaha. Karena jalan kaki gue bisa menikmati menyusuri Chain Bridge, jembatan yang sangat besar penghubung Buda dan Pest.
Di saat solo travelling pasti ada aja kejutannya. Kali ini gue ketemu sama orang Indonesia di Free Walking Tour (FWT)! Awalnya kita cuma liat-liatan, dalam hati gue yakin dia orang Indonesia tapi segan nyapa duluan, ternyata gitu juga yang ada di pikiran dia. Dan pas akhirnya nyapa, ternyata bener! Dan bukan cuma orang Indonesia, tapi dia juga anak sanur, dan punya banyak friend in common sama gue. Nama panggilannya Noni, anak sanur 08 dan juga anak UI yang udah tinggal di Milan selama beberapa tahun. Hahaha. Habis itu kita ngobrol macem-macem dan akhirnya kita bisa foto diri dengan proper, karena kita berdua solo travelling jadi dari kemaren ga ada yang motoin hahaha. Sekarang saatnya saling minta fotoin hahahah. Habis dr FWT kita ngemil snack Hungaria bareng yang disebut Langos. Sayangnya habis itu kita musti berpisah, karena dia mau ikut bar crawl tur yang diadakan sama tur yang sama, sementara gue mau naik ke atas Citadel, tempat yang katanya bagus banget buat liat night view. Bye, Noni, semoga kapan2 bisa ketemu lagi..

Gedung Parlemen dari atas Fisherman’s Bastion

Meet Noni, Sanurians and UI-ers juga! 😀

Langos, snack khas Hungaria, toppingnya bisa macem-macem.
Perjuangan naik ke atas Citadel jauh lebih sulit dibandingin ke atas Buda Castle, bukitnya lebih tinggi dan lebih curam. Gue sempet duduk beberapa kali untuk ambil napas. Sampai di atas hari belum bisa disebut gelap, masih peralihan dari sore menuju malam. Sudah banyak orang yang menanti di atas situ untuk melihat city view. Udara mulai dingin, anginnya berasa banget. Sambil menanti gue mencoba menghangatkan badan dengan mencari spot yang terlindungi dari angin, tapi ga ngaruh sama sekali rrrr. Setengah jam kemudian hari sudah benar benar gelap. Gue kembali ke spot awal tempat melihat night view, dan…. jeng jeng jeng jeng! I saw the most breathtaking night city view in my life! Seriously! Ini bener bener jadi penutup yang indah di hari terakhir gue di Budapest. Totally recommended!!

Sunset in Citadel

Breathtaking view of Budapest from Citadel. A must visit!!
P.S: Untuk itinerary dan rincian biaya perjalanan saya 40 Hari di Eropa Tengah bisa klik link ini.
Pingback: 40 Hari di Eropa Tengah: Vienna | see. taste. tell
Pingback: 40 Hari di Eropa Tengah: Itinerary dan Biaya | see. taste. tell
Pingback: 40 Hari di Eropa Tengah: Bratislava | see. taste. tell
Pingback: 40 Hari di Eropa Tengah: Praha | see. taste. tell